Sehari-Hari Berkebaya

Minggu, 06 September 2015 - 09:17 WIB
Sehari-Hari Berkebaya
Sehari-Hari Berkebaya
A A A
Kebaya, sebuah busana sederhana yang menjadi lambang keanggunan wanita Indonesia. Bagaimana jika busana tradisional yang erat dengan sosok perempuan kartini ini dipakai sehari-hari oleh pecintanya?

Anggapan bahwa berkebaya hanya dapat dilakukan di acaraacara penting dan sakral itu dienyahkan oleh Komunitas Perempuan Berkebaya. Awalnya masing-masing anggotanya memang sangat suka memakai kain khas tradisional Indonesia bersama padanan kebaya. Tapi tak setiap hari, kebanyakan dari koleksi kain pun lebih banyak disimpan di lemari.

“Katanya pakai kebaya dan kain itu ribet jadi tidak mau pakai, padahal kan kalau disimpan di lemari saja lama-lama bisa rusak, jadi kita masing-masing membuat tantangan untuk bisa memakai kebaya setiap hari,” ungkap Kristin Samah, salah satu penggagas Komunitas Perempuan Berkebaya.

Diungkapkannya hampir semua perempuan Indonesia punya koleksi kain tapi hanya disimpan saja. Banyak diantara temannya yang sering bertemu lalu saling cerita kenapa tak dipakai saja untuk sehari-hari. Terlebih sekarang gempuran fashion dari luar juga sangat besar. Di Komunitas Perempuan Berkebaya kita jadi saling dukung dan berbagi tentang memakai kebaya dan kain untuk sehari-hari.

Tapi menurut Kristin, perkumpulan ini juga ingin kegiatannya lebih berdampak luas ke masyarakat. Terlebih semua batik Indonesia bagus, hanya dipakai dengan dililit saja menurut Emmy Hafild salah satu anggota Komunitas Perempuan Berkebaya, juga bisa dan lamalama banyak orang bertanya dan suka melihatnya.

Terutama ditengah-tengah usaha dirinya untuk sehari-hari konsisten memakai kebaya. “Prinsipnya kita ingin mempertahankan kain nusantara sebagai padanan kebaya juga yang semua bisa dipakai sehari-hari,” tukas Emmy yang saat ini masih aktif berkampanye sebagai anggota dewan pengarahan perubahan iklim Wahana Lingkungan Hidup (Walhi).

Bagi anggota lainnya seperti Natalia yang suka pergi traveling dengan gaya backpacker, kebaya pun tetap menjadi pakaian sehari-hari. Sekaligus membuktikan bahwa berkebaya itu tetap nyaman dan tidak ribet. “Ketika pakai kebaya di luar negeri saat backpaker-an jarang yang mengira saya Indonesia, tapi paling lucu waktu saya di China dia mengira Indonesia itu dari Afrika,” ungkap Natalia yang mantan wartawan ini.

Dirinya pun menjadi seperti agen perubahan yang mempromosikan busana khas Indonesia untuk lebih dikenal. Dibalik busana kebaya itu, banyak turis lain yang akhirnya tertarik bertanya, mengajak ngobrol karena penasaran. Akhirnya wanita yang akrab disapa Lia ini menjelaskan panjang lebar tentang kebaya dan tentunya lebih jauh tentang Indonesia dari letak geografis hingga budayanya.

Cerita yang unik tentang berkebaya akhirnya juga dialami oleh Desire yang akhirnya berhenti merokok karena bergabung di komunitas ini. Menurutnya dengan memakai kebaya dirinya merasa lebih anggun, menjadi sangat kewanitaan, dan cantik. Sehingga tak pantas lagi dengan penampilan seperti itu dirinya tetap merokok.

Adapun Tuti Marlina, anggota Komunitas Perempuan Berkebaya yang berkerudung tak juga merasa kesulitan memakai busana nasional itu. Meski berhijab dan menutup aurat dengan sempurna, ketika traveling pun dirinya tetap bisa menampilkan personal style yang baik dengan kebaya.

Dyah ayu Pamela
(bbg)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 1.3529 seconds (0.1#10.140)