Iwan Hasan, Musisi Lintas Genre dan Lintas Negara
loading...
A
A
A
JAKARTA - Dalam dunia musik, Indonesia memiliki sangat banyak musisi yang jempolan. Dari sekian banyak musisi, terdapat satu nama yang cukup unik. Tidak hanya dikenal sebagai musisi lintas genre, namun juga lintas negara. Ya, dia adalah Iwan Hasan. Musisi pecinta kungfu ini memiliki segudang prestasi dan penghargaan.
Mendirikanband progresif Discus pada 1996 merupakan salah satu awal perjalanan kariernya di dunia musik. Bersama band bentukannya itu pun Iwan mencapai popularitas internasional, termasuk juga menyabet penghargaan musik prestisius Tanah Air, AMI Awards. Discus sendiri telah merilis dua album yang beredar secara internasional, yakni 1st (1999) dan ...tot licht! (2004).
Album 1st beredar di seluruh dunia melalui distributor Italia, Mellow Records. Album ini mendapat ulasan sangat baik dari berbagai majalah musik progresif di Amerika, Inggris, Italia, Jerman, Perancis, Belgia, Belanda, Uzbekistan, Brazil hingga Argentina.
Discus, yang kemudian diakui sebagai pelopor musik progresif di Indonesia, membukukan fenomena sebagai grup musik Tanah Air yang memiliki fanbase orang bule atau bangsa barat, baik di Amerika maupun Eropa. Kepeloporan Discus kian menarik, karena kerapkali memadukan unsur etnik Indonesia dalam sajian musiknya.
Pada tahun 2000, Discus mendapat undangan di berbagai festival dunia, termasuk ProgDay di North Carolina, AS. Di sini, Discus juga melakukan rangkaian tur di berbagai kota. Selang setahun kemudian, Discus sukses tampil di Festival Baja Prog di Meksiko.
Kesuksesan penampilan di berbagai festival musik progresif membuat Discus sangat diperhitungkan oleh banyak label rekaman internasional, termasuk Periferic (Hungaria), Moonjune/Leonardo Pavkovic (AS), dan Iridea (Italia). Namun sebagai executive producer, Kiki Caloh memilih Musea (Prancis).
Peran Iwan Hasan membumi sebagai komposer, orchestra arranger, guitarist 21-string, harpguitarist, kibordis dan vokalis. Dalam kariernya sebagai solois, Iwan Hasan sudah berperan dalam rilisan sekitar 30 album, baik sebagai penata musik (orkestra) maupun sebagai instrument player.
Sebagai arranger, Iwan juga berkolaborasi dengan musisi lintas genre. Integritas Iwan bisa memasuki ranah pop. Menulis aransemen orkestra untuk band Ungu, ST12, The Rain, Dianita, Cendana Band, Kla Project hingga terlibat dalam album mantan presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Menyeberang ke genre rock, Iwan ikut berperan dalam beberapa karya Boomerang, Piyu hingga band Getah.
Salah satu karya orkestrasi Iwan Hasan yang monumental di kancah pop adalah ketika ikut mengawal sukses band Ungu, dengan big hits-nya Demi Waktu. Kemudian berlanjut dengan intro orkestra instrumental Cinta Dalam Hati-nya Ungu (2006), dan Overture di album live grand akustik KLa Project (2014) yang kala itu juga dikonserkan di Jakarta Convention Hall, Indonesia.
Iwan Hasan merupakan satu dari sekitar 50 orang di dunia yang mahir memainkan harpguitar, alat musik gabungan harpa dan gitar. Kemampuan Iwan memainkan harpgitar diperolehnya langsung dari pelopor harguitar John Doan.
"Waktu saya selesai kuliah di Willamete University, Amerika untuk mengambil jurusan musik, tepatnya di tahun 1991, saya belajar harpgitar. Saya belajar langsung dari pelopor harpgitar John Doan. Waktu itu masih sedikit yang main harpguitar," kisah lelaki yang pernah meraih outstanding music student award di Willamete University itu dalam keterangan tertulisnya, Minggu (7/6).
Mempunyai kemahiran bermain harpguitar, kakak pemain harpa kenamaan Maya Hasan itu pun kerap menggabungkan harpguitar dengan musik etnik, jazz, dan rock. Dia pun akhirnya terlibat dalam album Indonesia Marahddhika yang digagas Mohammad Kadri pada 2015. Dan di sinilah Iwan kembali bersinar dengan menyabet penghargaan AMI Awards sebagai artis terbaik dalam kategori Produksi Karya Musik Progresif.
Selain itu, Iwan juga sempat membentuk proyekan bersama bassis Ungu, Makki Parikesit yang diberi nama Iwan and Makki Collective. Proyekan ini mempunyai single berjudul Ragu yang di-medley dengan lagu dari tanah Karo berjudul Sibincar Layo. "Sudah rekaman, vokalisnya namanya Fitra. Dia sarjana musik lulusan IKJ, mantan vokalis saya di Atmosfera," ungkap Iwan mengenai Iwan and Makki Collective.
Meski telah melakukan banyak perjalanan melalui karier solonya, Iwan tampaknya tidak akan pernah melupakan Discus, band yang telah membesarkan namanya. Dia pun berencana untuk menyelesaikan album ketiga Discus kendati beberapa personelnya sudah tutup usia.
"Meski Eko Partitur, Kiki Caloh, Anto Praboe sudah wafat, bersama Fadhil Indra, Hajunadji, Krisna Prameswara dan Yuniati Arfah yang menggantikan Nonny Manuputty, album ketiga akan tetap kami produces. Kemungkinan besar rilis tahun 2021," pungkas Iwan yang mencoba membagikan kabar sukacita Discus kepada para penggemarnya.
Mendirikanband progresif Discus pada 1996 merupakan salah satu awal perjalanan kariernya di dunia musik. Bersama band bentukannya itu pun Iwan mencapai popularitas internasional, termasuk juga menyabet penghargaan musik prestisius Tanah Air, AMI Awards. Discus sendiri telah merilis dua album yang beredar secara internasional, yakni 1st (1999) dan ...tot licht! (2004).
Album 1st beredar di seluruh dunia melalui distributor Italia, Mellow Records. Album ini mendapat ulasan sangat baik dari berbagai majalah musik progresif di Amerika, Inggris, Italia, Jerman, Perancis, Belgia, Belanda, Uzbekistan, Brazil hingga Argentina.
Discus, yang kemudian diakui sebagai pelopor musik progresif di Indonesia, membukukan fenomena sebagai grup musik Tanah Air yang memiliki fanbase orang bule atau bangsa barat, baik di Amerika maupun Eropa. Kepeloporan Discus kian menarik, karena kerapkali memadukan unsur etnik Indonesia dalam sajian musiknya.
Pada tahun 2000, Discus mendapat undangan di berbagai festival dunia, termasuk ProgDay di North Carolina, AS. Di sini, Discus juga melakukan rangkaian tur di berbagai kota. Selang setahun kemudian, Discus sukses tampil di Festival Baja Prog di Meksiko.
Kesuksesan penampilan di berbagai festival musik progresif membuat Discus sangat diperhitungkan oleh banyak label rekaman internasional, termasuk Periferic (Hungaria), Moonjune/Leonardo Pavkovic (AS), dan Iridea (Italia). Namun sebagai executive producer, Kiki Caloh memilih Musea (Prancis).
Peran Iwan Hasan membumi sebagai komposer, orchestra arranger, guitarist 21-string, harpguitarist, kibordis dan vokalis. Dalam kariernya sebagai solois, Iwan Hasan sudah berperan dalam rilisan sekitar 30 album, baik sebagai penata musik (orkestra) maupun sebagai instrument player.
Sebagai arranger, Iwan juga berkolaborasi dengan musisi lintas genre. Integritas Iwan bisa memasuki ranah pop. Menulis aransemen orkestra untuk band Ungu, ST12, The Rain, Dianita, Cendana Band, Kla Project hingga terlibat dalam album mantan presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Menyeberang ke genre rock, Iwan ikut berperan dalam beberapa karya Boomerang, Piyu hingga band Getah.
Salah satu karya orkestrasi Iwan Hasan yang monumental di kancah pop adalah ketika ikut mengawal sukses band Ungu, dengan big hits-nya Demi Waktu. Kemudian berlanjut dengan intro orkestra instrumental Cinta Dalam Hati-nya Ungu (2006), dan Overture di album live grand akustik KLa Project (2014) yang kala itu juga dikonserkan di Jakarta Convention Hall, Indonesia.
Iwan Hasan merupakan satu dari sekitar 50 orang di dunia yang mahir memainkan harpguitar, alat musik gabungan harpa dan gitar. Kemampuan Iwan memainkan harpgitar diperolehnya langsung dari pelopor harguitar John Doan.
"Waktu saya selesai kuliah di Willamete University, Amerika untuk mengambil jurusan musik, tepatnya di tahun 1991, saya belajar harpgitar. Saya belajar langsung dari pelopor harpgitar John Doan. Waktu itu masih sedikit yang main harpguitar," kisah lelaki yang pernah meraih outstanding music student award di Willamete University itu dalam keterangan tertulisnya, Minggu (7/6).
Mempunyai kemahiran bermain harpguitar, kakak pemain harpa kenamaan Maya Hasan itu pun kerap menggabungkan harpguitar dengan musik etnik, jazz, dan rock. Dia pun akhirnya terlibat dalam album Indonesia Marahddhika yang digagas Mohammad Kadri pada 2015. Dan di sinilah Iwan kembali bersinar dengan menyabet penghargaan AMI Awards sebagai artis terbaik dalam kategori Produksi Karya Musik Progresif.
Selain itu, Iwan juga sempat membentuk proyekan bersama bassis Ungu, Makki Parikesit yang diberi nama Iwan and Makki Collective. Proyekan ini mempunyai single berjudul Ragu yang di-medley dengan lagu dari tanah Karo berjudul Sibincar Layo. "Sudah rekaman, vokalisnya namanya Fitra. Dia sarjana musik lulusan IKJ, mantan vokalis saya di Atmosfera," ungkap Iwan mengenai Iwan and Makki Collective.
Meski telah melakukan banyak perjalanan melalui karier solonya, Iwan tampaknya tidak akan pernah melupakan Discus, band yang telah membesarkan namanya. Dia pun berencana untuk menyelesaikan album ketiga Discus kendati beberapa personelnya sudah tutup usia.
"Meski Eko Partitur, Kiki Caloh, Anto Praboe sudah wafat, bersama Fadhil Indra, Hajunadji, Krisna Prameswara dan Yuniati Arfah yang menggantikan Nonny Manuputty, album ketiga akan tetap kami produces. Kemungkinan besar rilis tahun 2021," pungkas Iwan yang mencoba membagikan kabar sukacita Discus kepada para penggemarnya.
(nug)