Kajian Perundungan Online oleh ChildFund International Temukan 6 dari 10 Remaja Indonesia Alami Cyberbullying

Kamis, 15 Desember 2022 - 23:23 WIB
loading...
Kajian Perundungan Online oleh ChildFund International Temukan 6 dari 10 Remaja Indonesia Alami Cyberbullying
ChildFund meluncurkan hasil kajian berjudul Memahami Perundungan Online dan Eksploitasi Seksual dan Kekerasan Online terhadap Anak dan Orang Muda di Indonesia. Foto/Istimewa
A A A
JAKARTA - Sebanyak 6 dari 10 remaja di Indonesia mengalami perundungan online (cyberbullying).

Hal itu disampaikan Hanneke Oudkerk, Country Director ChildFund International di Indonesia, dalam acara peluncuran hasil kajian tentang perundungan online serta inisiatif program Swipe Safe di Jakarta, Kamis (15/12/2022).

"Meningkatnya penggunaan internet dan berbagai adaptasi kegiatan remaja dari luring ke daring turut meningkatkan kerentanan anak dan orang muda terhadap perundungan online," kata Hanneke.

Perlindungan anak dari berbagai risiko kekerasan berbasis online memerlukan intervensi yang menyeluruh, mulai penguatan resiliensi anak itu sendiri, pengawasan orang tua dan keluarga serta lingkungan sekitar anak sampai pada pengaturan informasi layak anak dari berbagai pemangku kepentingan. Upaya tersebut tentu memerlukan peran dari berbagai pihak sebagai mitra pembangunan pemerintah Indonesia.

Guna mendukung upaya pemerintah, ChildFund meluncurkan hasil kajian berjudul "Memahami Perundungan Online dan Eksploitasi Seksual dan Kekerasan Online terhadap Anak dan Orang Muda di Indonesia". Penelitian ini mendapat dukungan dari Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (BAPPENAS) dan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Indonesia (KPPPA).

Deputi Bidang Perlindungan Khusus Anak Nahar mengatakan, sinergi berbagai pihak sangat dibutuhkan dalam memastikan perlindungan anak dan remaja di dunia maya.

“Di tengah gempuran adopsi perilaku digital sebagai salah satu dampak pandemi, anak-anak dan remaja menjadi pihak yang rentan mengalami kekerasan, perundungan, dan eksploitasi seksual secara online. Oleh karena itu, sinergi lintas sektoral dan multidimensi dari orang tua, lingkungan sekitar, pendidik, pemerintah hingga sektor privat menjadi hal yang krusial demi terwujudnya dunia maya yang aman bagi anak Indonesia,” papar Nahar.

Pada kesempatan yang sama, Direktur KPAPO Woro Srihastuti Sulistyaningrum mengatakan, upaya menurunkan angka perundungan dan kekerasan online tak terlepas dari penggalakan literasi digital.

“Upaya mendasar yang bisa dilakukan adalah memberikan pemahaman, pengetahuan dan edukasi yang menyeluruh guna meningkatkan literasi digital masyarakat. Edukasi yang diberikan tak hanya sebatas pada definisi maupun faktor-faktor yang berkontribusi pada perundungan, namun apa yang bisa dilakukan oleh anak-anak dan remaja ketika mereka mengalami hal tersebut,” jelas Woro.

Terkait studi yang dilakukan Childfund, Spesialis Perlindungan Anak dan Advokasi Childfund International di Indonesia Reny Haning mengatakan, penelitian telah melibatkan 1.610 responden dari kalangan pelajar dan mahasiswa usia 13-24 tahun. Mereka berasal dari empat provinsi yaitu DKI Jakarta, Jawa Tengah, Lampung, dan Nusa Tenggara Timur.

“Kajian yang berlangsung Juli sampai Oktober 2022 ini menemukan 5 dari 10 pelajar dan mahasiswa melakukan intimidasi terhadap orang lain secara online. Sementara 6 dari 10 pelajar dan mahasiswa menjadi korban perundungan online dalam tiga bulan terakhir,” papar Reny.

Anak laki-laki dan perempuan sama-sama berisiko menjadi korban perundungan online. Namun, anak laki-laki memiliki peluang lebih tinggi untuk menjadi pelaku, sementara anak perempuan memiliki peluang lebih tinggi menjadi korban perundungan online.

Siswa SMA lebih cenderung menjadi pelaku sekaligus korban perundungan online dibanding pelajar SMP dan universitas. Remaja di bawah 15 tahun memiliki peluang lebih tinggi untuk menjadi korban (64,5%) dan pelaku (53,5%) dibanding kategori usia lain.

Lebih lanjut Reny menyatakan bahwa perundungan online bisa meliputi pelanggaran privasi, pengucilan, penguntitan, pencemaran nama baik, pelecehan dan kekerasan seksual dengan ancaman hingga pemerasan.

Penelitian itu juga mengungkapkan bahwa 77,6% responden akan bereaksi ketika menyaksikan perundungan online dengan memperingatkan pelaku, mencegah pelaku mencuri data orang lain, menghibur korban, dan sebanyak 45,35% mendorong korban untuk melaporkan perbuatan pelaku.

Guna menghasilkan serangkaian rekomendasi yang relevan bagi pemerintah, sekolah dan orang tua atau pengasuh, dalam kajian ini ChildFund juga berhasil mengidentifikasi faktor-faktor yang berkontribusi terhadap perundungan online, di antaranya:

1. Paparan perundungan tradisional (luring).

Adanya kemungkinan pelaku perundungan tradisional melakukan perundungan secara online/daring dan di sisi lain, korban perundungan tradisional cenderung menjadi pelaku perundungan online.

2. Pengawasan orang tua.

Keaktifan orang tua dalam mengawasi kegiatan anak di dunia maya turut berkontribusi pada keterlibatan anak dalam melakukan perundungan online. Semakin minim pengawasan orang tua maka semakin tinggi peluang anak melakukan perundungan online.

3. Norma kelompok dan kepemilikan kelas berimbas pada perundungan online.

Responden melihat keterlibatan teman mereka melakukan perundungan online sebagai norma dalam berinteraksi secara daring sehingga mendorong untuk melakukan hal serupa.

4. Paparan konten berbahaya di internet.

Terpaan konten negatif/berbahaya akan berdampak positif pada perilaku perundungan online karena memengaruhi persepsi kekerasan bagi remaja. Selain itu, jenis kelamin, tingkat pendidikan, usia dan menjadi penggemar K-POP turut berkontribusi terhadap online.

Sebagai langkah nyata untuk membantu kaum muda menavigasi dunia maya dengan lebih baik, ChildFund mengembangkan dua inisiatif baru di Indonesia yakni, Program Swipe Safe dan Kampanye Web Aman dan Bijaksana Web (Web Safe and Wise).

“Melalui program ini, kami berupaya meningkatkan kesadaran dan kapasitas anak, orang tua, dan pemangku kepentingan akan risiko daring serta mengajak semua pihak untuk melindungi anak-anak dan remaja dari bahaya perundungan online. Kami percaya bahwa inisiatif keamanan online ini akan meningkatkan lingkungan perlindungan bagi kaum muda secara luring dan daring,” pungkas Reny.
(tsa)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.0891 seconds (0.1#10.140)