Konser Wonderful Indonesia Goyang Perbatasan Entikong
A
A
A
SAMBAS - Diam-diam, Menpar Arief Yahya agresif membidik semua lini yang bisa menghidupkan ekonomi masyarakat melalui sentuhan pariwisata. Wilayah perbatasan atau cross border tidak luput dari perhatiannya.
Apalagi di titik-titik seperti ini status ekonomi dan social masyarakatnya berada di level yang harus dibantu. Setelah heboh di Atambua, Dili, Papua, kini kembali menggarap Entikong, perbatasan Kalimantan dan Serawak, Malaysia.
“Sabtu—Minggu, 27—28 Agustus 2016 ini, kami gelar Cross Border Tourism Festival Wonderful Indonesia di Kabupaten Sanggau, Kalimantan Barat,” kata I Gde Pitana, Deputi Pengembangan Pemasaran Pariwisata Mancanegara Kemenpar, yang didampingi Rizki Handayani, Asisten Deputi Pengembangan Pasar Asia Tenggara, Jumat (26/8/2016).
Pitana berharap kali ini, lebih wow. Lebih menghidupkan ekonomi masyarakat lokal, karena sudah dipromosikan terlebih dahulu. Artisnya juga cukup popular di Negeri Jiran, ada Nong Niken KDI dan Selvi Bintang Pantura yang siap menggoyang warga perbatasan Entikong, Indonesia dan Serawak, Malaysia.
“Kemenpar bersama KJRI Kuching dan Pemkab Sanggau berkolaborasi menyiapkan suguhan hiburan menarik di FWI Entikong. Nanti dua artis jebolan ajang pencarian bakat dangdut Indonesia itu yang akan menghibur masyarakat di sana,” tutur Pitana.
Saat promosi pariwisata, musik memang kerap dijadikan senjata. Magnitnya sangat besar. Di cross border Atambua, ada Kikan yang ikut diboyong Kemenpar. Di cross border Papua, ada Steven Jam. Di Aruk Kalbar, juga pernah dihibur Linda Moy.
Entikong pernah dihibur Siti Liza. Hasilnya? Semua agenda cross border selalu heboh. Acaranya tak pernah sepi, maklum jarang sekali ada konser music dengan bintang-bintang yang ngetop di layar kaca, yang orang-orang perbatasan (baik di Indonesia maupun di Malaysia) bisa melihatnya, tampil.
Begitu tampil, maka batas-batas terirorial atau wilayah negara itu bukan menjadi faktor. Mereka akan menyeberang, untuk mendapatkan hiburan yang belum tentu sebulan sekali itu. Juga belum tentu bertemu muka dengan artis-artis ibu kota itu setahun sekali dalam bentuk konser live. Hitung-hitung, sensasi menonton live itu jauh lebih seru, katimbang menyisihkan waktu dan biaya untuk nonton konser.
Pengalaman saat event cross border di Aruk, Februari silam. Meski diguyur hujan lebat dari subuh hingga pukul 13.00, agenda FWI tetap saja dibanjiri puluhan ribu orang. Pesan boarding tourism yang digaungkan Menpar Arief Yahya cukup mengena di Malaysia.
"Untuk menciptakan crowd memang perlu bahasa universal, dan musik adalah salah satu jawabannya. Bahkan saat launching event daerah yang berskala nasional, Kemenpar selalu menyisipi musik berkelas dengan home band Purwacaraka. Kekuatan musik sangat dahsyat," papar Pitana.
Lantas mengapa harus dangdut? “Karena basis penggemar dangdut di wilayah perbatasan Indonesia—Malaysia sangat kuat dan solid. Bahkan boleh dibilang fanatik,” ujar pria berkacata itu.
Berlebihan? Rasanya tidak. Saat konser FWI belum digelar saja, imigrasi Entikong sudah mendata 360 wisman asal Malaysia yang menyeberang ke Entikong. Masih ada kemungkinan bertambah dari pintu lain saat Sabtu dan Minggu nanti.
"Mereka akan dijemput menggunakan bus oleh panitia di perbatasan Entikong. Jaraknya 3 kilometer dari lokasi acara," ucap Pitana.
Pengunjung lokal tak kalah antusias menyambut artis dangdut ibukota. Jumlahnya bisa mencapai 3.000-an orang lebih. Diperkirakan, massa akan datang dari Entikong, Balai Karangan, sampai Kota Sanggau.
"Nanti ada juga tari-tarian lokal Dayak. Seperti tarian dari Sanggar Tari Yarukak Sanggau, Sanggar Tari Gahat Mawang Tebedu, Lomba Egrang, Lomba Sumpit, Tarik Tambang dan lainnya," kata Pitana.
Festival Wonderful Indonesia di Entikong adalah yang kedua kalinya setelah sukses bulan Maret 2016 lalu. Festival Wonderful Indonesia (FWI) merupakan program Kemenpar dalam rangka meningkatkan aktivitas industri pariwisata Indonesia. Di 2016 ini, Kemenpar membidik 2 juta kunjungan wisman lewat pintu perbatasan.
Apalagi di titik-titik seperti ini status ekonomi dan social masyarakatnya berada di level yang harus dibantu. Setelah heboh di Atambua, Dili, Papua, kini kembali menggarap Entikong, perbatasan Kalimantan dan Serawak, Malaysia.
“Sabtu—Minggu, 27—28 Agustus 2016 ini, kami gelar Cross Border Tourism Festival Wonderful Indonesia di Kabupaten Sanggau, Kalimantan Barat,” kata I Gde Pitana, Deputi Pengembangan Pemasaran Pariwisata Mancanegara Kemenpar, yang didampingi Rizki Handayani, Asisten Deputi Pengembangan Pasar Asia Tenggara, Jumat (26/8/2016).
Pitana berharap kali ini, lebih wow. Lebih menghidupkan ekonomi masyarakat lokal, karena sudah dipromosikan terlebih dahulu. Artisnya juga cukup popular di Negeri Jiran, ada Nong Niken KDI dan Selvi Bintang Pantura yang siap menggoyang warga perbatasan Entikong, Indonesia dan Serawak, Malaysia.
“Kemenpar bersama KJRI Kuching dan Pemkab Sanggau berkolaborasi menyiapkan suguhan hiburan menarik di FWI Entikong. Nanti dua artis jebolan ajang pencarian bakat dangdut Indonesia itu yang akan menghibur masyarakat di sana,” tutur Pitana.
Saat promosi pariwisata, musik memang kerap dijadikan senjata. Magnitnya sangat besar. Di cross border Atambua, ada Kikan yang ikut diboyong Kemenpar. Di cross border Papua, ada Steven Jam. Di Aruk Kalbar, juga pernah dihibur Linda Moy.
Entikong pernah dihibur Siti Liza. Hasilnya? Semua agenda cross border selalu heboh. Acaranya tak pernah sepi, maklum jarang sekali ada konser music dengan bintang-bintang yang ngetop di layar kaca, yang orang-orang perbatasan (baik di Indonesia maupun di Malaysia) bisa melihatnya, tampil.
Begitu tampil, maka batas-batas terirorial atau wilayah negara itu bukan menjadi faktor. Mereka akan menyeberang, untuk mendapatkan hiburan yang belum tentu sebulan sekali itu. Juga belum tentu bertemu muka dengan artis-artis ibu kota itu setahun sekali dalam bentuk konser live. Hitung-hitung, sensasi menonton live itu jauh lebih seru, katimbang menyisihkan waktu dan biaya untuk nonton konser.
Pengalaman saat event cross border di Aruk, Februari silam. Meski diguyur hujan lebat dari subuh hingga pukul 13.00, agenda FWI tetap saja dibanjiri puluhan ribu orang. Pesan boarding tourism yang digaungkan Menpar Arief Yahya cukup mengena di Malaysia.
"Untuk menciptakan crowd memang perlu bahasa universal, dan musik adalah salah satu jawabannya. Bahkan saat launching event daerah yang berskala nasional, Kemenpar selalu menyisipi musik berkelas dengan home band Purwacaraka. Kekuatan musik sangat dahsyat," papar Pitana.
Lantas mengapa harus dangdut? “Karena basis penggemar dangdut di wilayah perbatasan Indonesia—Malaysia sangat kuat dan solid. Bahkan boleh dibilang fanatik,” ujar pria berkacata itu.
Berlebihan? Rasanya tidak. Saat konser FWI belum digelar saja, imigrasi Entikong sudah mendata 360 wisman asal Malaysia yang menyeberang ke Entikong. Masih ada kemungkinan bertambah dari pintu lain saat Sabtu dan Minggu nanti.
"Mereka akan dijemput menggunakan bus oleh panitia di perbatasan Entikong. Jaraknya 3 kilometer dari lokasi acara," ucap Pitana.
Pengunjung lokal tak kalah antusias menyambut artis dangdut ibukota. Jumlahnya bisa mencapai 3.000-an orang lebih. Diperkirakan, massa akan datang dari Entikong, Balai Karangan, sampai Kota Sanggau.
"Nanti ada juga tari-tarian lokal Dayak. Seperti tarian dari Sanggar Tari Yarukak Sanggau, Sanggar Tari Gahat Mawang Tebedu, Lomba Egrang, Lomba Sumpit, Tarik Tambang dan lainnya," kata Pitana.
Festival Wonderful Indonesia di Entikong adalah yang kedua kalinya setelah sukses bulan Maret 2016 lalu. Festival Wonderful Indonesia (FWI) merupakan program Kemenpar dalam rangka meningkatkan aktivitas industri pariwisata Indonesia. Di 2016 ini, Kemenpar membidik 2 juta kunjungan wisman lewat pintu perbatasan.
(alv)