Perlunya Jaminan Kesehatan Bagi Penderita Bibir Sumbing di Indonesia

Senin, 25 Juli 2016 - 15:25 WIB
Perlunya Jaminan Kesehatan...
Perlunya Jaminan Kesehatan Bagi Penderita Bibir Sumbing di Indonesia
A A A
JAKARTA - Penderita bibir sumbing dan langit-langit di Indonesia memiliki frekuensi yang cukup tinggi. Ada sekitar 2 kasus pada setiap 1.000 kelahiran, dan ini membutuhkan perhatian khusus. Karena seringkali penderita terbentur masalah biaya serta pertanggungan asuransi.

Untuk itu maka Dr. drg. Nia Ayu Ismaniati Noerhadi, MDSc. Sp.Ort. (K) melakukan penelitian yang bertujuan agar para penderita bibir sumbing dan langit-langit dapat dijamin perawatannya oleh asuransi/Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan (BPJS Kesehatan).

Dr. drg. Nia Ayu Ismaniati Noerhadi, MDSc. Sp.Ort. (K) mengatakan, dalam disertasinya dibahas tentang stabilitas jangka panjang perawatan penderita bibir sumbing dan langit-langit yang merupakan tantangan bagi para klinisi. Sekaligus memberikan rekomendasi perlunya peningkatan standar kesehatan bagi penderita bibir sumbing dan langit-langit di Indonesia.

"Saya bersyukur mendapatkan kesempatan mengambil data penelitian dari pasien bibir sumbing dan langit-langit di Nijmegen, Belanda, untuk melihat stabilitas hasil perawatan komprehensif jangka panjang selama dua dan lima tahun setelah selesai perawatan, karena kestabilan merupakan indikasi keberhasilan suatu perawatan," jelasnya

Penderita bibir sumbing dan langit-langit atau sering kali dikenal dengan istilah asing Cleft Lip and Palate (CLP) cukup sering dijumpai dalam masyarakat kita. Kelainan ini dapat terjadi karena berbagai faktor resiko yang menimbulkannya, antara lain faktor genetika dan lingkungan.

Keadaan dan kebiasaan ibu hamil, seperti kebiasaan merokok, minum alkohol, gizi yang kurang, terpapar radiasi, keadaan stres, trauma, dan konsumsi obat-obatan yang dialami merupakan faktor pencetus terjadinya kelainan. Hormon pertumbuhan juga dianggap sebagai suatu faktor yang dapat menyebabkan terjadinya insiden bibir sumbing dan langit-langit, disamping faktor latar belakang sosial-ekonomi orang tua serta keluarga penderita.

Faktor-faktor ini akan menyebabkan gangguan pertumbuhan dan perkembangan prenatal yang akan mengganggu embrio, dan akan dijumpai pada saat bayi lahir (pasca-natal).

Penderita CLP sering merasa malu dan rendah diri, sehingga mempengaruhi faktor psikologis serta rasa percaya dirinya. Namun perawatan komperehensif yang melibatkan berbagai tahapan perawatan sejak bayi sampai usia dewasa masih belum merata, terstandar, dan terintegerasi seperti di pusat-pusat bibir sumbing di dunia, karena terbentur masalah biaya serta pertanggungan asuransi.

Saat ini masih sangat terbatas studi yang mengobservasi stabilitas hasil perawatan jangka panjang kelompok penderita dengan kelainan ini.

Karena itu maka Dr. drg. Nia Ayu Ismaniati Noerhadi, MDSc. Sp.Ort. (K) melakukan penelitian yang bertujuan agar para penderita bibir sumbing dan langit-langit dapat dijamin perawatannya oleh asuransi/Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan (BPJS Kesehatan).

Penelitian dilakukan dengan mengevaluasi perubahan pada pasien bibir sumbing dan langit-langit pada saat selesai perawatan (T0), dua tahun pasca perawatan (T1) dan lima tahun pasca perawatan (T2).

Disertasi yang berjudul 'Kajian Stabilitas Relasi Gigi dan Lengkung Maksilaris Setelah Perawatan Komprehensif Penderita Bibir Sumbing dan Langit-Langit Unilateral Komplit (Studi Longitudinal Retrospektif)' ini telah di terima untuk dipublikasikan di Jurnal Internasional pada Orthodontics and Craniofacial Research Journal, suatu jurnal riset terkemuka di bidang ortodonti, wajah dan kepala.

Dr. drg. Nia Ayu Ismaniati Noerhadi, MDSc. Sp.Ort (K) merupakan dosen tetap di departemen ortodonti Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia itu berharap agar penelitian ini dapat bermanfaat dan membuat dunia kesehatan gigi di Indonesia menjadi lebih maju.
(nfl)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.0856 seconds (0.1#10.140)