Blackberry Alihkan Fokus ke Enterprise

Selasa, 02 Juni 2015 - 12:24 WIB
Blackberry Alihkan Fokus ke Enterprise
Blackberry Alihkan Fokus ke Enterprise
A A A
Device memang masih menjadi satu dari empat fokus utama BlackBerry. Namun, perusahaan asal Kanada itu kini benar-benar ingin fokus di bisnis enterprise.

Mulanya fokus utama perusahaan yang dulunya bernama Research In Motion (RIM) tersebut memang di pasar korporat. Antara lain menyediakan solusi untuk mempermudah bisnis perusahaan. Mereka sukses besar ketika memutuskan terjun ke segmen retail, merajai segmen smartphone, sebelum akhirnya diambil alih oleh iOS dan Android.

Satu-satunya bisnis BlackBerry yang masih tak tergoyahkan hanya di segmen enterprise. Layanan ini masih banyak digunakan oleh perusahaan besar maupun lembaga pemerintah. Alasannya simpel: keamanan. Begitu John Chen resmi menjadi CEO BlackBerry, langkah pertama yang ia lakukan adalah mengalihkan fokus perusahaan ke segmen enterprise.

Dan ternyata pergantian kepemimpinan serta strategi serupa itu juga dilakukan di Indonesia. Sudah sejak tiga bulan terakhir ini Managing Director BlackBerry Indonesia dijabat oleh Sofran Irchamni. Sofran sudah lama menggeluti bisnis enterprise, bergabung di perusahaan seperti Oracle dan HP (Hewlett- Packard).

Berbeda dengan Managing Director sebelumnya, Masipiyono Handoyo, yang lebih berfokus pada ritel. BlackBerry Enterprise Service (BES) 12 kini jadi andalan BlackBerry untuk berjualan di Indonesia. ”Mulanya BES 5 hanya bisa berjalan untuk pengguna device BlackBerry. Tapi, BES12 sudah bisa multiplatform di semua perangkat iOS dan Android,” kata Sofran.

Karena targetnya enterprise, maka BES berbeda dengan sistem operasi BlackBerry untuk konsumen. Salah satunya, di satu perangkat akan punya dua ”kamar” yang disebut ”container”. Lewat ”container” ini pengguna BES 12 bisa memisahkan kepentingan pribadi dengan kepentingan pekerjaan cukup dengan melakukan switch.

”Di mode BES maka semua email hingga aplikasi yang terinstal dienkripsi jadi sangat aman. Pemilik perusahaan pun dapat memantau dan melakukan tindakan apabila BlackBerry milik salah satu karyawan hilang,” ungkap Sofran yang menyebut pengguna BES dikontrol terpusat dalam satu server yang sama dengan 25 ribu user. Keamanan, lanjut Sofran, menjadi kunci BlackBerry dalam bertransformasi dari berjualan deviceke non-device.

”Hanya BlackBerry yang mendapat approval dari Department of Defense Amerika Serikat dan Jerman. Bahkan Barrack Obama dan Angela Merkel saja hanya mau memakai BlackBerry,” paparnya. BlackBerry yang baru saja mengakui WatchDox dan perusahaan enkripsi Secusmart itu juga berkolaborasi dengan Samsung untuk menyediakan solusi enterprise Samsung Knox.

”Kami memakai skema bisnis bagi hasil,” ungkapnya. Solusi BES 12 sendiri dibanderol USD 125 per device untuk seumur hidup dan USD 70 per deviceselama setahun. “Selama ini kontribusi device masih paling besar. Device90% dan enterprise10%. Namun perlahan kami akan shiftingsejak memutuskan fokus di enterprise,” paparnya. Saat ini ada sekitar 50 hingga 100 perusahaan di Indonesia yang tengah dijajaki bermigrasi ke BES 12. Antara lain yang bergerak di sektor telekomunikasi, perbankan, finansial, dan migas.

Penuh Risiko

Semakin kencang prosesor di smartphone, bisa semakin mempermudah upaya hackeruntuk mengeksploitasinya. Logikanya, semakin banyak core milik sebuah ponsel, maka perangakat genggam itu mampu memproses perintah lebih rumit. “Aplikasi buatan hackerjadi semakin rmit. Kecepatan perangkat yang mereka tunggangi untuk memproses passwordpun jadi semakin tinggi,” ujarnya.

Bayangkan jika ponsel tersebut terhubung dengan server dan tersuplai dengan data-data penting sebuah perusahaan. Peretas yang berhasil menjebol keamanannya juga akan punya kesempatan mengambil data tersebut. “Untuk perusahaan yang mengusung BYOD, tentu ini sangat berbahaya,” lanjut pria lulusan Departemen Fisika Institut Teknologi Bandung (ITB) itu.

Tren BYOD alias bring your own deviceterjadi ketika perusahaan mengizinkan pegawainya menggunakan perangkat milik sendiri untuk menunjang pekerjaan. Kebijakan BYOD ini memiliki banyak keprakisan dan meningkatkan produktifitas. Tapi, disisi lain juga membahayakan nasib perusahaan. Terutama jika perangkat itu hilang atau tercuri.

Binti mufarida
(bbg)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.5877 seconds (0.1#10.140)