Strategi Peningkatan Keterampilan untuk Mempersiapkan SDM Indonesia Menghadapi 2045
loading...
A
A
A
JAKARTA - Visi Indonesia 2045 mencerminkan cita-cita besar untuk menjadi negara berpenghasilan tinggi tepat pada seratus tahun kemerdekaannya. Saat ini, Indonesia telah mencapai status negara berpenghasilan menengah, ditandai dengan pertumbuhan ekonomi yang kuat dan penurunan signifikan dalam angka kemiskinan ekstrem. Namun, Indonesia masih perlu memperbesar populasi kelas menengah sebagai pendorong utama pembangunan dan langkah strategis menuju status negara berpenghasilan tinggi di tahun 2045.
Kita tidak punya banyak waktu, bonus demografi Indonesia diperkirakan akan terjadi pada tahun 2030. Sesudah itu, rasio antara penduduk usia produktif dengan penduduk usia tidak produktif akan terus menurun. Pada tahun 2041, diperkirakan jumlah penduduk usia non-produktif akan melampaui penduduk yang produktif. Agar pertumbuhan kesejahteraan per kapita Indonesia terus naik, kita harus memastikan penduduk usia produktif ini memiliki produktivitas (gaji/pendapatan) yang tinggi. Faktanya, dengan jumlah penduduk mencapai 280 juta jiwa dan 152 juta orang angkatan kerja pada 2024 ini, rata-rata upah buruh baru mencapai Rp3.267.618 per bulan, masih jauh dari standar upah yang menjadi syarat Indonesia untuk menjadi negara maju yaitu Rp10.000.000 per bulan atau US$10.000 per tahun tahun.
Tantangan lainnya adalah dari sisi pasar kerja. Menurut laporan “Future of Jobs Report” oleh World Economic Forum, kecerdasan buatan, otomatisasi, dan transisi ramah lingkungan dengan cepat mengubah lansekap pasar kerja. Disebutkan juga bahwa pada tahun 2027, 23% pekerjaan akan berubah, dan diperkirakan akan ada 69 juta pekerjaan baru. Bahkan, LinkedIn Indonesia memperkirakan 41% skills yang dibutuhkan akan berubah selama 2015-2025. Jadi, kita harus memastikan SDM kita memiliki skill yang tepat dan sesuai dengan kebutuhan pasar. Hasil survei Linkedin 2023 menyebutkan keterampilan yang dibutuhkan pada suatu pekerjaan berubah hingga 65% sekitar 5 tahun lagi akibat dampak disrupsi AI. Ini berarti keterampilan yang dimiliki saat ini mungkin tidak akan relevan lagi dalam beberapa tahun ke depan. Kesenjangan atau gap keterampilan yang dimiliki angkatan kerja kita akan semakin melebar dengan tuntutan pasar kerja.
Kondisi ini menegaskan pentingnya program peningkatan keterampilan selepas pendidikan formal. Sehingga ada transisi yang mulus dari dunia pendidikan ke dunia kerja. Sejak 2020 Prakerja telah menjadi salah satu program pemerintah yang difokuskan untuk peningkatan skill, reskilling, maupun upskilling dalam bentuk beasiswa pelatihan dan dirancang untuk memberikan pelatihan berbasis kebutuhan pasar agar peserta tetap kompetitif dan produktif. Dengan pendekatan yang inklusif dan ekosistem yang kuat, serta sistem berbasis digital yang memastikan aksesibilitas yang luas, Prakerja telah menjadi instrumen vital bagi angkatan kerja Indonesia.
Denni Puspa Purbasari, Direktur Eksekutif Prakerja mengatakan, selama lima tahun berjalan, Prakerja telah konsisten memanfaatkan peluang emas peningkatan kualitas SDM Indonesia. “Hasil survei evaluasi yang dilakukan Prakerja di 2024 menunjukkan bahwa 92% peserta Prakerja menilai Program Kartu Prakerja dapat meningkatkan keterampilan mereka,” tambah Denni. Hal ini diperkuat oleh Studi DEFINIT-Asian Development Bank pada tahun 2023 yang menyebutkan Prakerja berdampak terhadap peningkatan keterampilan, kompetensi dan produktivitas sebesar 83%. Prakerja juga berkontribusi pada peningkatan pendapatan penerima sebesar 15,6-17,6% lebih tinggi dibanding non-penerima, atau sebesar Rp234.000 - Rp264.000 per bulan secara rata-rata (Studi SVARA Institute, 2023).
Menghadapi peluang masa depan, Prakerja melihat bahwa strategi pengembangan kualitas SDM Indonesia tidak bisa hanya menggunakan satu metode yang fit for all untuk peningkatan skill. Karena itu, sejak 2020, Prakerja fokus pada penyediaan skilling melalui Initial Vocational Education and Training (IVET), serta upskilling dan reskilling melalui Continuous Vocational Education and Training (CVET), dengan menawarkan jalur pembelajaran fleksibel yang sesuai dengan kebutuhan pembelajar. Strategi ini cocok dan patut untuk terus diimplementasikan di Indonesia.
Adapun Prakerja sebagai IVET berperan dalam menyediakan akses bagi individu yang baru lulus sekolah atau perguruan tinggi maupun bagi mereka yang belum memiliki pengalaman kerja. Pelatihan yang ditawarkan mencakup keterampilan yang bersifat fundamental seperti soft skills dan keterampilan teknis. Sementara itu, Prakerja sebagai CVET mencakup pelatihan berkelanjutan yang dirancang untuk pekerja yang sudah berada di pasar kerja, bertujuan untuk meningkatkan atau memperbarui keterampilan. Sehingga, selain pencari kerja, para pekerja atau wirausaha yang ingin meningkatkan kompetensi untuk memenuhi tuntutan pasar kerja yang dinamis, maupun masyarakat yang ingin berganti karier atau memperluas keahlian dalam bidang baru, dapat memperoleh akses ke pelatihan berkualitas.
Teknologi seperti kecerdasan buatan atau AI, juga secara aktif diadaptasi oleh Prakerja dalam sistem operasionalnya dan berpotensi untuk terus dikembangkan. AI ke depannya dapat semakin memaksimalkan sistem pembelajaran adaptif juga pemberian rekomendasi dan perencanaan karir secara menyeluruh. Selain itu, teknologi machine learning juga diimplementasikan untuk menghubungkan para pencari kerja dengan peluang yang tepat melalui portal kerja dalam ekosistem Prakerja. Dengan mempertimbangkan lokasi, minat, keterampilan, serta pengalaman, sistem ini menawarkan rekomendasi yang relevan bagi pekerja dan pemberi kerja. Hasilnya, terwujud ekosistem pasar kerja yang efisien, di mana kebutuhan tenaga ahli untuk mendukung berbagai program prioritas Indonesia dapat terpenuhi, sekaligus memberdayakan angkatan kerja Indonesia secara berkelanjutan.
Prakerja adalah program Government-to-Person (G2P) 3.0 pertama di Indonesia yang sepenuhnya digital dan telah menghadirkan transparansi juga kemudahan akses pelatihan pada 18,9 juta masyarakat Indonesia. Sebagai bentuk komitmen dari transparansi program, Prakerja juga telah menyediakan data statistik yang dapat diakses secara terbuka melalui statistik.prakerja.go.id. Pada perjalanan 100 tahun kemerdekaan Indonesia ini, kita tidak bisa buang waktu. “Memastikan keberlanjutan dan peningkatan dampak dari program-program yang telah berjalan serta mendorong inovasi untuk menjawab tantangan baru, adalah prioritas utama,”tutupDenni.
Kita tidak punya banyak waktu, bonus demografi Indonesia diperkirakan akan terjadi pada tahun 2030. Sesudah itu, rasio antara penduduk usia produktif dengan penduduk usia tidak produktif akan terus menurun. Pada tahun 2041, diperkirakan jumlah penduduk usia non-produktif akan melampaui penduduk yang produktif. Agar pertumbuhan kesejahteraan per kapita Indonesia terus naik, kita harus memastikan penduduk usia produktif ini memiliki produktivitas (gaji/pendapatan) yang tinggi. Faktanya, dengan jumlah penduduk mencapai 280 juta jiwa dan 152 juta orang angkatan kerja pada 2024 ini, rata-rata upah buruh baru mencapai Rp3.267.618 per bulan, masih jauh dari standar upah yang menjadi syarat Indonesia untuk menjadi negara maju yaitu Rp10.000.000 per bulan atau US$10.000 per tahun tahun.
Tantangan lainnya adalah dari sisi pasar kerja. Menurut laporan “Future of Jobs Report” oleh World Economic Forum, kecerdasan buatan, otomatisasi, dan transisi ramah lingkungan dengan cepat mengubah lansekap pasar kerja. Disebutkan juga bahwa pada tahun 2027, 23% pekerjaan akan berubah, dan diperkirakan akan ada 69 juta pekerjaan baru. Bahkan, LinkedIn Indonesia memperkirakan 41% skills yang dibutuhkan akan berubah selama 2015-2025. Jadi, kita harus memastikan SDM kita memiliki skill yang tepat dan sesuai dengan kebutuhan pasar. Hasil survei Linkedin 2023 menyebutkan keterampilan yang dibutuhkan pada suatu pekerjaan berubah hingga 65% sekitar 5 tahun lagi akibat dampak disrupsi AI. Ini berarti keterampilan yang dimiliki saat ini mungkin tidak akan relevan lagi dalam beberapa tahun ke depan. Kesenjangan atau gap keterampilan yang dimiliki angkatan kerja kita akan semakin melebar dengan tuntutan pasar kerja.
Kondisi ini menegaskan pentingnya program peningkatan keterampilan selepas pendidikan formal. Sehingga ada transisi yang mulus dari dunia pendidikan ke dunia kerja. Sejak 2020 Prakerja telah menjadi salah satu program pemerintah yang difokuskan untuk peningkatan skill, reskilling, maupun upskilling dalam bentuk beasiswa pelatihan dan dirancang untuk memberikan pelatihan berbasis kebutuhan pasar agar peserta tetap kompetitif dan produktif. Dengan pendekatan yang inklusif dan ekosistem yang kuat, serta sistem berbasis digital yang memastikan aksesibilitas yang luas, Prakerja telah menjadi instrumen vital bagi angkatan kerja Indonesia.
Denni Puspa Purbasari, Direktur Eksekutif Prakerja mengatakan, selama lima tahun berjalan, Prakerja telah konsisten memanfaatkan peluang emas peningkatan kualitas SDM Indonesia. “Hasil survei evaluasi yang dilakukan Prakerja di 2024 menunjukkan bahwa 92% peserta Prakerja menilai Program Kartu Prakerja dapat meningkatkan keterampilan mereka,” tambah Denni. Hal ini diperkuat oleh Studi DEFINIT-Asian Development Bank pada tahun 2023 yang menyebutkan Prakerja berdampak terhadap peningkatan keterampilan, kompetensi dan produktivitas sebesar 83%. Prakerja juga berkontribusi pada peningkatan pendapatan penerima sebesar 15,6-17,6% lebih tinggi dibanding non-penerima, atau sebesar Rp234.000 - Rp264.000 per bulan secara rata-rata (Studi SVARA Institute, 2023).
Menghadapi peluang masa depan, Prakerja melihat bahwa strategi pengembangan kualitas SDM Indonesia tidak bisa hanya menggunakan satu metode yang fit for all untuk peningkatan skill. Karena itu, sejak 2020, Prakerja fokus pada penyediaan skilling melalui Initial Vocational Education and Training (IVET), serta upskilling dan reskilling melalui Continuous Vocational Education and Training (CVET), dengan menawarkan jalur pembelajaran fleksibel yang sesuai dengan kebutuhan pembelajar. Strategi ini cocok dan patut untuk terus diimplementasikan di Indonesia.
Adapun Prakerja sebagai IVET berperan dalam menyediakan akses bagi individu yang baru lulus sekolah atau perguruan tinggi maupun bagi mereka yang belum memiliki pengalaman kerja. Pelatihan yang ditawarkan mencakup keterampilan yang bersifat fundamental seperti soft skills dan keterampilan teknis. Sementara itu, Prakerja sebagai CVET mencakup pelatihan berkelanjutan yang dirancang untuk pekerja yang sudah berada di pasar kerja, bertujuan untuk meningkatkan atau memperbarui keterampilan. Sehingga, selain pencari kerja, para pekerja atau wirausaha yang ingin meningkatkan kompetensi untuk memenuhi tuntutan pasar kerja yang dinamis, maupun masyarakat yang ingin berganti karier atau memperluas keahlian dalam bidang baru, dapat memperoleh akses ke pelatihan berkualitas.
Teknologi seperti kecerdasan buatan atau AI, juga secara aktif diadaptasi oleh Prakerja dalam sistem operasionalnya dan berpotensi untuk terus dikembangkan. AI ke depannya dapat semakin memaksimalkan sistem pembelajaran adaptif juga pemberian rekomendasi dan perencanaan karir secara menyeluruh. Selain itu, teknologi machine learning juga diimplementasikan untuk menghubungkan para pencari kerja dengan peluang yang tepat melalui portal kerja dalam ekosistem Prakerja. Dengan mempertimbangkan lokasi, minat, keterampilan, serta pengalaman, sistem ini menawarkan rekomendasi yang relevan bagi pekerja dan pemberi kerja. Hasilnya, terwujud ekosistem pasar kerja yang efisien, di mana kebutuhan tenaga ahli untuk mendukung berbagai program prioritas Indonesia dapat terpenuhi, sekaligus memberdayakan angkatan kerja Indonesia secara berkelanjutan.
Prakerja adalah program Government-to-Person (G2P) 3.0 pertama di Indonesia yang sepenuhnya digital dan telah menghadirkan transparansi juga kemudahan akses pelatihan pada 18,9 juta masyarakat Indonesia. Sebagai bentuk komitmen dari transparansi program, Prakerja juga telah menyediakan data statistik yang dapat diakses secara terbuka melalui statistik.prakerja.go.id. Pada perjalanan 100 tahun kemerdekaan Indonesia ini, kita tidak bisa buang waktu. “Memastikan keberlanjutan dan peningkatan dampak dari program-program yang telah berjalan serta mendorong inovasi untuk menjawab tantangan baru, adalah prioritas utama,”tutupDenni.
(dra)