Kisah Lamajang Tigang Juru, Kerajaan di Selatan Mahameru yang Menggetarkan Majapahit

Jum'at, 30 April 2021 - 05:00 WIB
loading...
Kisah Lamajang Tigang Juru, Kerajaan di Selatan Mahameru yang Menggetarkan Majapahit
Arkeolog dari Balai Arkeologi Yogjakarta, saat melakukan proses eskavasi reruntuhan benteng di Dusun Biting, Desa Kutorenon, Kecamatan Sukodono, Kabupaten Lumajang, pada tahun 2013 silam. Foto/SINDOnews/Yuswantoro
A A A
LUMAJANG - Jejak kaki Prabu Ariya Wiraraja masih terasa basah di deretan batu bata yang berserakan. Batu bata itu, bertumpuk membentuk layakannya bukit kecil yang tingginya sekitar 3 meter. Seolah ingin berkata lantang, bahwa inilah kejayaan Lamajang Tigang Juru .



Lubang besar, nampak terpenuhi air hujan sisa hujan. Lubang itu, menganga di ujung bukti kecil tumpukan batu bata . Bukit kecil yang terhubung dengan sisa tembok batu bata, menghadap ke aliran sungai besar yang terletak di sisi barat tembok.

Bukit kecil dari susunan batu bata itu, dikenal oleh para arkeolog sebagai Pangungakan (Tempat melihat dalam bahasa Jawa), atau juga lebih dikenal oleh generasi masa kini sebagai menara pengintai. Menara ini, selalu dibangun di benteng-benteng pertahanan. Tujuannya, untuk melihat setiap kondisi yang terjadi di luar benteng.

Sebuah kerajaan di selatan Gunung Semeru, berdiri kokoh. Sekokoh temboh benteng yang kini tinggal menyisakan potongan-potongannya di tengah kebun yang sepi. Bahkan, sebagian potongan benteng itu, dengan rakusnya telah tergilas laju pembangunan yang sombong.



Catatan peradaban manusia di Negeri Lamajang Tigang Juru , yang masih tersisa di Dusun Biting, Desa Kutorenon, Kecamatan Sukodono, Kabupaten Lumajang, Jawa Timur. Catatan peradaban manusia Lumajang, yang begitu gagah berani, dan selalu kokoh serta setia kepada pemimpinnya. Bahkan, Majapahit pun, dibuat bergetar, saat mendengar nama Lamajang Tigang Juru .

Cerita kejayaan itu, seakan semakin terpendam dalam-dalam. Bahkan, bangunan yang dipercaya sebagai tembok benteng kerajaan, yang dikenal dengan Situs Biting itu, kini semakin ditinggalkan manusia modern.

Sebagian semakin tenggelam, oleh tanaman tebu yang menjulang. Sebagian lagi, tergerus oleh penggalian pondasi untuk pembangunan perumahan. Bahkan, untuk menuju ke lokasi tersebut, tidak banyak masyarakat yang tahu, karena harus melintasi pemakaman, jalan setapak kecil, dan pematang sawah.

Halaman :
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2926 seconds (0.1#10.140)