Ini Penyebab Menurunnya Produksi dan Kesejahteraan Petani Kopi
A
A
A
JAKARTA - Dalam acara Republik Kopi—The Coffee Gathering, iNews TV mengangkat tema One Cup One Smile yang terinspirasi dari keadaan produksi kopi di Indonesia saat ini. Meski permintaan kopi kerap meningkat, namun harga yang ditetapkan kepada petani kopi masih kecil dan tidak imbang sehingga menimbulkan ketidaksejahteraan kepada para petani kopi.
Menurut CEO MNC Group, Hary Tanoesoedibjo, ada beberapa hal yang membuat produksi kopi dan kesejahteraan petani kopi menurun. “Alangkah ironisnya produksi kopi di Indonesia sekarang ini menurun. Saya sering keliling daerah dan alasan produksi kopi menurun itu karena banyak petani kopi yang penggarap, mereka tidak punya kuasa atas tanah. Jadi kalau tiba-tiba ada pembangunan, tanah tersebut dijual, petani kopi kehilangan pekerjaannya,” papar Hary Tanoesoedibjo saat ditemui di Gedung iNews TV Kebon Sirih, Jakarta (6/10/2016).
Menurut pria yang akrab disapa HT ini, pada umumnya, petani kopi tidak bisa kaya karena anak-anak mereka tidak mau meneruskan usaha orang tuanya itu. Selain itu, para petani juga terkendalan modal sehingga jumlah mereka pun berkurang.
“Jadi sekarang ini bagaimana diupayakan agar petani bisa punya tanah sendiri, perbankan mampu memberikan pembiayaan. Kalau itu dilakukan saya rasa produksi kopi akan meningkat, petani juga sejahtera,” imbuh HT.
HT juga mendukung digelarnya acara yang mengundang para petani kopi dan komunitas pencinta kopi. Dia pun mengatakan bahwa kopi Indonesia tidak kalah bersaing di luar negeri.
“Saya pernah minum kopi luwak di New York itu harganya USD20—25, jadi sekitar 300.000. Kualitas kopi Indonesia itu sebenarnya baik dan tidak kalah bersaing. Melalui acara ini, meski ini pertama tapi bisa menjadi penting khususnya bagi masyarakat bawah, petani kopi,” ujar dia.
Menurut CEO MNC Group, Hary Tanoesoedibjo, ada beberapa hal yang membuat produksi kopi dan kesejahteraan petani kopi menurun. “Alangkah ironisnya produksi kopi di Indonesia sekarang ini menurun. Saya sering keliling daerah dan alasan produksi kopi menurun itu karena banyak petani kopi yang penggarap, mereka tidak punya kuasa atas tanah. Jadi kalau tiba-tiba ada pembangunan, tanah tersebut dijual, petani kopi kehilangan pekerjaannya,” papar Hary Tanoesoedibjo saat ditemui di Gedung iNews TV Kebon Sirih, Jakarta (6/10/2016).
Menurut pria yang akrab disapa HT ini, pada umumnya, petani kopi tidak bisa kaya karena anak-anak mereka tidak mau meneruskan usaha orang tuanya itu. Selain itu, para petani juga terkendalan modal sehingga jumlah mereka pun berkurang.
“Jadi sekarang ini bagaimana diupayakan agar petani bisa punya tanah sendiri, perbankan mampu memberikan pembiayaan. Kalau itu dilakukan saya rasa produksi kopi akan meningkat, petani juga sejahtera,” imbuh HT.
HT juga mendukung digelarnya acara yang mengundang para petani kopi dan komunitas pencinta kopi. Dia pun mengatakan bahwa kopi Indonesia tidak kalah bersaing di luar negeri.
“Saya pernah minum kopi luwak di New York itu harganya USD20—25, jadi sekitar 300.000. Kualitas kopi Indonesia itu sebenarnya baik dan tidak kalah bersaing. Melalui acara ini, meski ini pertama tapi bisa menjadi penting khususnya bagi masyarakat bawah, petani kopi,” ujar dia.
(alv)