Selfie dengan Robot Berkamera
A
A
A
Lima tahun lagi selfie tidak akan dilakukan oleh smartphone, DSLR, atau bahkan action camera seperti GoPro. Kamera-kamera diperangkat itu akan obsolete (tidak dipakai lagi). Penggantinya adalah robot otonom yang bisa terbang dan memotret pemiliknya.
Hal itu disampaikan oleh Antoine Balaresque, co-founder Lily Robotics Inc. Antoine adalah mahasiswa ilmu komputer yang bekerja di UC Berkeley Robotics Laboratory. Bersama rekannya Henry Bradlow, ia mendesain Lily, ”robot berkamera” yang bisa terbang, memotret/merekam video, dan tahan air. Lily yang memiliki kamera 12 MP itu dibanderol USD500, sudah menerima preorder kendari baru akan dikirim ke penggunanya pada Februari 2016 mendatang.
Antoine bukan yang pertama mengusung konsep drone yang dapat terbang secara otonom ini. Di pameran Consumer Electronic Show (CES) 2015, sejumlah vendor seperti Airdog sudah mendemokan perangkat multirotor yang bisa terbang dan mengikuti pemiliknya. Misalnya saat sedang berlari, berenang, bahkan bermain ski dan kayak. Belakangan konsep drone otonom ini semakin banyak diusung. Menariknya, respon yang didapat juga sangat positif.
Di situs penggalangan dana Kickstarter.com, perusahaan bernama CyPhy mendapatkan dukungan sebesar USD250 ribu (Rp3,2 miliar) hanya dalam beberapa hari lewat proyek drone otonom LVL 1. CyPhy LVL 1 akan dibanderol USD600 pada saat diluncurkan 2016 mendatang. Drone dengan 6 baling-baling itu dapat dikendalikan lewat ponsel Android, memiliki kamera bawaan, mampu terbang stabil dan lurus sehingga tak memerlukan gimbal, terbuat dari plastik kokoh, dan bisa terbang selama 20 menit.
Serba Otomatis
Hasil foto aerial (dari ketinggian dengan perspektif menghadap kebawah) memang memberikan dampak dramatis. Sudut foto seperti ini menarik karena memang sulit dilakukan. Untuk mengoperasikan drone seperti DJI Phantom, misalnya, seorang “operator” disebut pilot harus terlatih atau setidaknya terbiasa menerbangkan wahana terbang dengan remote control. Nah, hal itu yang dimasa depan akan berbalik.
Menerbangkan sebuah kamera robotik akan menjadi sama mudahnya dengan mengoperasikan sebuah smartwatch. CyPhy LVL 1, misalnya, dapat langsung diterbangkan hanya dengan sapuan di layar smartphone (disebut tap-to-fly). Wahana terbang akan mengunci transmisi sinyal GPS yang ada di ponsel. Bahkan, melalui konfigurasi khusus, pengguna dapat mengatur rute terbang, ketinggian, serta posisi pengambilan gambar.
Misalnya dari samping, atas, belakang, dan masih banyak lagi. “Apple telah menunjukkan bagaimana intuitifnya sebuah sapuan layar di smartphone,” ungkap CEO iRobot Helen Greiner. ”Dengan cara seperti ini drone dapat diakses oleh semua orang. Inilah demokratisasi drone,” tambahnya. Selain teknologi drone yang semakin canggih, para pembuat robot juga menemukan cara untuk memangkas barrier to entry drone terhadap konsumen umum.
Misalnya dengan memangkas biaya agar lebih terjangkau, serta membuat drone lebih durable. Lily, misalnya, dirancang memiliki sifat layaknya action camera. Wahana terbang tersebut memiliki bodi dari polikarbonat yang tahan benturan keras. Kameranya menyatu dalam bodi, sehingga tidak rentan rusak. Bahkan, robot tersebut juga lulus sertifikasi IP67 atau anti-air. Pengguna dapat menerbangkan Lily dari permukaan air.
Danang arradian
Hal itu disampaikan oleh Antoine Balaresque, co-founder Lily Robotics Inc. Antoine adalah mahasiswa ilmu komputer yang bekerja di UC Berkeley Robotics Laboratory. Bersama rekannya Henry Bradlow, ia mendesain Lily, ”robot berkamera” yang bisa terbang, memotret/merekam video, dan tahan air. Lily yang memiliki kamera 12 MP itu dibanderol USD500, sudah menerima preorder kendari baru akan dikirim ke penggunanya pada Februari 2016 mendatang.
Antoine bukan yang pertama mengusung konsep drone yang dapat terbang secara otonom ini. Di pameran Consumer Electronic Show (CES) 2015, sejumlah vendor seperti Airdog sudah mendemokan perangkat multirotor yang bisa terbang dan mengikuti pemiliknya. Misalnya saat sedang berlari, berenang, bahkan bermain ski dan kayak. Belakangan konsep drone otonom ini semakin banyak diusung. Menariknya, respon yang didapat juga sangat positif.
Di situs penggalangan dana Kickstarter.com, perusahaan bernama CyPhy mendapatkan dukungan sebesar USD250 ribu (Rp3,2 miliar) hanya dalam beberapa hari lewat proyek drone otonom LVL 1. CyPhy LVL 1 akan dibanderol USD600 pada saat diluncurkan 2016 mendatang. Drone dengan 6 baling-baling itu dapat dikendalikan lewat ponsel Android, memiliki kamera bawaan, mampu terbang stabil dan lurus sehingga tak memerlukan gimbal, terbuat dari plastik kokoh, dan bisa terbang selama 20 menit.
Serba Otomatis
Hasil foto aerial (dari ketinggian dengan perspektif menghadap kebawah) memang memberikan dampak dramatis. Sudut foto seperti ini menarik karena memang sulit dilakukan. Untuk mengoperasikan drone seperti DJI Phantom, misalnya, seorang “operator” disebut pilot harus terlatih atau setidaknya terbiasa menerbangkan wahana terbang dengan remote control. Nah, hal itu yang dimasa depan akan berbalik.
Menerbangkan sebuah kamera robotik akan menjadi sama mudahnya dengan mengoperasikan sebuah smartwatch. CyPhy LVL 1, misalnya, dapat langsung diterbangkan hanya dengan sapuan di layar smartphone (disebut tap-to-fly). Wahana terbang akan mengunci transmisi sinyal GPS yang ada di ponsel. Bahkan, melalui konfigurasi khusus, pengguna dapat mengatur rute terbang, ketinggian, serta posisi pengambilan gambar.
Misalnya dari samping, atas, belakang, dan masih banyak lagi. “Apple telah menunjukkan bagaimana intuitifnya sebuah sapuan layar di smartphone,” ungkap CEO iRobot Helen Greiner. ”Dengan cara seperti ini drone dapat diakses oleh semua orang. Inilah demokratisasi drone,” tambahnya. Selain teknologi drone yang semakin canggih, para pembuat robot juga menemukan cara untuk memangkas barrier to entry drone terhadap konsumen umum.
Misalnya dengan memangkas biaya agar lebih terjangkau, serta membuat drone lebih durable. Lily, misalnya, dirancang memiliki sifat layaknya action camera. Wahana terbang tersebut memiliki bodi dari polikarbonat yang tahan benturan keras. Kameranya menyatu dalam bodi, sehingga tidak rentan rusak. Bahkan, robot tersebut juga lulus sertifikasi IP67 atau anti-air. Pengguna dapat menerbangkan Lily dari permukaan air.
Danang arradian
(bbg)