Teknik Terbaru Koreksi Hidung

Senin, 03 Agustus 2015 - 08:21 WIB
Teknik Terbaru Koreksi Hidung
Teknik Terbaru Koreksi Hidung
A A A
DI dunia kecantikan, hidung menjadi salah satu bagian tubuh yang sering mengalami koreksi. Seiring perkembangan teknologi, koreksi tersebut dilakukan dengan prosedur yang lebih efisien dan aman hingga bisa didapat bentuk hidung ideal tanpa risiko berlebihan.

Secara genetik, orang Indonesia juga orang Asia lainnya, memiliki hidung berkategori blade nose atau hidung pesek dengan lubang hidung yang lebar. Hal itu disebabkan oleh kontur tulang hidung yang cenderung datar atau kurang menonjol. Bentuk ini kerap dianggap tidak ideal oleh masyarakat Indonesia, padahal justru bentuk hidung lebar lebih baik untuk pernapasan.

“Hidung yang pesek yang umumnya lubang hidungnya lebih besar lebih bagus untuk bernapas,” kata Ketua Perhimpunan Dokter Estetika Indonesia (Perdesti) dr Teguh Tanuwidjaja M Biomed (AAM) pada acara Beauty Professional Indonesia 2015 di JCC, Senayan, Jakarta pada 30 Juli lalu. Dr Teguh memberi contoh tentang kondisi para pemain bola Eropa.

Mereka kerap menggunakan plester yang ditempel di bagian hidung. “Cara tersebut dianggap dapat melebarkan rongga atau lubang hidung sehingga jumlah oksigen yang masuk akan lebih banyak dan detak jantung pun menjadi lebih stabil. Orang Eropa kebanyakan ingin hidungnya lebar, seperti hidung orang Indonesia. Sementara orang Indonesia ingin hidung yang mancung seperti orang Barat,” tambah dr Teguh.

Menurut dia, orang Indonesia biasanya mengoreksi hidung mereka dengan menambah volume hidung agar tampak ideal. Saat ini, sudah banyak teknologi atau alat yang digunakan untuk menambah volume hidung tanpa perlu melakukan tindakan operasi. Namun sebaliknya, persoalan mengurangi volume hidung hanya bisa dilakukan melalui tindakan operasi.

Prosedur pengurangan volume hidung biasanya melibatkan perubahan struktur tulang. “Bila memang ingin memancungkan hidung, hal penting yang harus diperhatikan adalah penggunaan alat-alat serta bahan untuk tubuh manusia harus memiliki atau melewati riset ilmiah,” ujar dr Teguh.

Lebih lanjut dr Teguh menjelaskan, terdapat dua teknik pemancungan hidung, yaitu totally invasive dan noninvasif. Teknik invasif merupakan cara pengujian yang melibatkan operasi atau memasukkan suatu peralatan ke dalam tubuh. Sementara cara non-invasif tidak memerlukan pembedahan dan hanya memerlukan kontak langsung antara alat dan bagian tubuh.

“Untuk noninvasif memang bisa dikerjakan dokter layanan primer yang memiliki kapabilitas di bidang itu. Sementara cara invasif tentunya harus dikerjakan dokter ahli bedah plastik,” tandasnya. Jika upaya memancungkan hidung dilakukan dengan cara mengubah kontur tulang, lanjutnya, maka tidak ada cara lain kecuali dengan jalan invasif atau bedah.

Bila ingin menambah daging saja, hanya menyuntikkan filler saja sudah cukup. “Bila ingin sampai mancung atau runcing, tentu harus dengan kombinasi keduanya, yaitu operasi bedah plastik dan filler . Tindakan ini akan menjadi sangat berbahaya jika yang melakukannya bukan dokter ahli,” kata dokter Teguh.

Sementara itu, menurut Dr Patrick Bowler selaku Medical Director The Court House Clinic, Inggris, salah satu prosedur koreksi hidung yang saat ini tengah populer adalah prosedur rhinoplasty nonbedah melalui penyuntikan filler . Filler merupakan teknik penyuntikan zat asam hialuronat (HA) ke bawah lapisan kulit untuk menambah volume dan mengencangkan kulit.

Kelebihan rhinoplasty nonbedah dengan filler adalah waktu pengerjaannya yang singkat, hanya membutuhkan waktu sekitar 15-30 menit, dan tanpa efek negatif pembedahan seperti pembengkakan atau bekas jahitan.

“Prosedur ini bahkan dapat dilakukan pada jam makan siang dan pasien dapat kembali bekerja sesudahnya. Karena itu, tindakan ini dikenal juga dengan istilah Lunchtime Nose Job ,” ujar Dokter Bowler.

Dwi nur ratnaningsih
(ftr)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 1.1336 seconds (0.1#10.140)
pixels