Beramal Harus Menyenangkan
A
A
A
DI tangan para anak muda ini, beramal jadi sesuatu yang tidak hanya bermanfaat, juga kreatif dan menyenangkan. Tak hanya menyenangkan bagi si pemberi sumbangan, juga mereka yang menjadi mediator penerima sumbangan.
Pagi baru saja bergerak, Hariadhi, 31, sudah siap dengan sepatu olahraganya. Olahraga lari adalah tujuannya hari ini. Ditemani udara sejuk dan sawah yang membentang hijau, lari berkilo-kilo meter dijalaninya. Sekilas, olahraga yang dilakukan Hariadhi adalah kegiatan yang biasa dilakukan oleh orang banyak. Namun, lari yang dilakukannya ini sebenarnya bukan lari biasa.
Hariadhi menyebut olahraga larinya sebagai #laribayaran. Ini adalah sebuah program donasi yang dibuatnya untuk membantu pembuatan pembangkit listrik tenaga angin di daerah terpencil, yaitu di Pulau Parang, Karimun, Jawa Tengah. Cara kerjanya, Hariadhi akan berlari sejauh 1 km untuk siapa pun yang berdonasi Rp30.000.
Dia memiliki target berlari hingga 700 km atau setara dengan uang Rp21 juta. Saat ini, Hariadhi dibantu oleh dua orang rekannya untuk menerima “orderan” lari dari para penyumbang #laribayaran. Ada kisah menarik berkaitan dengan ide awal #laribayaran. Menurut Hariadhi, dirinya kerap menjadi korban bullykarena berat badannya.
Dia pun bertekad untuk melakukan olahraga agar tidak terus dihina. “Mereka tidak merasakan sulitnya mengembalikan berat badan ke normal. Tak semudah diteorikan. Menurunkan berat badan dengan olahraga itu harus dibuat bertahap dan fun,” ujarnya Hariadhi yang kerap berlari sampai luar Jakarta, seperti ke Payakumbuh hingga Jambi.
Dari keinginan terbebas dari bully tersebut, lalu muncullah #laribayaran. “Kapan lagi kita bisa menyehatkan badan, sekaligus dibayar ramai-ramai oleh masyarakat dan hasil fundraising-nya akan membantu kehidupan rakyat di pulau terpencil pula,” ungkapnya.
Hal yang juga menarik, Hariadhi selalu postingcerita, foto-foto, bahkan video tentang aktivitas larinya itu agar bisa dilihat langsung oleh para pendonor dan para follower-nya di Twitter. Inilah yang disebut donasi yang menyenangkan itu. Sang penyumbang bisa membantu kehi-dupan di pulau terpencil sekaligus terhibur dengan foto-foto dari Hariadhi, sementara Hariadhi bisa hidup sehat dan menurunkan berat badannya.
Selain Hariadhi dan rekanrekannya, ada pula Hidayat Firmansyah yang menggagas @larisekilo. Dia akan berlari sepanjang 1 km untuk setiap donasi sebesar Rp100.000. “Saya teringat kisah Marathon Man di Inggris yang berlari 42 km tiap hari untuk mengumpulkan dana bagi anak-anak yang sakit di sana. Saya terinspirasi dan memutuskan untuk melakukan hal serupa, tapi tentu dengan skala lari yang lebih kecil karena saya pelari amatir,” ungkap Firman yang mendedikasikan kegiatan amal ini untuk warga Rohingya.
Seluruh donasi tersebut dia sumbangkan melalui Dompet Dhuafa. Donasi dengan cara unik lainnya dikerjakan oleh Komunitas Lemari Buku-Buku. Menurut Rukii Naraya, 33, sebagai perwakilan dari komunitas tersebut, setiap mereka yang menyumbang buku, wajahnya akan dibuatkan sketsa oleh anggota komunitas ini. Ini jelas donasi yang menyenangkan semua pihak.
Pemberi buku bisa dapat oleh-oleh sketsa wajah gratis, sementara anakanak yang membutuhkan buku bisa meningkatkan pengetahuannya. “Melihat ekspresi para donatur yang kita gambar wajahnya dan melihat anak-anak senang dengan buku yang kita berikan merupakan suatu kegembiraan sendiri yang kita rasakan,” tutur Rukii yang bersama komunitasnya sudah menyumbangkan buku ke Magelang, Sinabung, NTT, hingga Papua.
Hasil dari donasi kreatif yang dilakukan bisa dibilang cukup memuaskan. Contohnya saja #laribayaranyang sejak diluncurkan pada pertengahan Juli ini, sudah mengumpulkan dana sekira Rp2 juta, sementara @larisekilosudah mendapat dana Rp17,8 juta.
Adapun Komunitas Lemari Buku-buku setiap bulannya selalu mengirimkan satu kardus besar buku untuk anak-anak yang membutuhkan. Dengan jumlah yang terkumpul tersebut, donasi dengan cara yang kreatif nan unik ini memang relatif mendapatkan respon yang positif dari masyarakat.
Mereka yang tertarik menyumbang percaya bahwa uang yang mereka donasikan akan dimanfaatkan dengan baik karena ada unsur storytelling dan hiburan di dalamnya. “Mengumpulkan donasi itu bagus, tapi juga harus dipikirkan bagaimana melibatkan donatur agar tak sekadar menyumbang uang lalu selesai. Butuh lebih banyak unsur fundan sekaligus edukasi. Mereka juga harus dapat experience menarik,” ungkap Hariadhi.
“Kita harus peka dengan keadaan sekitar. Jika ada hal yang memang perlu dibantu, jika memang tidak bisa melakukannya sendiri, kita bisa mengajak orang lain untuk berkolaborasi,” tambah Rukki. Satu lagi yang menarik. Donasi dengan cara kreatif ini umumnya diinisiasi dan diminati oleh kaum muda.
Menurut Hariadhi, inilah imbas positif dari hadirnya media sosial yang dimanfaatkan oleh orangorang kreatif. “Biasanya anak muda yang gemar media sosial yang melakukan donasi karena kebanyakan donasi unik ini berawal dari media sosial,” tutur Hariadhi.
Andari novianti
Pagi baru saja bergerak, Hariadhi, 31, sudah siap dengan sepatu olahraganya. Olahraga lari adalah tujuannya hari ini. Ditemani udara sejuk dan sawah yang membentang hijau, lari berkilo-kilo meter dijalaninya. Sekilas, olahraga yang dilakukan Hariadhi adalah kegiatan yang biasa dilakukan oleh orang banyak. Namun, lari yang dilakukannya ini sebenarnya bukan lari biasa.
Hariadhi menyebut olahraga larinya sebagai #laribayaran. Ini adalah sebuah program donasi yang dibuatnya untuk membantu pembuatan pembangkit listrik tenaga angin di daerah terpencil, yaitu di Pulau Parang, Karimun, Jawa Tengah. Cara kerjanya, Hariadhi akan berlari sejauh 1 km untuk siapa pun yang berdonasi Rp30.000.
Dia memiliki target berlari hingga 700 km atau setara dengan uang Rp21 juta. Saat ini, Hariadhi dibantu oleh dua orang rekannya untuk menerima “orderan” lari dari para penyumbang #laribayaran. Ada kisah menarik berkaitan dengan ide awal #laribayaran. Menurut Hariadhi, dirinya kerap menjadi korban bullykarena berat badannya.
Dia pun bertekad untuk melakukan olahraga agar tidak terus dihina. “Mereka tidak merasakan sulitnya mengembalikan berat badan ke normal. Tak semudah diteorikan. Menurunkan berat badan dengan olahraga itu harus dibuat bertahap dan fun,” ujarnya Hariadhi yang kerap berlari sampai luar Jakarta, seperti ke Payakumbuh hingga Jambi.
Dari keinginan terbebas dari bully tersebut, lalu muncullah #laribayaran. “Kapan lagi kita bisa menyehatkan badan, sekaligus dibayar ramai-ramai oleh masyarakat dan hasil fundraising-nya akan membantu kehidupan rakyat di pulau terpencil pula,” ungkapnya.
Hal yang juga menarik, Hariadhi selalu postingcerita, foto-foto, bahkan video tentang aktivitas larinya itu agar bisa dilihat langsung oleh para pendonor dan para follower-nya di Twitter. Inilah yang disebut donasi yang menyenangkan itu. Sang penyumbang bisa membantu kehi-dupan di pulau terpencil sekaligus terhibur dengan foto-foto dari Hariadhi, sementara Hariadhi bisa hidup sehat dan menurunkan berat badannya.
Selain Hariadhi dan rekanrekannya, ada pula Hidayat Firmansyah yang menggagas @larisekilo. Dia akan berlari sepanjang 1 km untuk setiap donasi sebesar Rp100.000. “Saya teringat kisah Marathon Man di Inggris yang berlari 42 km tiap hari untuk mengumpulkan dana bagi anak-anak yang sakit di sana. Saya terinspirasi dan memutuskan untuk melakukan hal serupa, tapi tentu dengan skala lari yang lebih kecil karena saya pelari amatir,” ungkap Firman yang mendedikasikan kegiatan amal ini untuk warga Rohingya.
Seluruh donasi tersebut dia sumbangkan melalui Dompet Dhuafa. Donasi dengan cara unik lainnya dikerjakan oleh Komunitas Lemari Buku-Buku. Menurut Rukii Naraya, 33, sebagai perwakilan dari komunitas tersebut, setiap mereka yang menyumbang buku, wajahnya akan dibuatkan sketsa oleh anggota komunitas ini. Ini jelas donasi yang menyenangkan semua pihak.
Pemberi buku bisa dapat oleh-oleh sketsa wajah gratis, sementara anakanak yang membutuhkan buku bisa meningkatkan pengetahuannya. “Melihat ekspresi para donatur yang kita gambar wajahnya dan melihat anak-anak senang dengan buku yang kita berikan merupakan suatu kegembiraan sendiri yang kita rasakan,” tutur Rukii yang bersama komunitasnya sudah menyumbangkan buku ke Magelang, Sinabung, NTT, hingga Papua.
Hasil dari donasi kreatif yang dilakukan bisa dibilang cukup memuaskan. Contohnya saja #laribayaranyang sejak diluncurkan pada pertengahan Juli ini, sudah mengumpulkan dana sekira Rp2 juta, sementara @larisekilosudah mendapat dana Rp17,8 juta.
Adapun Komunitas Lemari Buku-buku setiap bulannya selalu mengirimkan satu kardus besar buku untuk anak-anak yang membutuhkan. Dengan jumlah yang terkumpul tersebut, donasi dengan cara yang kreatif nan unik ini memang relatif mendapatkan respon yang positif dari masyarakat.
Mereka yang tertarik menyumbang percaya bahwa uang yang mereka donasikan akan dimanfaatkan dengan baik karena ada unsur storytelling dan hiburan di dalamnya. “Mengumpulkan donasi itu bagus, tapi juga harus dipikirkan bagaimana melibatkan donatur agar tak sekadar menyumbang uang lalu selesai. Butuh lebih banyak unsur fundan sekaligus edukasi. Mereka juga harus dapat experience menarik,” ungkap Hariadhi.
“Kita harus peka dengan keadaan sekitar. Jika ada hal yang memang perlu dibantu, jika memang tidak bisa melakukannya sendiri, kita bisa mengajak orang lain untuk berkolaborasi,” tambah Rukki. Satu lagi yang menarik. Donasi dengan cara kreatif ini umumnya diinisiasi dan diminati oleh kaum muda.
Menurut Hariadhi, inilah imbas positif dari hadirnya media sosial yang dimanfaatkan oleh orangorang kreatif. “Biasanya anak muda yang gemar media sosial yang melakukan donasi karena kebanyakan donasi unik ini berawal dari media sosial,” tutur Hariadhi.
Andari novianti
(ftr)