WHO Tetapkan Cacar Monyet Darurat Global, IDI Minta Dokter Waspadai Gejala pada Pasien

Rabu, 27 Juli 2022 - 09:15 WIB
loading...
WHO Tetapkan Cacar Monyet Darurat Global, IDI Minta Dokter Waspadai Gejala pada Pasien
WHO telah menetapkan status darurat untuk cacar monyet. Meski belum terdeteksi di Indonesia, namun cacar monyet atau monkeypox sudah ditemukan di Singapura. Foto/Getty Images
A A A
JAKARTA - Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) telah menetapkan status darurat untuk kasus cacar monyet . Meski masih belum terdeteksi di Indonesia, namun kasus cacar monyet atau monkeypox sudah ditemukan di Singapura.

Cacar monyet adalah suatu penyakit infeksi virus, bersifat zoonosis dan jarang terjadi. Beberapa kasus infeksi pada manusia (human monkeypox) yang pernah dilaporkan terjadi secara sporadis di Afrika Tengah dan Afrika Barat, dan umumnya pada lokasi yang berdekatan dengan daerah hutan hujan tropis.

Cacar monyet ini tergolong ke dalam genus orthopoxvirus. Virus lain yang juga berasal dari genus orthopoxvirus adalah virus variola yang menyebabkan penyakit cacar (Smallpox) dan telah dinyatakan tereradikasi di seluruh dunia oleh WHO pada 1980.

Berdasarkan data WHO, cacar monyet pada awalnya teridentifikasi pada 1970 di Zaire dan sejak itu dilaporkan secara sporadis di 10 negara di Afrika Tengah dan Barat. Pada 2017, Nigeria mengalami outbreak terbesar yang pernah dilaporkan, dengan perkiraan jumlah kasus yang terkonfirmasi sekitar 40 kasus.

Sejak Mei 2022, cacar monyet menjadi perhatian kesehatan masyarakat global, karena dilaporkan dari negara non endemis. Sejak 13 Mei 2022, WHO telah menerima laporan kasus-kasus cacar monyet yang berasal dari negara non endemis, dan saat ini telah meluas secara global dengan total 75 negara.



Hingga 25 Juli 2022 terdapat 18.905 kasus konfirmasi cacar monyet di seluruh dunia, dengan 17.852 kasus terjadi di negara tanpa riwayat kasus konfirmasi sebelumnya. Amerika Serikat melaporkan kasus cacar monyet sebesar 3846 kasus. Di ASEAN, Singapura telah melaporkan 9 kasus konfirmasi dan Thailand melaporkan 1 kasus konfirmasi.

Dikatakan dr. Adityo Susilo, SpPD, KPTI, FINASIM dari Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia (PAPDI), cacar monyet sedianya adalah bersifat zoonosis yang penularan utamanya melalui kontak manusia dengan darah, cairan tubuh, atau lesi pada mukosa maupun kulit hewan yang terinfeksi.

Di Afrika, kasus infeksi cacar monyet pada manusia yang pernah dilaporkan, berhubungan dengan riwayat kontak dengan hewan yang terinfeksi seperti monyet, tupai, tikus dan rodents lainnya. Memakan daging hewan terinfeksi yang tidak dimasak dengan matang juga dikatakan dapat menjadi metode penularan yang lainnya.

“Adapun penularan antar manusia, diduga dapat terjadi sebagai akibat dari kontak erat dengan pasien yang terinfeksi secara langsung (direct close contact) melalui paparan terhadap sekresi saluran napas yang terinfeksi, kontak dengan lesi kulit pasien secara langsung, maupun berkontak dengan objek yang telah tercemar oleh cairan tubuh pasien," kata dr. Adityo melalui siaran resminya, Rabu (27/7/2022).

"Selain itu, transmisi secara vertikal dari ibu ke janin melalui plasental (infeksi Cacar Monyet kongenital) juga dimungkinkan,” tambahnya.



Periode inkubasi cacar monyet berkisar antara 5-21 hari dengan rerata 6-16 hari. Setelah melewati fase inkubasi, pasien akan mengalami gejala klinis berupa demam tinggi dengan nyeri kepala hebat, limfadenopati, nyeri punggung, nyeri otot dan rasa lemah yang prominen.

Dalam 1-3 hari setelah demam muncul, pasien akan mendapati bercak-bercak pada kulit, dimulai dari wajah dan menyebar ke seluruh tubuh. Bercak tersebut terutama akan ditemukan pada wajah, telapak tangan dan telapak kaki. Bercak akan berubah menjadi lesi kulit makulopapuler, vesikel dan pustule yang dalam 10 hari akan berubah menjadi koreng.

Pengurus pusat PETRI (Perhimpunan Kedokteran Tropis dan Penyakit Infeksi Indonesia) itu juga menerangkan bahwa hingga saat ini masih belum ada pengobatan yang spesifik untuk infeksi cacar monyet.

Meski demikian, di masa lalu, vaksinasi terhadap penyakit cacar yang disebabkan oleh karena infeksi virus variola yang dinyatakan telah tereradikasi secara global sejak 1980, dikatakan dapat memberikan efektivitas proteksi sebesar 85 persen untuk mencegah infeksi cacar monyet.

Lebih lanjut dr. Adityo mengingatkan bahwa dengan ditemukannya kasus cacar monyet di Singapura, maka masyarakat juga perlu mewaspadai terhadap kemungkinan masuknya virus ini di Indonesia. Dan hal ini menjadi lebih penting terutama pada populasi khusus oleh karena risiko fatalitas cacar monyet ini dikatakan lebih tinggi pada kelompok anak-anak, ibu hamil, lansia, dan orang dengan imunitas rendah (imunosupresi).


Sementara itu, Ketua Bidang Kajian Penanggulangan Penyakit Menular PB IDI Dr dr Agus Dwi Susanto, SpP(K) mengatakan bahwa pemahaman yang baik terhadap infeksi cacar monyet dan kewaspadaan dini terhadap kejadian luar biasa atau outbreak menjadi modal utama dalam aspek pencegahan.

Upaya untuk menghindari kontak dengan pasien yang diduga terinfeksi merupakan kunci pencegahan yang dinilai paling efektif pada saat outbreak, diiringi dengan upaya surveilans dan deteksi dini kasus aktif guna melakukan karantina untuk mencegah penyebaran yang lebih luas.

Dr Agus juga meminta tenaga Kesehatan baik dokter maupun perawat yang menemukan gejala cacar monyet pada pasien agar segera tes PCR yakni metode pemeriksaan virus cacar monyet dengan mendeteksi DNA virus tersebut. Selain itu, dan segera melaporkan ke Dinas Kesehatan setempat agar bisa segera dilakukan surveilans.
(dra)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.6374 seconds (0.1#10.140)