Komik Strip Di Era Digital
A
A
A
Dari media cetak, komik strip kini mengadopsi media baru: digital. Para kartunis memajang karya mereka di jejaring sosial seperti Instagram. Tiba-tiba follower mereka mencapai puluhan ribu. Tak lama, komik strip lahir jadi fenomena sendiri.
Apa itu komik strip? Secara singkat, deskripsinya adalah gambar atau rangkaian gambar yang berisi cerita, digambar oleh seorang kartunis, dan diterbitkan secara teratur (biasanya harian atau mingguan) disebuah media. Media itu, dulunya koran dan majalah.
Tapi, sekarang berganti media sosial dan blog. Internet ternyata menjadi sebuah media publikasi baru yang sangat cocok untuk menerbitkan komik strip. Faza Meonk, merasakan benar hal tersebut. Nama Faza mungkin tidak terlalu terkenal. Tapi, komik strip buatannya lewat toko Juki sangatlah populer dan memiliki nilai ekonomi. ”Internet jadi media baru bagi para komikus bahkan mempermudah mereka berkarya, gambar, edit, upload, sudah selesai semua orang bisa baca,” ucap Faza.
Ketika sosial media belum sepopuler ini, Faza menuturkan betapa sulit komikus mendistribusikan karya mereka. Begitu banyak proses yang dilalui hingga terkadang menyurutkan semangat para komikus. “Dulu mesti cari penerbit yang mau nerima, lalu distribusi untuk sampai ke tangan pembaca. Prosesnya panjang banget. Dulu komikus mesti cari penerbit kini justru kebalikannya.
Profesi komikus berubah menjanjikan sejak terbantu lewat internet,” tambah Faza dalam acara Popcon Asia 2015 di Jakarta Convention Center pada 7 Agustus-9 Agustus 2015 silam. Bahkan, platform seperti instagram memberikan keleluasaan bagi komikus dalam berkarya. Tidak hanya sebatas gambar, melainkan juga ditambahkan fitur lain seperti musik maupun animasi.
Bahkan bisa juga diangkat menjadi film atau live action. Hadirnya tren tersebut kini menjadi sebuah bisnis yang ke depannya memiliki potensi bagus. Line, aplikasi instant messenger asal Jepang rupanya juga melihat bahwa bisnis komik yang berbasis digital memiliki nilai jual yang menguntungkan. Mereka berkaca pada Jepang dimana komik memiliki banyak pembaca dan menjadi profesi yang diperhitungkan.
“Di Jepang Line sudah memiliki fitur berlangganan komik digital sejak 2004 yang dikenal dengan Line Webtoon. Selain di Jepang, fitur ini juga populer di Korea. Dan belum lama ini dihadirkan untuk Indonesia,” ungkap Ghina Fianny, Manager Line Webtoon. Ghina mengatakan bahwa alasan Line memboyong layanan komik digital berbasis mobile ini karena tren komik yang diunggah ke internet atau media sosial belakangan ini marak di Indonesia.
“Layanan kami ini sejalan dengan gaya hidup masyarakat di Indonesia yang kini serba mobile. Sehingga kegiatan seperti membaca komik pun juga bisa dilakukan lewat smartphone. Berbeda dengan dahulu dimana orang lebih banyak membaca komik yang berbasis web yang merupakan hasil scan komik aslinya,” ungkap Ghina, sapaan akrabnya.
FItur ini, lanjut Ghina, juga mewadahi komikus yang ingin debut tanpa takut tidak memperoleh profit. Saat ini di Line Webtoon sudah ada 200 komikus tetap dan 150 komikus amatir. Nantinya hasil karya mereka juga bisa dibantu untuk dieksplor lagi. Misalnya komik mereka dikolaborasikan dengan musisi atau desainer grafis. Di Korea, sebuah komik bisa dijadikan franchise macam-macam, termasuk diangkat menjadi drama,” tandas Ghina.
Hadirnya internet di satu sisi memang membawa dampak baik bagi industri kreatif khususnya komik namun tidak dipungkiri bahwa internet juga memungkinkan penggunaan hasil karya tanpa izin. “Iya HAKI menjadi hal penting yang harus dibahas mengingat dengan adanya internet maka karya kita bisa tersebar hingga kemana-mana.
Dari pihak komikus kita mengakali dengan membubuhkan watermark sebagai identitas pembuat pada tiap karya yang diunggah,” ucap Faza. Ghina sebagai pihak dari platform yang mewadahi para komikus juga menuturkan bahwa hak cipta para komikus pun ikut terlindungi dengan berada di bawah naungan sebuah lembaga.
“Kami tentu mendukung dan melindungi karya para komikus yang karya dipublikasikan di layanan kami karena layanan Webtoon kami pun ada berkat mereka. Jadi sangat penting bagi kami untuk menghargai dan melindungi hasil karya mereka,” jelas Ghina.
Binti Mufarida
Apa itu komik strip? Secara singkat, deskripsinya adalah gambar atau rangkaian gambar yang berisi cerita, digambar oleh seorang kartunis, dan diterbitkan secara teratur (biasanya harian atau mingguan) disebuah media. Media itu, dulunya koran dan majalah.
Tapi, sekarang berganti media sosial dan blog. Internet ternyata menjadi sebuah media publikasi baru yang sangat cocok untuk menerbitkan komik strip. Faza Meonk, merasakan benar hal tersebut. Nama Faza mungkin tidak terlalu terkenal. Tapi, komik strip buatannya lewat toko Juki sangatlah populer dan memiliki nilai ekonomi. ”Internet jadi media baru bagi para komikus bahkan mempermudah mereka berkarya, gambar, edit, upload, sudah selesai semua orang bisa baca,” ucap Faza.
Ketika sosial media belum sepopuler ini, Faza menuturkan betapa sulit komikus mendistribusikan karya mereka. Begitu banyak proses yang dilalui hingga terkadang menyurutkan semangat para komikus. “Dulu mesti cari penerbit yang mau nerima, lalu distribusi untuk sampai ke tangan pembaca. Prosesnya panjang banget. Dulu komikus mesti cari penerbit kini justru kebalikannya.
Profesi komikus berubah menjanjikan sejak terbantu lewat internet,” tambah Faza dalam acara Popcon Asia 2015 di Jakarta Convention Center pada 7 Agustus-9 Agustus 2015 silam. Bahkan, platform seperti instagram memberikan keleluasaan bagi komikus dalam berkarya. Tidak hanya sebatas gambar, melainkan juga ditambahkan fitur lain seperti musik maupun animasi.
Bahkan bisa juga diangkat menjadi film atau live action. Hadirnya tren tersebut kini menjadi sebuah bisnis yang ke depannya memiliki potensi bagus. Line, aplikasi instant messenger asal Jepang rupanya juga melihat bahwa bisnis komik yang berbasis digital memiliki nilai jual yang menguntungkan. Mereka berkaca pada Jepang dimana komik memiliki banyak pembaca dan menjadi profesi yang diperhitungkan.
“Di Jepang Line sudah memiliki fitur berlangganan komik digital sejak 2004 yang dikenal dengan Line Webtoon. Selain di Jepang, fitur ini juga populer di Korea. Dan belum lama ini dihadirkan untuk Indonesia,” ungkap Ghina Fianny, Manager Line Webtoon. Ghina mengatakan bahwa alasan Line memboyong layanan komik digital berbasis mobile ini karena tren komik yang diunggah ke internet atau media sosial belakangan ini marak di Indonesia.
“Layanan kami ini sejalan dengan gaya hidup masyarakat di Indonesia yang kini serba mobile. Sehingga kegiatan seperti membaca komik pun juga bisa dilakukan lewat smartphone. Berbeda dengan dahulu dimana orang lebih banyak membaca komik yang berbasis web yang merupakan hasil scan komik aslinya,” ungkap Ghina, sapaan akrabnya.
FItur ini, lanjut Ghina, juga mewadahi komikus yang ingin debut tanpa takut tidak memperoleh profit. Saat ini di Line Webtoon sudah ada 200 komikus tetap dan 150 komikus amatir. Nantinya hasil karya mereka juga bisa dibantu untuk dieksplor lagi. Misalnya komik mereka dikolaborasikan dengan musisi atau desainer grafis. Di Korea, sebuah komik bisa dijadikan franchise macam-macam, termasuk diangkat menjadi drama,” tandas Ghina.
Hadirnya internet di satu sisi memang membawa dampak baik bagi industri kreatif khususnya komik namun tidak dipungkiri bahwa internet juga memungkinkan penggunaan hasil karya tanpa izin. “Iya HAKI menjadi hal penting yang harus dibahas mengingat dengan adanya internet maka karya kita bisa tersebar hingga kemana-mana.
Dari pihak komikus kita mengakali dengan membubuhkan watermark sebagai identitas pembuat pada tiap karya yang diunggah,” ucap Faza. Ghina sebagai pihak dari platform yang mewadahi para komikus juga menuturkan bahwa hak cipta para komikus pun ikut terlindungi dengan berada di bawah naungan sebuah lembaga.
“Kami tentu mendukung dan melindungi karya para komikus yang karya dipublikasikan di layanan kami karena layanan Webtoon kami pun ada berkat mereka. Jadi sangat penting bagi kami untuk menghargai dan melindungi hasil karya mereka,” jelas Ghina.
Binti Mufarida
(ftr)