CERMIN: Sepanjang Jalan Kenangan 'One for the Road'
loading...

One for the Road adalah sebuah perjalanan tentang kenangan dan pencarian kata maaf. Foto/GDH 559
A
A
A
JAKARTA - Tahun 2005. Saya sedang gandrung-gandrungnya menikmati film dari seluruh dunia, tak melulu hanya dari Hollywood, dan saya jatuh cinta dengan sebuah film Prancis berjudul Le Grand Voyage.
Tahun itu menandai tahapan selanjutnya dari hidup saya: memutuskan untuk merantau dari Makassar ke Jakarta. Meninggalkan segala kenyamanan hidup dan memulai dari awal. Tapi saya tak pernah meninggalkan kecintaan saya pada film . Tak sekalipun.
Saya menyaksikan Le Grand Voyagedi event Jakarta International Film Festival (JIFFest)dan film ini meninggalkan kesan dan luka mendalam setelahnya. Juga membuat saya mulai menggemari road movie: semacam film perjalanan yang biasanya membongkar masa lalu dari para tokohnya.
Le Grand Voyage adalah kisah tentang sebuah perjalanan besar dari ayah dan anak dari Prancis menuju Mekkah. Sang ayah yang religius dan terburu-buru ingin sampai di kota suci. Sementara sang anak yang sekuler justru ingin berhura-hura di sepanjang kota yang mereka lalui. Dua keinginan berbeda, satu perjalanan, dalam tone film yang pelan dan meledak di akhir. Menyisakan residu di hati.
One for the Road dari Thailand, dan bisa ditonton di Netflix, ini juga adalah film semacam itu. Film yang berjalan pelan, tapi meninggalkan bekas dan luka mendalam. Jenis film yang bisa tanpa tedeng aling-aling melemparkan kita ke masa lalu. Menyusurinya setapak demi setapak, melihat kembali apa saja yang sudah dilalui dan mungkin (kelak) menyesalinya.
![CERMIN: Sepanjang Jalan Kenangan 'One for the Road']()
Foto: GDH 559
Ketika menginjak usia 40, perjalanan demi perjalanan yang pernah kita lalui seperti kembali terbentang di hadapan kita. Sebagian memang terasa manis untuk diingat, sebagiannya lagi mungkin terlalu pahit untuk dikenang. Perjalanan menyusuri masa lalu adalah perjalanan untuk menyusuri kenangan dan berdamai dengannya, baik atau buruk.
Baca Juga: CERMIN: Mencari Jalan Pulang via Ngeri-Ngeri Sedap
Mungkin kita adalah Aaod yang divonis meninggal tak lama lagi. Saya merasa begitu dekat dengan cerita ini karena berada di keluarga berusia pendek. Ibu saya meninggal karena kecelakaan mobil di usia 39 dan adik saya meninggal karena AIDS di usia 27.
Aaod masih berusia 30-an dan terkena kanker. Ia tak mempermasalahkan penyakitnya, tapi ia risau dengan satu hal: ia harus berdamai dengan para mantan yang pernah disakitinya.
Tahun itu menandai tahapan selanjutnya dari hidup saya: memutuskan untuk merantau dari Makassar ke Jakarta. Meninggalkan segala kenyamanan hidup dan memulai dari awal. Tapi saya tak pernah meninggalkan kecintaan saya pada film . Tak sekalipun.
Saya menyaksikan Le Grand Voyagedi event Jakarta International Film Festival (JIFFest)dan film ini meninggalkan kesan dan luka mendalam setelahnya. Juga membuat saya mulai menggemari road movie: semacam film perjalanan yang biasanya membongkar masa lalu dari para tokohnya.
Le Grand Voyage adalah kisah tentang sebuah perjalanan besar dari ayah dan anak dari Prancis menuju Mekkah. Sang ayah yang religius dan terburu-buru ingin sampai di kota suci. Sementara sang anak yang sekuler justru ingin berhura-hura di sepanjang kota yang mereka lalui. Dua keinginan berbeda, satu perjalanan, dalam tone film yang pelan dan meledak di akhir. Menyisakan residu di hati.
One for the Road dari Thailand, dan bisa ditonton di Netflix, ini juga adalah film semacam itu. Film yang berjalan pelan, tapi meninggalkan bekas dan luka mendalam. Jenis film yang bisa tanpa tedeng aling-aling melemparkan kita ke masa lalu. Menyusurinya setapak demi setapak, melihat kembali apa saja yang sudah dilalui dan mungkin (kelak) menyesalinya.

Foto: GDH 559
Ketika menginjak usia 40, perjalanan demi perjalanan yang pernah kita lalui seperti kembali terbentang di hadapan kita. Sebagian memang terasa manis untuk diingat, sebagiannya lagi mungkin terlalu pahit untuk dikenang. Perjalanan menyusuri masa lalu adalah perjalanan untuk menyusuri kenangan dan berdamai dengannya, baik atau buruk.
Baca Juga: CERMIN: Mencari Jalan Pulang via Ngeri-Ngeri Sedap
Mungkin kita adalah Aaod yang divonis meninggal tak lama lagi. Saya merasa begitu dekat dengan cerita ini karena berada di keluarga berusia pendek. Ibu saya meninggal karena kecelakaan mobil di usia 39 dan adik saya meninggal karena AIDS di usia 27.
Aaod masih berusia 30-an dan terkena kanker. Ia tak mempermasalahkan penyakitnya, tapi ia risau dengan satu hal: ia harus berdamai dengan para mantan yang pernah disakitinya.
Lihat Juga :