Stephanie Kurlow, Balerina Berhijab Pertama di Dunia
A
A
A
JAKARTA - Menggunakan hijab tidak menjadi halangan bagi para wanita untuk mewujudkan mimpinya. Hal ini pun berlaku bagi balerina profesional asal Sydney, Stephanie Kurlow. Di negaranya, Australia, Stephanie menjadi muslim minoritas. Namun hal ini tidak menyurutkan langkahnya untuk mengejar mimpi menjadi seorang balerina.
Menariknya, Stephanie menjadi balerina pertama yang berhijab, tak hanya di Australia, tapi juga di dunia. Bahkan, kini remaja berusia 15 tahun itu telah menunjukan performa dan kepiawaiannya dalam seni tari balet. Kecintaan Stephanie terhadap balet pun muncul sejak usia dua tahun.
Namun ketika ia dan keluarganya memutuskan memeluk Islam dan berhijab di tahun 2010, Stephanie sempat berhenti menjadi seorang balerina. Tentunya keputusannya untuk berhijab tidaklah mudah, banyak komentar negatif yang didapat lantaran penampilannya ini.
Oleh karena itu, Stephanie pun memilih vakum selama tiga tahun dari dunia yang dicintainya. Namun pada akhirnya, dia sadar bahwa hijab bukan penghalang untuk mewujudkan mimpinya menjadi seorang balerina profesional. Untuk melanjutkan karirnya, Stephanie mengaku terinspirasi oleh Zahra Lari, seorang ice-skater berhijab.
"Aku terinspirasi dari Zahra Lari, dia adalah ice-skater berhijab pertama di dunia. Saat aku melihatnya, seperti sama dengan ku menari. Aku sangat terinspirasi olehnya dan mulai melakukan balet lagi. Zahra menjadi bukti bahwa dengan berhijab, wanita bisa tetap berhasil," papar Stephanie saat acara Wardah Inspiring Moment di Galeri Indonesia Kaya, Jakarta, Selasa (25/4/2017).
Selain Zahra, Stephanie juga terinspirasi oleh sosok penari balet asal Australia kelahiran China, Li Cunxin. Meski berbeda dari balerina lainnya, Stephanie tetap tampil cantik dan percaya diri. Dia pun merasa beruntung memiliki perbedaan yang membuatnya unik.
"Kostum balet bisa diubah sesuai keinginan. Saat tampil aku tetap menggunakan leging, busana lengan panjang dan rok panjang. Yang terberat adalah banyak orang yang tidak menyukainya, terlebih komentar negatif di media sosial," kata dia.
Tak hanya sebagai professional ballerina, Stephanie juga aktif dalam berbagai bentuk pengembangan dan pemberdayaan perempuan, pemuda serta kegiatan lainnya yang bisa memberikan pengaruh positif bagi orang yang berbeda latar belakang ras dan budaya. "Aku ingin dirikan sekolah untuk semua ras dan agama agar semuanya bisa meraih mimpi," pungkasnya.
Menariknya, Stephanie menjadi balerina pertama yang berhijab, tak hanya di Australia, tapi juga di dunia. Bahkan, kini remaja berusia 15 tahun itu telah menunjukan performa dan kepiawaiannya dalam seni tari balet. Kecintaan Stephanie terhadap balet pun muncul sejak usia dua tahun.
Namun ketika ia dan keluarganya memutuskan memeluk Islam dan berhijab di tahun 2010, Stephanie sempat berhenti menjadi seorang balerina. Tentunya keputusannya untuk berhijab tidaklah mudah, banyak komentar negatif yang didapat lantaran penampilannya ini.
Oleh karena itu, Stephanie pun memilih vakum selama tiga tahun dari dunia yang dicintainya. Namun pada akhirnya, dia sadar bahwa hijab bukan penghalang untuk mewujudkan mimpinya menjadi seorang balerina profesional. Untuk melanjutkan karirnya, Stephanie mengaku terinspirasi oleh Zahra Lari, seorang ice-skater berhijab.
"Aku terinspirasi dari Zahra Lari, dia adalah ice-skater berhijab pertama di dunia. Saat aku melihatnya, seperti sama dengan ku menari. Aku sangat terinspirasi olehnya dan mulai melakukan balet lagi. Zahra menjadi bukti bahwa dengan berhijab, wanita bisa tetap berhasil," papar Stephanie saat acara Wardah Inspiring Moment di Galeri Indonesia Kaya, Jakarta, Selasa (25/4/2017).
Selain Zahra, Stephanie juga terinspirasi oleh sosok penari balet asal Australia kelahiran China, Li Cunxin. Meski berbeda dari balerina lainnya, Stephanie tetap tampil cantik dan percaya diri. Dia pun merasa beruntung memiliki perbedaan yang membuatnya unik.
"Kostum balet bisa diubah sesuai keinginan. Saat tampil aku tetap menggunakan leging, busana lengan panjang dan rok panjang. Yang terberat adalah banyak orang yang tidak menyukainya, terlebih komentar negatif di media sosial," kata dia.
Tak hanya sebagai professional ballerina, Stephanie juga aktif dalam berbagai bentuk pengembangan dan pemberdayaan perempuan, pemuda serta kegiatan lainnya yang bisa memberikan pengaruh positif bagi orang yang berbeda latar belakang ras dan budaya. "Aku ingin dirikan sekolah untuk semua ras dan agama agar semuanya bisa meraih mimpi," pungkasnya.
(nfl)