Mengungkap Organisasi Kipas Hitam
A
A
A
Stmik Amikom Yogyakarta melalui Mataram Surya Visi (MSV) Pictures berjanji memberikan pengalaman menonton yang memuaskan bagi para penonton film animasi Battle of Surabaya yang hari ini akan tayang serentak di bioskop di Tanah Air.
Pengalaman memuaskan yang dimaksud dari sisi materi gambar, suara, dan jalan cerita. “Dari materi gambar, penonton tidak akan menyangka ini adalah karya anak bangsa. Anda pasti akan menyangka ini buatan Jepang,” kata dosen dan Kepala Bagian Humas STMIK AMIKOM Yogyakarta Erik Hadi Saputra kepada KORAN SINDO kemarin.
Untuk suara, teknologinya belum pernah digunakan oleh pembuat film di Indonesia. Karena itu, penonton seakan merasa menjadi bagian dari film tersebut. “Film karya anak bangsa ini menerapkan teknologi Dolby Sound 7.1. Sehingga kualitas suaranya setara dengan teknologi sound film-film Blockbuster semacam Avengersdan Transformer.
Tentu saja hal ini menjadi prestasi tersendiri mengingat belum ada film Indonesia yang menggunakan teknologi tersebut,” kata Erik. Dari sisi jalan cerita, Battle of Surabaya menyelipkan aspek psikologi atau spiritual. Layaknya film animasi berskala dunia seperti produksi Walt Disney yang menggarap sisi psikologinya dengan baik. Menurut Erik, Battle of Surabaya sebenarnya akan di-launchingNovember 2014.
Namun, saat film ini dipresentasikan di CEO Walt Disney Asia Pacific, disimpulkan masih banyak kelemahan jika akan dilepas ke pasar film global. “Disebutkan ada 24 kelemahan sehingga kami memutuskan untuk melakukan perbaikan. Ditunda sampai satu tahun,” ucapnya. Battle of Surabayadalam ceritanya mengungkapkan sisi lain dari sejarah yang tak terungkap.
Film menuturkan organisasi rahasia Jepang bernama Kipas Hitam yang selama ini jarang terungkap di dalam sejarah. Dengan alur cerita utama, Musa, seorang remaja penyemir sepatu membawa misi sebagai kurir surat-surat rahasia untuk para tentara dan milisi pejuang Indonesia. Selain surat rahasia, Musa juga mengantar suratsurat pribadi para pejuang untuk keluarganya.
Bersama sahabatnya, Yumna (Maudy Ayunda) dan Danu (Reza Rahadian), Musa mengalami petualangan hebat hingga banyak kehilangan orang-orang yang dicintainya Sutradara Battle of SurabayaArianto Yuniawan usai pemutaran film di Jakarta pada Selasa (18/8) menceritakan, sebelum film dibuat, pihaknya melakukan berbagai riset yang diperlukan.
Antara lain membaca buku, berdialog dengan saksi hidup, dan lainnya. Dari riset itulah keberadaan organisasi Kipas Hitam diketahui. ”Kami baru tahu ada perkumpulan rahasia semacam Kipas Hitam. Lalu, organisasi ini saya masukkan ke dalam film animasi Battle of Surabaya,” ujar Arianto. Disinggung mengapa mengambil penggalan cerita pertempuran heroik 10 November 1945 di Kota Surabaya, dia mengutarakan salah satu alasannya perang itu adalah perang besar setelah Perang Dunia II.
Bahkan, jumlah korban dari pihak warga Indonesia mencapai 16.000 jiwa. Di samping itu, perang 10 November di Surabaya gaungnya sampai ke Eropa. Efek dari pertempuran hebat tersebut juga membuat sekutu mengubah strategi perangnya dari perang fisik menjadi diplomasi. “Kami mengadaptasi peristiwa 10 November 1945 di Surabaya dan mempertemukan tokoh fiksi dan nyata. Misalnya, Residen Sudirman, Soetomo, Soemarsono, Moestopo,” ucapnya.
Sementara itu, Produser Eksekutif Battle of SurabayaProf Suyanto saat pemutaran film animasi Battle of Surabayamenegaskan film ini sejak awal dirancang menjadi film bertaraf internasional. Sebab, pasar film di Indonesia hanya sekitar 1% dan sisanya berada di luar negeri. ”Penonton di dalam negeri paling setahun menyumbangkan Rp2,5 triliun untuk film.
Sedangkan pasar global dapat menyumbangkan sekitar Rp435 triliun untuk (industri) film,” kata Suyanto menganalisis. Meski memakan biaya pembuatan hingga Rp15 miliar, pihak STMIK AMIKOM tidak terlalu memasang target jumlah penonton.
“Untuk menutupi biaya modal butuh penonton 1 juta orang. Namun, kami tidak menargetkan jumlah penonton. Harapannya film tersebut diterima baik oleh masyarakat sekaligus pembuktian bahwa anak-anak bangsa mampu memproduksi film animasi yang pasarnya di Indonesia selama ini didominasi oleh produksi asing,” kata Arianto.
Salah seorang penggemar film animasi, Andi, 17, yang turut menyaksikan penayangan Battle of Indonesiasaat pers screening menilai film animasi ini sangat halus gambarnya. “Seperti film animasi luar. Untuk suaranya sangat oke dan jalan ceritanya bagus,” ujar siswa salah satu SMA di bilangan Jakarta Selatan ini. Dia berharap kehadiran film animasi Battle of Surabaya akan diikuti dengan filmfilm animasi lainnya. Dengan catatan, harus 100% karya anak bangsa.
Muh Iqbal Marsyaf
Pengalaman memuaskan yang dimaksud dari sisi materi gambar, suara, dan jalan cerita. “Dari materi gambar, penonton tidak akan menyangka ini adalah karya anak bangsa. Anda pasti akan menyangka ini buatan Jepang,” kata dosen dan Kepala Bagian Humas STMIK AMIKOM Yogyakarta Erik Hadi Saputra kepada KORAN SINDO kemarin.
Untuk suara, teknologinya belum pernah digunakan oleh pembuat film di Indonesia. Karena itu, penonton seakan merasa menjadi bagian dari film tersebut. “Film karya anak bangsa ini menerapkan teknologi Dolby Sound 7.1. Sehingga kualitas suaranya setara dengan teknologi sound film-film Blockbuster semacam Avengersdan Transformer.
Tentu saja hal ini menjadi prestasi tersendiri mengingat belum ada film Indonesia yang menggunakan teknologi tersebut,” kata Erik. Dari sisi jalan cerita, Battle of Surabaya menyelipkan aspek psikologi atau spiritual. Layaknya film animasi berskala dunia seperti produksi Walt Disney yang menggarap sisi psikologinya dengan baik. Menurut Erik, Battle of Surabaya sebenarnya akan di-launchingNovember 2014.
Namun, saat film ini dipresentasikan di CEO Walt Disney Asia Pacific, disimpulkan masih banyak kelemahan jika akan dilepas ke pasar film global. “Disebutkan ada 24 kelemahan sehingga kami memutuskan untuk melakukan perbaikan. Ditunda sampai satu tahun,” ucapnya. Battle of Surabayadalam ceritanya mengungkapkan sisi lain dari sejarah yang tak terungkap.
Film menuturkan organisasi rahasia Jepang bernama Kipas Hitam yang selama ini jarang terungkap di dalam sejarah. Dengan alur cerita utama, Musa, seorang remaja penyemir sepatu membawa misi sebagai kurir surat-surat rahasia untuk para tentara dan milisi pejuang Indonesia. Selain surat rahasia, Musa juga mengantar suratsurat pribadi para pejuang untuk keluarganya.
Bersama sahabatnya, Yumna (Maudy Ayunda) dan Danu (Reza Rahadian), Musa mengalami petualangan hebat hingga banyak kehilangan orang-orang yang dicintainya Sutradara Battle of SurabayaArianto Yuniawan usai pemutaran film di Jakarta pada Selasa (18/8) menceritakan, sebelum film dibuat, pihaknya melakukan berbagai riset yang diperlukan.
Antara lain membaca buku, berdialog dengan saksi hidup, dan lainnya. Dari riset itulah keberadaan organisasi Kipas Hitam diketahui. ”Kami baru tahu ada perkumpulan rahasia semacam Kipas Hitam. Lalu, organisasi ini saya masukkan ke dalam film animasi Battle of Surabaya,” ujar Arianto. Disinggung mengapa mengambil penggalan cerita pertempuran heroik 10 November 1945 di Kota Surabaya, dia mengutarakan salah satu alasannya perang itu adalah perang besar setelah Perang Dunia II.
Bahkan, jumlah korban dari pihak warga Indonesia mencapai 16.000 jiwa. Di samping itu, perang 10 November di Surabaya gaungnya sampai ke Eropa. Efek dari pertempuran hebat tersebut juga membuat sekutu mengubah strategi perangnya dari perang fisik menjadi diplomasi. “Kami mengadaptasi peristiwa 10 November 1945 di Surabaya dan mempertemukan tokoh fiksi dan nyata. Misalnya, Residen Sudirman, Soetomo, Soemarsono, Moestopo,” ucapnya.
Sementara itu, Produser Eksekutif Battle of SurabayaProf Suyanto saat pemutaran film animasi Battle of Surabayamenegaskan film ini sejak awal dirancang menjadi film bertaraf internasional. Sebab, pasar film di Indonesia hanya sekitar 1% dan sisanya berada di luar negeri. ”Penonton di dalam negeri paling setahun menyumbangkan Rp2,5 triliun untuk film.
Sedangkan pasar global dapat menyumbangkan sekitar Rp435 triliun untuk (industri) film,” kata Suyanto menganalisis. Meski memakan biaya pembuatan hingga Rp15 miliar, pihak STMIK AMIKOM tidak terlalu memasang target jumlah penonton.
“Untuk menutupi biaya modal butuh penonton 1 juta orang. Namun, kami tidak menargetkan jumlah penonton. Harapannya film tersebut diterima baik oleh masyarakat sekaligus pembuktian bahwa anak-anak bangsa mampu memproduksi film animasi yang pasarnya di Indonesia selama ini didominasi oleh produksi asing,” kata Arianto.
Salah seorang penggemar film animasi, Andi, 17, yang turut menyaksikan penayangan Battle of Indonesiasaat pers screening menilai film animasi ini sangat halus gambarnya. “Seperti film animasi luar. Untuk suaranya sangat oke dan jalan ceritanya bagus,” ujar siswa salah satu SMA di bilangan Jakarta Selatan ini. Dia berharap kehadiran film animasi Battle of Surabaya akan diikuti dengan filmfilm animasi lainnya. Dengan catatan, harus 100% karya anak bangsa.
Muh Iqbal Marsyaf
(bbg)