Menumbuhkan Ekosistem Digital
A
A
A
GENERASI internet adalah generasi paling beruntung. Melalui internet, perusahaan perintis (startup) bahkan perseorangan memiliki kesempatan bersaing yang sama untuk memenangkan hati konsumen dengan perusahan yang sudah mapan.
Hal itu disampaikan oleh cofounder sekaligus CEO Tokopedia William Tanuwijaya di panggung Indigo Apprentice Awards (IAA), Rabu (20/5). Cerita ”from zero to hero” William seolah membuktikan bahwa siapapun bisa meraih sukses di ranah internet. Berasal dari Pematang Siantar, Sumatera, William yang tidak fasih berbahasa Inggris dan tidak pernah keluar dari kota tempat tinggalnya itu merantau ke Jakarta untuk berkuliah.
Saat kuliah pun waktunya dihabiskan sebagai penjaga warnet, hingga akhirnya lulus dengan nilai biasa saja. Selepas kuliah William bekerja di perusahaan content providerselama 10 tahun, sebelum akhirnya mendirikan Tokopedia pada 17 Agustus 2009 bersama Leontinus Alpha Edison. Pada Oktober 2014, situs marketpace itu mendapat investasi senilai USD100 juta (Rp1,3 triliun) oleh Sequoia Capital dan SoftBank, investor perusahaan seperti Apple, Cisco, Oracle, Yahoo!, dan Google.
”Secara tidak langsung hal ini menunjukkan bahwa Indonesia bukan hanya pasar. Tapi, para startup-nya sudah dipandang berkualitas dunia,” katanya. ”Generasi internet adalah generasi paling beruntung. Karena siapapun punya kesempatan untuk melawan status quo. Google bukan mesin pencari pertama, Facebook bukan sosial media pertama, dan Tokopedia juga bukan marketplace pertama di Indonesia,” ia menambahkan.
Membangun Ekosistem
Digitalisasi ada di semua industri. Karena itu, Indonesia harus cepat tanggap jika tidak ingin ketinggalan. Itu, menurut Chief Innovation & Strategic Officer Telkom Group Indra Utoyo, menjadi alasan mengapa Telkom menggelar Indigo Apprentice Awards (IAA) 2015.
”Kami ingin menumbuhkan industri kreatif digial ’made in Indonesia’ berpotensi berkembang menjadi leader baru di bisnis digital dan dapat bersaing dengan pemain digital global,” ungkap Indra. Pada kesempatan itu Telkom Group juga menggandeng 56 startuppeserta IAA 2015 untuk menjadi partner dalam bisnis digitalnya. Selain itu, pihaknya juga ingin membentuk ekosistem digital agar startuplokal bisa bertumbuh.
Misalnya menyediakan creative center berupa coworking spaceuntuk startup di beberapa kota seperti Bandung (Bandung Digital Valley), Yogyakarta (Jogya Digital Valley) dan Jakarta (Jakarta Digital Valley). Selain itu, juga creative camp(digital innovation lounge) yang saat ini ada di 20 kota. Kepala Badan Ekonomi Kreatif Triawan Munaf sangat mendukung upaya penciptaan sumur-sumur kreatif seperti ini. Menurutnya, perkembangan internet yang sedemikian cepatnya membuat kebutuhan akan konten sangat tinggi. ”Kita bisa ditakuti karena memiliki budaya yang luar biasa,” katanya.
Diakui Triawan, industri digital yang ada saat ini belum berdampak besar terhadap ekonomi Indonesia. Namun, potensinya sangatlah besar. ”Ada banyak sekali masalah di Indonesia yang sebenarnya dapat diselesaikan secara digital,” ungkap ayah dari penyanyi Sherina Munaf tersebut.
Danang arradian
Hal itu disampaikan oleh cofounder sekaligus CEO Tokopedia William Tanuwijaya di panggung Indigo Apprentice Awards (IAA), Rabu (20/5). Cerita ”from zero to hero” William seolah membuktikan bahwa siapapun bisa meraih sukses di ranah internet. Berasal dari Pematang Siantar, Sumatera, William yang tidak fasih berbahasa Inggris dan tidak pernah keluar dari kota tempat tinggalnya itu merantau ke Jakarta untuk berkuliah.
Saat kuliah pun waktunya dihabiskan sebagai penjaga warnet, hingga akhirnya lulus dengan nilai biasa saja. Selepas kuliah William bekerja di perusahaan content providerselama 10 tahun, sebelum akhirnya mendirikan Tokopedia pada 17 Agustus 2009 bersama Leontinus Alpha Edison. Pada Oktober 2014, situs marketpace itu mendapat investasi senilai USD100 juta (Rp1,3 triliun) oleh Sequoia Capital dan SoftBank, investor perusahaan seperti Apple, Cisco, Oracle, Yahoo!, dan Google.
”Secara tidak langsung hal ini menunjukkan bahwa Indonesia bukan hanya pasar. Tapi, para startup-nya sudah dipandang berkualitas dunia,” katanya. ”Generasi internet adalah generasi paling beruntung. Karena siapapun punya kesempatan untuk melawan status quo. Google bukan mesin pencari pertama, Facebook bukan sosial media pertama, dan Tokopedia juga bukan marketplace pertama di Indonesia,” ia menambahkan.
Membangun Ekosistem
Digitalisasi ada di semua industri. Karena itu, Indonesia harus cepat tanggap jika tidak ingin ketinggalan. Itu, menurut Chief Innovation & Strategic Officer Telkom Group Indra Utoyo, menjadi alasan mengapa Telkom menggelar Indigo Apprentice Awards (IAA) 2015.
”Kami ingin menumbuhkan industri kreatif digial ’made in Indonesia’ berpotensi berkembang menjadi leader baru di bisnis digital dan dapat bersaing dengan pemain digital global,” ungkap Indra. Pada kesempatan itu Telkom Group juga menggandeng 56 startuppeserta IAA 2015 untuk menjadi partner dalam bisnis digitalnya. Selain itu, pihaknya juga ingin membentuk ekosistem digital agar startuplokal bisa bertumbuh.
Misalnya menyediakan creative center berupa coworking spaceuntuk startup di beberapa kota seperti Bandung (Bandung Digital Valley), Yogyakarta (Jogya Digital Valley) dan Jakarta (Jakarta Digital Valley). Selain itu, juga creative camp(digital innovation lounge) yang saat ini ada di 20 kota. Kepala Badan Ekonomi Kreatif Triawan Munaf sangat mendukung upaya penciptaan sumur-sumur kreatif seperti ini. Menurutnya, perkembangan internet yang sedemikian cepatnya membuat kebutuhan akan konten sangat tinggi. ”Kita bisa ditakuti karena memiliki budaya yang luar biasa,” katanya.
Diakui Triawan, industri digital yang ada saat ini belum berdampak besar terhadap ekonomi Indonesia. Namun, potensinya sangatlah besar. ”Ada banyak sekali masalah di Indonesia yang sebenarnya dapat diselesaikan secara digital,” ungkap ayah dari penyanyi Sherina Munaf tersebut.
Danang arradian
(ars)