Konteks Lebih Seksi Dibanding Performance
A
A
A
JAKARTA - Merencanakan kiblat dan arah pembangunan daerah harus melihat jauh ke depan, visioner. Hal ini disampaikan Menteri Pariwisata Arief Yahya, dalam pembukaan Rapat Kerja Gubernur Forum Kerjasama Daerah Mitra Praja Utama (FKD-MPU) XV.
"Itulah pentingnya memahami konteks. Jauh lebih menarik dari pada performance. Kondisi yang terjadi saat ini, dari soal sheet balance, NPM, laba rugi, asset dan lainnya," ucapnya.
Untuk mendorong perekonomian ke depan, Arief menilai, pariwisata itu paling sustainable. Paling punya masa depan, dan terus berkembang.
“Sumber devisa nomor satu, oil and gas, saat ini memberi kontribusi USD32 billion, dilanjutkan coal (batubara) USD24 billion dan CPO USD24 billion. Pariwisata dengan jumlah kunjungan 9,4 juta orang ini baru USD11 billion. Jika target 20 juta tercapai, pariwisata bisa meng-create lebih besar lagi,” paparnya.
Arief Yahya tidak menolak bagi daerah yang ingin membangun industrial estate. Tetapi dia berpesan, untuk menjemput masa depan negeri, agar bisa bersaing dengan negara lain di dunia, yang paling cepat dengan ASEAN, pikirkan juga ekonomi kreatif. Pintunya melalui pariwisata dan financial service.
Industri kreatif tidak akan lekang oleh waktu, dan Indonesia punya space untuk menjadi raja di situ. “Google sudah memberi contoh, tumbuh menjadi perusahaan terbesar, modalnya kreatif. Thailand juga contoh, 20% PDB mereka diproduksi dari mesin pariwisata,” ucap Arief.
Dia mengingatkan untuk jangan sampai salah mengambil kebijakan. “Salah menetapkan fondasi berpikir, salah mengambil kebijakan sekarang, dampaknya akan terasa 5-10 tahun ke depan. Jangan sampai kita meninggalkan warisan persoalan kepada anak cucu, tetapi warisan atmosfer dan ekosistem kreatif, agar mereka bisa memenangkan persaingan global di masa datang,” tegas Arief.
"Itulah pentingnya memahami konteks. Jauh lebih menarik dari pada performance. Kondisi yang terjadi saat ini, dari soal sheet balance, NPM, laba rugi, asset dan lainnya," ucapnya.
Untuk mendorong perekonomian ke depan, Arief menilai, pariwisata itu paling sustainable. Paling punya masa depan, dan terus berkembang.
“Sumber devisa nomor satu, oil and gas, saat ini memberi kontribusi USD32 billion, dilanjutkan coal (batubara) USD24 billion dan CPO USD24 billion. Pariwisata dengan jumlah kunjungan 9,4 juta orang ini baru USD11 billion. Jika target 20 juta tercapai, pariwisata bisa meng-create lebih besar lagi,” paparnya.
Arief Yahya tidak menolak bagi daerah yang ingin membangun industrial estate. Tetapi dia berpesan, untuk menjemput masa depan negeri, agar bisa bersaing dengan negara lain di dunia, yang paling cepat dengan ASEAN, pikirkan juga ekonomi kreatif. Pintunya melalui pariwisata dan financial service.
Industri kreatif tidak akan lekang oleh waktu, dan Indonesia punya space untuk menjadi raja di situ. “Google sudah memberi contoh, tumbuh menjadi perusahaan terbesar, modalnya kreatif. Thailand juga contoh, 20% PDB mereka diproduksi dari mesin pariwisata,” ucap Arief.
Dia mengingatkan untuk jangan sampai salah mengambil kebijakan. “Salah menetapkan fondasi berpikir, salah mengambil kebijakan sekarang, dampaknya akan terasa 5-10 tahun ke depan. Jangan sampai kita meninggalkan warisan persoalan kepada anak cucu, tetapi warisan atmosfer dan ekosistem kreatif, agar mereka bisa memenangkan persaingan global di masa datang,” tegas Arief.
(nug)