Pengalaman Mengesankan di Homestay Bagan Datuk, Malaysia
A
A
A
KERAMAHAN penduduk dan objek wisata lokal yang potensial. Dua hal inilah yang menjadi andalan utama homestay sebuah program pariwisata yang kini sedang gencar-gencarnya dikembangkan oleh Tourism Malaysia, khususnya di Provinsi Perak.
Di provinsi ini terdapat sekitar 15 wilayah yang menjadi lokasi homestay yang tersebar di berbagai wilayah, diantaranya adalah Homestay Bagan Datuk yang bertarif RM100 atau setara sekitar Rp 300.000-an per malam. Tarif ini sudah termasuk dengan sarapan pagi, makan siang, dan malam hari serta aktivitas serta mengunjungi lokasi wisata di kawasan ini.
Bagan Datuk terletak di pinggir pantai. Sebagian besar wilayahnya merupakan perkebunan kelapa. Saya, Avy, travel blogger dari Kamboja, dan Ping Pitchaya, travel blogger dari Thailand, menginap di rumah penduduk setempat yakni Encik Ahmad dan Makcik Solehah.
Keluarga ini sangat ramah. Makcik Solehah, wanita berusia 50 tahun yang masih terlihat cantik, sangat pandai memasak. Dan saya memanggilnya Ibu, karena keramahan dan caranya bersikap mengingatkan saya kepada ibu saya di tanah air.
Rumah mereka dilengkapi dengan tiga kamar mandi, air conditioner dan televisi dengan LCD 68 inch lengkap dengan audio sekelas home theater. Di luar, rumah ini memang tak terlihat istimewa, hampir sama dengan kebanyakan rumah di kawasan ini, tetapi begitu masuk ke dalam, rasanya seperti masuk ke rumah Barby lengkap dengan kipas angin dan air conditioner AC.
Meski terkendala masalah bahasa, karena dua teman saya berasal dari Kambodja dan Thailand, namun kami sangat akrab, Ibu begitu ramah melayani kami, bahkan seperti layaknya ibu kami sendiri. "Saya seperti mendapatkan keluarga baru, bukan orang lain, senang rasanya kalian datang kemari," tutur wanita berusia 50 tahun yang masih terlihat cantik.
Makcik Solehah juga menyiapkan sendiri masakan untuk kami makan saat pagi maupun malam hari. Mak Cik Solehah jago masak, rasanya bahkan masih selalu terasa di lidah dan membuat kangen, "They cook so weel for us," kata Ping dan Avy, dua rekan saya, terkenang masakan Makcik Solehah.
Keakraban kami dengan orang tua angkat di homestay dan warga setempat semakin terasa ketika sore hari digelar beragam perlombaan tradisional khas Bagan Datuk. Pada malam harinya, digelar Bagan Culture Night. Masing-masing kami mendapatkan hadiah. Malam tersebut juga sekaligus menjadi ajang perpisahan bagi para wisatawan seperti saya dan para orang tua angkat kami. "Oh, ibu!" saya pun memeluk erat ketika kami harus pamitan.
Teman-teman saya dari Social Media Influencer Fest 2017 merasakan pengalaman yang sama, mengaku senang tinggal di Homestay Bagan Datuk karena keramahan penduduknya. (Yaomi)
Di provinsi ini terdapat sekitar 15 wilayah yang menjadi lokasi homestay yang tersebar di berbagai wilayah, diantaranya adalah Homestay Bagan Datuk yang bertarif RM100 atau setara sekitar Rp 300.000-an per malam. Tarif ini sudah termasuk dengan sarapan pagi, makan siang, dan malam hari serta aktivitas serta mengunjungi lokasi wisata di kawasan ini.
Bagan Datuk terletak di pinggir pantai. Sebagian besar wilayahnya merupakan perkebunan kelapa. Saya, Avy, travel blogger dari Kamboja, dan Ping Pitchaya, travel blogger dari Thailand, menginap di rumah penduduk setempat yakni Encik Ahmad dan Makcik Solehah.
Keluarga ini sangat ramah. Makcik Solehah, wanita berusia 50 tahun yang masih terlihat cantik, sangat pandai memasak. Dan saya memanggilnya Ibu, karena keramahan dan caranya bersikap mengingatkan saya kepada ibu saya di tanah air.
Rumah mereka dilengkapi dengan tiga kamar mandi, air conditioner dan televisi dengan LCD 68 inch lengkap dengan audio sekelas home theater. Di luar, rumah ini memang tak terlihat istimewa, hampir sama dengan kebanyakan rumah di kawasan ini, tetapi begitu masuk ke dalam, rasanya seperti masuk ke rumah Barby lengkap dengan kipas angin dan air conditioner AC.
Meski terkendala masalah bahasa, karena dua teman saya berasal dari Kambodja dan Thailand, namun kami sangat akrab, Ibu begitu ramah melayani kami, bahkan seperti layaknya ibu kami sendiri. "Saya seperti mendapatkan keluarga baru, bukan orang lain, senang rasanya kalian datang kemari," tutur wanita berusia 50 tahun yang masih terlihat cantik.
Makcik Solehah juga menyiapkan sendiri masakan untuk kami makan saat pagi maupun malam hari. Mak Cik Solehah jago masak, rasanya bahkan masih selalu terasa di lidah dan membuat kangen, "They cook so weel for us," kata Ping dan Avy, dua rekan saya, terkenang masakan Makcik Solehah.
Keakraban kami dengan orang tua angkat di homestay dan warga setempat semakin terasa ketika sore hari digelar beragam perlombaan tradisional khas Bagan Datuk. Pada malam harinya, digelar Bagan Culture Night. Masing-masing kami mendapatkan hadiah. Malam tersebut juga sekaligus menjadi ajang perpisahan bagi para wisatawan seperti saya dan para orang tua angkat kami. "Oh, ibu!" saya pun memeluk erat ketika kami harus pamitan.
Teman-teman saya dari Social Media Influencer Fest 2017 merasakan pengalaman yang sama, mengaku senang tinggal di Homestay Bagan Datuk karena keramahan penduduknya. (Yaomi)
(bbk)