Ilmuan Australia Temukan Terapi Imun untuk Obati Malaria
A
A
A
JAKARTA - Sebuah terobosan baru dalam dunia kesehatan kembali hadir. Ilmuan asal Australia, Michelle Wykes berhasil menemukan terapi penyakit malaria tanpa obat. Michelle berhasil menyembuhkan malaria dengan sistem kekebalan tubuh.
Dalam penelitiannya, ia telah melakukan identifikasi molekul dalam tubuh dengan penyakit malaria untuk mengembangkan terapi ini.
"Dalam tubuh kita, sel-sel saling berkomunikasi melalui molekul-molekul ini. Ketika ada penyakit, biasanya komunikasi tidak berjalan dengan baik. Karena molekul dalam tubuh tidak melakukan fungsinya saat terserang penyakit," papar peneliti dari Australian Research Council (ARC) dan juga Kepala Molecular Immunology Laboratory di QIMR Berghofer Medical Research Institute, Brisbane Australia, Michelle Wykes saat pertemuan antar ilmuan Australia dan Indonesia, di JS Luwansa, Jakarta, Senin (27/7/2015).
Menurut Michelle, hingga saat ini obat dinilai tidak efektif untuk menyembuhkan penderita malaria. Hal ini disebabkan oleh sistem kekebalan tubuh yang telah berubah kondisi akibat terserang penyakit. Sementara itu, sistem kekebalan tubuh diubah oleh parasit.
Metode ini bukanlah hal baru di dunia medis. Sebelumnya, terapi imun juga pernah digunakan untuk pengobatan kanker. "Dalam terapi imun nantinya akan memblokir molekul yang tidak berfungsi dalam tubuh, sehingga dapat memperkuat sistem imun. Cotohnya, dalam imunoterapi untuk kanker, molekul PD 1 yang memberikan sinyal negatif dalam tubuh. Molekul PD 1 itu kemudian diblok agar sistem dalam tubuh kembali normal," kata dia.
Pada dasarnya, prinsip-prinsip imunoterapi untuk kanker akan dipakai terapi untuk malaria. Malaria merupakan penyakit yang disebabkan oleh infeksi parasit plasmodium. Penyakit ini ditularkan oleh nyamuk kepada manusia. Namun, jika sudah pernah terkena malaria tak menutup kemungkinan dapat kembali terinfeksi.
"Sebab, sistem imun sudah tidak bisa menangkal penyakit dengan cepat. Namun dengan adanya terapi imun, diharapkan dapat menyembuhkan malaria atau mencegah seseorang terkena malaria untuk kedua kalinya," tandasnya.
Dalam penelitiannya, ia telah melakukan identifikasi molekul dalam tubuh dengan penyakit malaria untuk mengembangkan terapi ini.
"Dalam tubuh kita, sel-sel saling berkomunikasi melalui molekul-molekul ini. Ketika ada penyakit, biasanya komunikasi tidak berjalan dengan baik. Karena molekul dalam tubuh tidak melakukan fungsinya saat terserang penyakit," papar peneliti dari Australian Research Council (ARC) dan juga Kepala Molecular Immunology Laboratory di QIMR Berghofer Medical Research Institute, Brisbane Australia, Michelle Wykes saat pertemuan antar ilmuan Australia dan Indonesia, di JS Luwansa, Jakarta, Senin (27/7/2015).
Menurut Michelle, hingga saat ini obat dinilai tidak efektif untuk menyembuhkan penderita malaria. Hal ini disebabkan oleh sistem kekebalan tubuh yang telah berubah kondisi akibat terserang penyakit. Sementara itu, sistem kekebalan tubuh diubah oleh parasit.
Metode ini bukanlah hal baru di dunia medis. Sebelumnya, terapi imun juga pernah digunakan untuk pengobatan kanker. "Dalam terapi imun nantinya akan memblokir molekul yang tidak berfungsi dalam tubuh, sehingga dapat memperkuat sistem imun. Cotohnya, dalam imunoterapi untuk kanker, molekul PD 1 yang memberikan sinyal negatif dalam tubuh. Molekul PD 1 itu kemudian diblok agar sistem dalam tubuh kembali normal," kata dia.
Pada dasarnya, prinsip-prinsip imunoterapi untuk kanker akan dipakai terapi untuk malaria. Malaria merupakan penyakit yang disebabkan oleh infeksi parasit plasmodium. Penyakit ini ditularkan oleh nyamuk kepada manusia. Namun, jika sudah pernah terkena malaria tak menutup kemungkinan dapat kembali terinfeksi.
"Sebab, sistem imun sudah tidak bisa menangkal penyakit dengan cepat. Namun dengan adanya terapi imun, diharapkan dapat menyembuhkan malaria atau mencegah seseorang terkena malaria untuk kedua kalinya," tandasnya.
(nfl)