Merajut Mimpi Gamer Menjadi Racer
A
A
A
MENJADI pembalap profesional menjadi mimpi bagi sebagian orang. Tidak mudah, tapi bisa dilalui. Nissan GT Academy adalah salah satu cara mewujudkan mimpi tersebut.
Andika Rama Maulana masih bisa tersenyum, terkadang masih tertawa lepas pada malam itu. Padahal, sore harinya dia harus mengakui keunggulan Jose Gerard Policarpio, wakil Filipina, di ajang Nissan GT Academy 2015 tingkat Asia di Sirkuit Silverstone, Ing gris, pada 13-20 Agustus 2015 lalu.
Pada makan malam di sebuah hotel di kawasan Whitellbury, Inggris, menandai berakhirnya ajang Nissan GT Academy 2015 tingkat Asia. Semua peserta dari lima negara Asia, yaitu Indonesia, Filipina, India, Thailand, dan Jepang berkumpul bersama penyelenggara, kru, maupun kalangan media di Asia. Tidak ada nuansa kompetisi seperti beberapa hari sebelumnya.
Di ajang yang baru pertama kali diikuti oleh Indonesia, semua peserta wajib mengikuti tantangan, di antaranya balapan menggunakan Formula 3.000, JP-LM, Nissan GTR, Caterham , dan Nissan 370Z; GP Ninja (tes fisik); Gym Khana (slalom dan drift ); Buggy Challenge ; race dengan Nissan 370Z di Silverstone Sirkuit; Stock Car ; dan final race menggunakan Nissan 370Z.
Indonesia yang diwakili Datu Yogabrata, Ferson, Kreshna Agusta Mulya, Andika Rama Maulana, Raira Bhaskara, dan Pradana Yogatama mampu bersaing dengan negara Asia lainnya. Keenam wakil Indonesia ini merupakan hasil seleksi ajang Nissan GT Academy 2015 di Tanah Air. Mereka mampu mengalahkan ribuan peserta kualifikasi melalui kompetisi game, baik secara online maupun offline .
Mereka bukanlah racer atau pembalap, mereka hanyalah pemain game atau gamer . Nissan melalui PT Nissan Motor Indonesia (NMI) sengaja mencari bibitbibit unggul pembalap melalui tahapan dari permainan game . Keenamnya masuk akademi di Silvesrtone, Inggris, dan mendapat ilmu tentang bagaimana menjadi pembalap.
Dari enam nama wakil Indonesia, akhirnya Rama (panggilan Andika Rama Maulana) yang dianggap paling menonjol. Di final race , dia mewakili Indonesia untuk bersaing dengan peserta dari negara-negara Asia. Hasilnya? Dia mampu berada di peringkat dua. Wajar. Karena yang menjadi pesaing utama dan yang menjadi pemenang yaitu Jose Gerard Policarpio, wakil Filipina adalah pembalap meski masih amatir.
Anak-anak muda potensial Indonesia ini akhirnya telah usai mengenyam pendidikan balapan selama satu minggu di Silverstone, Inggris. Mereka yang merupakan gamer bermimpi jadi racer . “Penginnya sih om, tapi kalau enggak ada sponsor bagaimana,” kata Rama kepada media di Indonesia.
Hal senada juga diungkapkan Ferson, Kreshna, Raira, dan Pradana. Sedangkan Datu yang usianya sudah masuk kepala tiga memilih harapan lain. Datu memilih menekuni bidang game dan saat ini masih ingin mengajar di salah satu universitas di Singapura. Dana memang menjadi tembok besar untuk mewujudkan mereka menjadi pembalap.
Namun, ketika mengikuti kualifikasi Nissan GT Academy di Indonesia, mereka mencoba meroboh kan tembok tersebut. Apalagi setelah mereka terpilih dan harus mengikuti academy di Silverstone, Inggris. Mereka mengakui bahwa mereka adalah gamers , namun ketika mengikuti ajang yang dige lar setiap tahun ini, mimpi menjadi pem balap mulai menggelayuti benak mereka. “Mimpi jadi racer (pembalap) sebelum menikah, memang cita-cita sejak SMP,” kata Kreshna yang saat ini menginjak umur 22 tahun.
Bahkan, sekem balinya dari Inggris, Kreshna berencana mencoba mencari informasi untuk merajut mimpi menjadi pem balap profesional. Hal senada diungkap oleh Ferson, Pradana, dan Raira. “Orang tua setuju banget, mulanya enggak tapi akhirnya iya,” kata Ferson,20.
Merajut mimpi gamer menjadi racer . Ya, itulah yang ada di otak mereka setelah mengikuti Nissan GT Academy 2015 . Pendidikan dasar tentang pembalap sudah mereka kantongi meski mungkin masih di taraf dasar. Persoalan dana memang menjadi tembok besar bagi mereka. “Cariin sponsor dong om,” kata Rama sambil tersenyum.
Memang jika tidak ada sponsor, untuk membiayai para bibit unggul ini akan sulit. Uang miliaran rupiah harus digelontorkan. Memang belum ada angka pasti tentang biaya untuk menjadi pembalap. Balapan GP2 yang diikuti Rio Haryanto saja membutuhkan dana puluhan miliar setiap tahun. Angka tersebut belum termasuk uang biaya hidup selama balapan dan hanya balapan untuk masuk ke tim pabrikan.
Begitu juga dengan Sean Gelael yang saat ini mengikuti ajang balapan. Sean Gelael yang ikut mendampingi tim Indonesia juga memberikan penilaian yang sama. Bahkan, Sean menganggap keenam wakil Indonesia tersebut beruntung bisa mengikuti kualifikasi Nissan GT Academy 2015 . Sean mengakui, untuk menjadi pembalap butuh pengorbanan, bukan hanya materi.
Ada hal-hal lain yang harus dimiliki calon pembalap. Bahkan, dia mencontohkan dirinya dan Rio yang harus berjuang sendiri untuk menapaki balapan profesional. Pihak PT NMI pun memang menyediakan ajang ini untuk bisa mendapatkan bibit unggul pembalap profesional.
General Manager of Marketing Strategy and Product Planning PT NMI Budi Nur Mukmin mengatakan keikutsertaan Indonesia di ajang Nissan GT Academy memberikan kesempatan kepada para pencinta game balap di Indonesia untuk mewujudkan mimpinya menjadi seorang pembalap profesional. Ajang ini, imbuh Budi, adalah kesempatan besar. “Indonesia memiliki potensi yang luar biasa, kami berharap melalui ajang ini akan lahir pembalap dunia dari Indonesia,” katanya.
Dan memang benar, meski berada di peringkat kedua, Indonesia boleh dikatakan membanggakan. Bersaing dengan negara-negara yang lebih kenyang dalam balapan, Indonesia mampu bersaing bahkan mampu mengalahkan Jepang yang banyak melahirkan pembalap. Lalu, akankah para wakil Indonesia bisa mewujudkan mimpi mereka menjadi pembalap profesional? Semoga.
Djaka susila
Andika Rama Maulana masih bisa tersenyum, terkadang masih tertawa lepas pada malam itu. Padahal, sore harinya dia harus mengakui keunggulan Jose Gerard Policarpio, wakil Filipina, di ajang Nissan GT Academy 2015 tingkat Asia di Sirkuit Silverstone, Ing gris, pada 13-20 Agustus 2015 lalu.
Pada makan malam di sebuah hotel di kawasan Whitellbury, Inggris, menandai berakhirnya ajang Nissan GT Academy 2015 tingkat Asia. Semua peserta dari lima negara Asia, yaitu Indonesia, Filipina, India, Thailand, dan Jepang berkumpul bersama penyelenggara, kru, maupun kalangan media di Asia. Tidak ada nuansa kompetisi seperti beberapa hari sebelumnya.
Di ajang yang baru pertama kali diikuti oleh Indonesia, semua peserta wajib mengikuti tantangan, di antaranya balapan menggunakan Formula 3.000, JP-LM, Nissan GTR, Caterham , dan Nissan 370Z; GP Ninja (tes fisik); Gym Khana (slalom dan drift ); Buggy Challenge ; race dengan Nissan 370Z di Silverstone Sirkuit; Stock Car ; dan final race menggunakan Nissan 370Z.
Indonesia yang diwakili Datu Yogabrata, Ferson, Kreshna Agusta Mulya, Andika Rama Maulana, Raira Bhaskara, dan Pradana Yogatama mampu bersaing dengan negara Asia lainnya. Keenam wakil Indonesia ini merupakan hasil seleksi ajang Nissan GT Academy 2015 di Tanah Air. Mereka mampu mengalahkan ribuan peserta kualifikasi melalui kompetisi game, baik secara online maupun offline .
Mereka bukanlah racer atau pembalap, mereka hanyalah pemain game atau gamer . Nissan melalui PT Nissan Motor Indonesia (NMI) sengaja mencari bibitbibit unggul pembalap melalui tahapan dari permainan game . Keenamnya masuk akademi di Silvesrtone, Inggris, dan mendapat ilmu tentang bagaimana menjadi pembalap.
Dari enam nama wakil Indonesia, akhirnya Rama (panggilan Andika Rama Maulana) yang dianggap paling menonjol. Di final race , dia mewakili Indonesia untuk bersaing dengan peserta dari negara-negara Asia. Hasilnya? Dia mampu berada di peringkat dua. Wajar. Karena yang menjadi pesaing utama dan yang menjadi pemenang yaitu Jose Gerard Policarpio, wakil Filipina adalah pembalap meski masih amatir.
Anak-anak muda potensial Indonesia ini akhirnya telah usai mengenyam pendidikan balapan selama satu minggu di Silverstone, Inggris. Mereka yang merupakan gamer bermimpi jadi racer . “Penginnya sih om, tapi kalau enggak ada sponsor bagaimana,” kata Rama kepada media di Indonesia.
Hal senada juga diungkapkan Ferson, Kreshna, Raira, dan Pradana. Sedangkan Datu yang usianya sudah masuk kepala tiga memilih harapan lain. Datu memilih menekuni bidang game dan saat ini masih ingin mengajar di salah satu universitas di Singapura. Dana memang menjadi tembok besar untuk mewujudkan mereka menjadi pembalap.
Namun, ketika mengikuti kualifikasi Nissan GT Academy di Indonesia, mereka mencoba meroboh kan tembok tersebut. Apalagi setelah mereka terpilih dan harus mengikuti academy di Silverstone, Inggris. Mereka mengakui bahwa mereka adalah gamers , namun ketika mengikuti ajang yang dige lar setiap tahun ini, mimpi menjadi pem balap mulai menggelayuti benak mereka. “Mimpi jadi racer (pembalap) sebelum menikah, memang cita-cita sejak SMP,” kata Kreshna yang saat ini menginjak umur 22 tahun.
Bahkan, sekem balinya dari Inggris, Kreshna berencana mencoba mencari informasi untuk merajut mimpi menjadi pem balap profesional. Hal senada diungkap oleh Ferson, Pradana, dan Raira. “Orang tua setuju banget, mulanya enggak tapi akhirnya iya,” kata Ferson,20.
Merajut mimpi gamer menjadi racer . Ya, itulah yang ada di otak mereka setelah mengikuti Nissan GT Academy 2015 . Pendidikan dasar tentang pembalap sudah mereka kantongi meski mungkin masih di taraf dasar. Persoalan dana memang menjadi tembok besar bagi mereka. “Cariin sponsor dong om,” kata Rama sambil tersenyum.
Memang jika tidak ada sponsor, untuk membiayai para bibit unggul ini akan sulit. Uang miliaran rupiah harus digelontorkan. Memang belum ada angka pasti tentang biaya untuk menjadi pembalap. Balapan GP2 yang diikuti Rio Haryanto saja membutuhkan dana puluhan miliar setiap tahun. Angka tersebut belum termasuk uang biaya hidup selama balapan dan hanya balapan untuk masuk ke tim pabrikan.
Begitu juga dengan Sean Gelael yang saat ini mengikuti ajang balapan. Sean Gelael yang ikut mendampingi tim Indonesia juga memberikan penilaian yang sama. Bahkan, Sean menganggap keenam wakil Indonesia tersebut beruntung bisa mengikuti kualifikasi Nissan GT Academy 2015 . Sean mengakui, untuk menjadi pembalap butuh pengorbanan, bukan hanya materi.
Ada hal-hal lain yang harus dimiliki calon pembalap. Bahkan, dia mencontohkan dirinya dan Rio yang harus berjuang sendiri untuk menapaki balapan profesional. Pihak PT NMI pun memang menyediakan ajang ini untuk bisa mendapatkan bibit unggul pembalap profesional.
General Manager of Marketing Strategy and Product Planning PT NMI Budi Nur Mukmin mengatakan keikutsertaan Indonesia di ajang Nissan GT Academy memberikan kesempatan kepada para pencinta game balap di Indonesia untuk mewujudkan mimpinya menjadi seorang pembalap profesional. Ajang ini, imbuh Budi, adalah kesempatan besar. “Indonesia memiliki potensi yang luar biasa, kami berharap melalui ajang ini akan lahir pembalap dunia dari Indonesia,” katanya.
Dan memang benar, meski berada di peringkat kedua, Indonesia boleh dikatakan membanggakan. Bersaing dengan negara-negara yang lebih kenyang dalam balapan, Indonesia mampu bersaing bahkan mampu mengalahkan Jepang yang banyak melahirkan pembalap. Lalu, akankah para wakil Indonesia bisa mewujudkan mimpi mereka menjadi pembalap profesional? Semoga.
Djaka susila
(ftr)