Pegangan Tangan Redakan Kecemasan Saat Operasi
A
A
A
Bagi pasien yang menjalani pengobatan percutaneous vertebroplasty dengan anestesi lokal, berpegangan tangan sambil menyediakan informasi yang berguna, ternyata berkaitan dengan menurunnya tingkat kecemasan pasien tersebut.
Hal ini sejalan dengan penelitian yang dipublikasikan pada Selasa (1/9) dalam The Journal of Clinical Nursing . Dikutip dari HealthDay News , Bong- Hee Kim RN, dari Universitas Chosun di Gwangju, Korea Selatan, bersama rekan kerjanya, mengadakan penelitian dengan desain quasi-experimental dan nonequivalent control group untuk meneliti efek dari berpegangan tangan sekaligus berbicara kepada pasien yang menjalani teknik Percutaneous vertebroplasty di bawah bius lokal.
Penelitian ini dilatarbelakangi oleh proses operasi yang umumnya memunculkan perasaan tidak nyaman dari pasien. Terlebih pasien dalam keadaan sadar selama proses operasi berlangsung yang menggiring pada meningkatkan level kecemasan pasien bersangkutan. Wajar saja, sebab pasien sangat terjaga akan keadaan ruangan operasi.
Sebanyak 94 pasien terlibat dalam penelitian dan dibagi menjadi tiga kelompok. Satu kelompok masuk dalam Experimental Group I dengan jumlah pasien sebanyak 30 orang. Kelompok ini mendapatkan treatment berupa berpegangan tangan serta fasilitas penyediaan informasi. Sementara Experimental Group II dengan 34 pasien, hanya menerima treatment berpegangan tangan tanpa disertai pemberian informasi (berbicara dengan pasien).
Serta 30 pasien yang masuk dalam control group. Para peneliti menemukan, jika dibandingkan dengan kelompok Experimental Group II dan grup kontrol, maka pasien yang berada pada Experimental Group I rupanya mempunyai tingkat kecemasan lebih rendah. Menurunnya tekanan darah sistolik secara signifikan terlihat, baik pada pasien Experimental Group I maupun II.
Berbeda dengan pasien dari kelompok grup kontrol yang tidak menerima kedua treatment tersebut. “Memegang tangan pasien dan memberikan informasi berguna selama proses operasi berlangsung, dapat mengintervensi terjadinya kecemasan psikologis yang mungkin dialami pasien. Berpegangan tangan untuk meredakan kecemasan dapat digunakan bagi pasien yang tengah menjalani prosedur percutaneous vertebroplasty,” tulis Bong- Hee Kim dalam penelitiannya.
Percutaneous vertebroplasty merupakan teknik penyuntikan suatu semen tulang acrylic (polymethylmethacrylate ; PMMA) ke bagian tulang belakang melalui jarum trokar yang bertujuan untuk mengurangi rasa sakit, menjaga kestabilan tulang belakang, dan pada beberapa kasus dapat mengembalikan postur tubuh.
Teknik percutaneous vertebroplasty biasanya dilakukan pada kondisi pasien dengan kesadaran penuh dengan anestesi lokal. Prosedur ini merupakan terapi alternatif pada penanganan patah tulang belakang. Kerap kali kompresi seperti istirahat dan penggunaan obat-obatan antinyeri, tidak lagi memberikan hasil yang memuaskan bagi kebanyakan pasien karena tetap memberikan rasa nyeri, menyebabkan gangguan gerak, dan dapat menyebabkan kelainan bentuk tulang belakang.
Pada penanganan patah tulang belakang akibat osteoporosis, terapi pembedahan melalui operasi terbuka dengan fiksasi internal juga memiliki keterbatasan. Fiksasi pada tulang belakang yang mengalami osteoporosis biasanya tidak cukup mampu untuk memperbaiki kelainan bentuk tulang dikarenakan bentuk tulang yang telah hancur.
Operasi terbuka juga memberikan tingkat keberhasilan yang kecil. Jadi, percutaneous vertebroplasty bisa dijadikan bagi pasien untuk mengurangi rasa sakit sekaligus menjaga kestabilan tulang belakang.
Sri noviarni
Hal ini sejalan dengan penelitian yang dipublikasikan pada Selasa (1/9) dalam The Journal of Clinical Nursing . Dikutip dari HealthDay News , Bong- Hee Kim RN, dari Universitas Chosun di Gwangju, Korea Selatan, bersama rekan kerjanya, mengadakan penelitian dengan desain quasi-experimental dan nonequivalent control group untuk meneliti efek dari berpegangan tangan sekaligus berbicara kepada pasien yang menjalani teknik Percutaneous vertebroplasty di bawah bius lokal.
Penelitian ini dilatarbelakangi oleh proses operasi yang umumnya memunculkan perasaan tidak nyaman dari pasien. Terlebih pasien dalam keadaan sadar selama proses operasi berlangsung yang menggiring pada meningkatkan level kecemasan pasien bersangkutan. Wajar saja, sebab pasien sangat terjaga akan keadaan ruangan operasi.
Sebanyak 94 pasien terlibat dalam penelitian dan dibagi menjadi tiga kelompok. Satu kelompok masuk dalam Experimental Group I dengan jumlah pasien sebanyak 30 orang. Kelompok ini mendapatkan treatment berupa berpegangan tangan serta fasilitas penyediaan informasi. Sementara Experimental Group II dengan 34 pasien, hanya menerima treatment berpegangan tangan tanpa disertai pemberian informasi (berbicara dengan pasien).
Serta 30 pasien yang masuk dalam control group. Para peneliti menemukan, jika dibandingkan dengan kelompok Experimental Group II dan grup kontrol, maka pasien yang berada pada Experimental Group I rupanya mempunyai tingkat kecemasan lebih rendah. Menurunnya tekanan darah sistolik secara signifikan terlihat, baik pada pasien Experimental Group I maupun II.
Berbeda dengan pasien dari kelompok grup kontrol yang tidak menerima kedua treatment tersebut. “Memegang tangan pasien dan memberikan informasi berguna selama proses operasi berlangsung, dapat mengintervensi terjadinya kecemasan psikologis yang mungkin dialami pasien. Berpegangan tangan untuk meredakan kecemasan dapat digunakan bagi pasien yang tengah menjalani prosedur percutaneous vertebroplasty,” tulis Bong- Hee Kim dalam penelitiannya.
Percutaneous vertebroplasty merupakan teknik penyuntikan suatu semen tulang acrylic (polymethylmethacrylate ; PMMA) ke bagian tulang belakang melalui jarum trokar yang bertujuan untuk mengurangi rasa sakit, menjaga kestabilan tulang belakang, dan pada beberapa kasus dapat mengembalikan postur tubuh.
Teknik percutaneous vertebroplasty biasanya dilakukan pada kondisi pasien dengan kesadaran penuh dengan anestesi lokal. Prosedur ini merupakan terapi alternatif pada penanganan patah tulang belakang. Kerap kali kompresi seperti istirahat dan penggunaan obat-obatan antinyeri, tidak lagi memberikan hasil yang memuaskan bagi kebanyakan pasien karena tetap memberikan rasa nyeri, menyebabkan gangguan gerak, dan dapat menyebabkan kelainan bentuk tulang belakang.
Pada penanganan patah tulang belakang akibat osteoporosis, terapi pembedahan melalui operasi terbuka dengan fiksasi internal juga memiliki keterbatasan. Fiksasi pada tulang belakang yang mengalami osteoporosis biasanya tidak cukup mampu untuk memperbaiki kelainan bentuk tulang dikarenakan bentuk tulang yang telah hancur.
Operasi terbuka juga memberikan tingkat keberhasilan yang kecil. Jadi, percutaneous vertebroplasty bisa dijadikan bagi pasien untuk mengurangi rasa sakit sekaligus menjaga kestabilan tulang belakang.
Sri noviarni
(bbg)