Mengenal Metode Cuci Otak
A
A
A
MUNGKIN masih belum banyak orang yang mengetahui tentang metode cuci otak dalam penyembuhan penyakit yang menyerang syaraf, seperti stroke.
Metode ini memang tidak dikenal dalam medis. Istilah medis lebih mengenalnya sebagai metode digital substraction angiography(DSA). Metode ini diperkenalkan dan dikembangkan oleh dr Terawan Agus Putranto Sp Rad (K), seorang dokter yang juga letkol yang bertugas di Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat (RSPAD) Gatot Subroto.
Walaupun metode ini sempat dipertanyakan beberapa pihak karena banyak yang beranggapan belum ilmiah dan tidak dilakukan oleh ahlinya, nyatanya metode ini sukses menyembuhkan penderita stroke ringan ataupun berat.
“Brain washingatau cuci otak itu tidak ada dalam istilah medis, yang dikenal itu DSA yang kami modifikasi dengan tujuan meningkatkan keamanan bagi pasien, keamanan dari radiasi, dari ancaman pada ginjalnya dan keamanan dari teknik tindakannya,” ucap dr Terawan yang juga menjabat sebagai Kepala Rumah Sakit RSPAD Gatot Subroto dalam acara penghargaan Hendropriyono Strategic Consulting (HSC) di Hotel Borobudur, Jakarta, beberapa waktu lalu.
Menurut dia, metode modifikasi DSA ini dimulai dengan pemeriksaan detail terhadap pasien menggunakan diagnostik yang paling canggih lalu dilakukan check up dahulu. Pengecekan otak dimulai dengan MRI lalu neurologis melalui peralatan yang tersedia di RSPAD. “Kalau berkaitan dengan sesuatu yang ada di otak, seperti tumor perdarahan akan berkaitan dengan bedah syaraf lalu membuat tim yang langsung merapat sesuai dengan kelainan yang ada,” ucap dr Terawan.
Dia mengatakan, jika kelainan itu ada di otak atau seluruh tubuh, dokter-dokter lain seperti dokter penyakit dalam, ahli diabet, ahli jantung, bersama-sama membantu menemukan diagnosis yang pasti pada pasien. “Setelah ditemukan sesuatu, kami putuskan tindakan apa yang harus dilakukan. Apakah harus melakukan DSA untuk menentukan diagnostik sekaligus melakukan tindakan lanjutannya,” ungkap dr Terawan.
Setelah itu, menurut dr Terawan, timnya akan melakukan modifikasi dalam DSA sehingga keamanan pada pasien terjamin dan keadaan pasien jauh lebih baik karena didiagnosis dengan tepat. Dokter Terawan juga mengungkapkan cara modifikasi dari DSA yang telah dikembangkannya. Modifikasi tersebut dimulai dengan menurunkan dosis radiasi DSA biasa yang biasanya di atas 300 satuan radiasi, diturunkan menjadi 25 satuan radiasi dalam DSA biasa.
Cairan kontras yang diperlukan adalah 100 cc yang bisa membebani ginjal dan cukup berat, dalam modifikasi DSA kontras diturunkan menjadi 10 cc. “Hampir semua rumah sakit di Indonesia sudah melakukan metode ini karena saya telah menyebarkannya sejak 2006. Metode ini sudah melayani puluhan ribu pasien, tiap tahun bisa 3.000 pasien,” tuturnya. Menurut dia, metode ini mengacu pada diagnostik yang tepat.
“Setiap pasien kita anggap sama dengan detail karena tidak boleh terlewat. Ini mengenai otak. Kami juga membentuk tim supaya keselamatan pasien menjadi prioritas. Metode ini pengerjaannya rata-rata memakan waktu 25 menit dan melayani pasien stroke perdarahan maupun nonperdarahan,” katanya. Sebenarnya metode ini bisa dilakukan kapan saja karena otak itu dinamis, berubah setiap tahun bergantung pasien melakukan check upberkala.
Check upitu menunjukkan harus ditangani kembali atau tidak dan tidak menutup kemungkinan untuk dilakukan kembali untuk meningkatkan kualitas otak. “Cara kerja metode ini, kita masukkan selang kecil (kateter) ke dalam pembuluh darah lalu ke otak, mengecek semua isi otak. Apa yang kita temukan di sana, apakah ada penyempitan, penggelembungan, penyumbatan di arteri atau di vena, dan menentukan tindakan lanjut yang kita gunakan,” ungkapnya.
Menurut dia, sampai saat ini metode DSA yang telah dikembangkannya belum ada efek samping. Namun, dia tetap terus mewaspadai segala kemungkinan. Dia juga mengatakan, metode ini lebih efisien karena waktu pengerjaannya yang cepat. Dalam melakukan teknik DSA ini, semua tindakan medis dilakukan secara terbuka, siapa pun dapat memantaunya melalui monitor, termasuk keluarga pasien.
Iman firmansyah
Metode ini memang tidak dikenal dalam medis. Istilah medis lebih mengenalnya sebagai metode digital substraction angiography(DSA). Metode ini diperkenalkan dan dikembangkan oleh dr Terawan Agus Putranto Sp Rad (K), seorang dokter yang juga letkol yang bertugas di Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat (RSPAD) Gatot Subroto.
Walaupun metode ini sempat dipertanyakan beberapa pihak karena banyak yang beranggapan belum ilmiah dan tidak dilakukan oleh ahlinya, nyatanya metode ini sukses menyembuhkan penderita stroke ringan ataupun berat.
“Brain washingatau cuci otak itu tidak ada dalam istilah medis, yang dikenal itu DSA yang kami modifikasi dengan tujuan meningkatkan keamanan bagi pasien, keamanan dari radiasi, dari ancaman pada ginjalnya dan keamanan dari teknik tindakannya,” ucap dr Terawan yang juga menjabat sebagai Kepala Rumah Sakit RSPAD Gatot Subroto dalam acara penghargaan Hendropriyono Strategic Consulting (HSC) di Hotel Borobudur, Jakarta, beberapa waktu lalu.
Menurut dia, metode modifikasi DSA ini dimulai dengan pemeriksaan detail terhadap pasien menggunakan diagnostik yang paling canggih lalu dilakukan check up dahulu. Pengecekan otak dimulai dengan MRI lalu neurologis melalui peralatan yang tersedia di RSPAD. “Kalau berkaitan dengan sesuatu yang ada di otak, seperti tumor perdarahan akan berkaitan dengan bedah syaraf lalu membuat tim yang langsung merapat sesuai dengan kelainan yang ada,” ucap dr Terawan.
Dia mengatakan, jika kelainan itu ada di otak atau seluruh tubuh, dokter-dokter lain seperti dokter penyakit dalam, ahli diabet, ahli jantung, bersama-sama membantu menemukan diagnosis yang pasti pada pasien. “Setelah ditemukan sesuatu, kami putuskan tindakan apa yang harus dilakukan. Apakah harus melakukan DSA untuk menentukan diagnostik sekaligus melakukan tindakan lanjutannya,” ungkap dr Terawan.
Setelah itu, menurut dr Terawan, timnya akan melakukan modifikasi dalam DSA sehingga keamanan pada pasien terjamin dan keadaan pasien jauh lebih baik karena didiagnosis dengan tepat. Dokter Terawan juga mengungkapkan cara modifikasi dari DSA yang telah dikembangkannya. Modifikasi tersebut dimulai dengan menurunkan dosis radiasi DSA biasa yang biasanya di atas 300 satuan radiasi, diturunkan menjadi 25 satuan radiasi dalam DSA biasa.
Cairan kontras yang diperlukan adalah 100 cc yang bisa membebani ginjal dan cukup berat, dalam modifikasi DSA kontras diturunkan menjadi 10 cc. “Hampir semua rumah sakit di Indonesia sudah melakukan metode ini karena saya telah menyebarkannya sejak 2006. Metode ini sudah melayani puluhan ribu pasien, tiap tahun bisa 3.000 pasien,” tuturnya. Menurut dia, metode ini mengacu pada diagnostik yang tepat.
“Setiap pasien kita anggap sama dengan detail karena tidak boleh terlewat. Ini mengenai otak. Kami juga membentuk tim supaya keselamatan pasien menjadi prioritas. Metode ini pengerjaannya rata-rata memakan waktu 25 menit dan melayani pasien stroke perdarahan maupun nonperdarahan,” katanya. Sebenarnya metode ini bisa dilakukan kapan saja karena otak itu dinamis, berubah setiap tahun bergantung pasien melakukan check upberkala.
Check upitu menunjukkan harus ditangani kembali atau tidak dan tidak menutup kemungkinan untuk dilakukan kembali untuk meningkatkan kualitas otak. “Cara kerja metode ini, kita masukkan selang kecil (kateter) ke dalam pembuluh darah lalu ke otak, mengecek semua isi otak. Apa yang kita temukan di sana, apakah ada penyempitan, penggelembungan, penyumbatan di arteri atau di vena, dan menentukan tindakan lanjut yang kita gunakan,” ungkapnya.
Menurut dia, sampai saat ini metode DSA yang telah dikembangkannya belum ada efek samping. Namun, dia tetap terus mewaspadai segala kemungkinan. Dia juga mengatakan, metode ini lebih efisien karena waktu pengerjaannya yang cepat. Dalam melakukan teknik DSA ini, semua tindakan medis dilakukan secara terbuka, siapa pun dapat memantaunya melalui monitor, termasuk keluarga pasien.
Iman firmansyah
(ars)