Mengendalikan Penyakit Asma
A
A
A
JAKARTA - Asma dapat menurunkan kualitas hidup, bahkan menyebabkan beban ekonomi yang tidak sedikit. Nah, tatalaksana asma pada anak yang tepat dan efisien dapat meningkatkan kualitas hidup anak.
Meski terbilang tidak terlalu tinggi menyebabkan kematian, hanya 1 dari 250 penderitanya, namun asma tak pelak dapat menurunkan kualitas hidup terutama pada anak, di mana penyakit ini dapat menghambat tumbuh kembang anak.
Riskesdas 2013 menunjukkan serangan asma pada anak akan menyebabkan bolos sekolah 5-7 hari dalam setahun per anak. Angka kejadian asma internasional sangat bervariasi sekitar 4-30% sedangkan angka kejadian pada anak sekolah menengah di Indonesia sekitar 5-15%, rata-rata 10%. Gejala utama asma adalah sesak dan batuk.
Dr Darmawan Budi Setianto, spesialis respirologi anak menjelaskan, pada sebagian anak, gejala asma tidak khas. Kadang tidak disertai mengi, namun justru batuk yang membandel, yaitu batuk yang berlangsung lama, dan suka timbul hilang.
Asma ditegakkan jika ada gejala berulang, gejala di malam hari lebih parah, membaik dengan obat, ada riwayat asma dan alergi di keluarga dan ada faktor pencetus baik dalam bentuk hirupan misalnya asap rokok, tungau debu dan lainnya.
Faktor pencetus juga bisa datang dari makanan, misalnya mengonsumsi makanan yang mengandung MSG, coklat, atau infeksi rinofaringitis/common cold (selesma), serta melakukan aktivitas fisik berlebihan.
Guna meningkatkan kualitas hidup penderita, maka asma haruslah dikendalikan. Penanganan dan pengendalian asma berdasarkan derajat keparahannya. Misalnya asma intermitten (kambuhnya jarang-jarang) dan persisten (sering sekali kambuh).
Tatalaksana asma yang paling utama adalah menghindari pencetus. “Selama kita dapat menghindari pencetus, maka asma tidak akan kambuh. Ibaratnya asma itu seperti tamu yang baik, ia tidak akan datang jika tidak “diundang,” jelas dr. Darmawan. Asma memiliki gambaran klasik yaitu sesak napas dan bunyi “ngik-ngik”.
Dijelaskan dr Darmawan, secara terminologi asma merupakan penyakit saluran napas dengan dasar radang menahun yang mengakibatkan obstruksi atau sumbatan dan hipereaktivitas saluran napas dengan derajat yang bervariasi.
Asma adalah penyakit kronik menahun tersering di dunia, dapat menyerang anak maupun orang dewasa. Sedikit gambaran, organ pernapasan dibagi dua yaitu saluran pernapasan dari hidung sampai trakea atau cabang paru, dan paru-paru. Di dalam paru sendiri ada kantong-kantong udara atau alveoli.
Asma menyerang saluran pernapasan, terutama di cabang bronkus berupa radang menahun. Selain meradang, otot-otot juga menjadi mengkerut. Bunyi "ngik-ngik" adalah efek saluran udara yang menyempit.
Dr Lily S. Sulistyowati MM, selaku Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit tidak Menular menjelaskan, asma termasuk dalam penyakit tidak menular. Angka kejadiannya belum terlalu tinggi, sekitar 4%. Seperti penyakit tidak menular lain, asma kronis juga menimbulkan stres pada penderitanya, bila penyakit tidak terkendali.
Asma pada anak di Indonesia boleh dibilang masih menyisakan berbagai masalah, antara lain underdiagnosis, yaitu banyak penderita asma yang tidak didiagnosis dengan tepat sehingga tidak mendapatkan pengobatan yang tepat. Belum lagi pemahaman dan kesadaran orangtua masih rendah terutama dalam menghindari pencetus dan dalam kepatuhan berobat.
Dr. Lily mengingatkan bahwa asma seperti halnya penyakit tidak menular, juga menimbulkan beban biaya yang tidak sedikit sehingga pencegahan sangat penting.
“Salah satunya menghindari polusi udara seperti rokok. Masalahnya di Indonesia banyak usia anak yang mulai merokok,” jelas dr Lily.
Mengendalikan penyakit tidak menular termasuk asma pada anak dapat meningkatkan kualitas anak Indonesia. Melalui Gerakan masyarakat hidup sehat (Germas), diharapkan dapat dilaksanakan sejak dalam kandungan. Upaya promotif dan preventif harus terus digalakkan seperti melakukan aktivitas fisik, konsumsi buah dan sayur, tidak merokok, dan membersihkan lingkungan untuk pencegahan asma.
Meski terbilang tidak terlalu tinggi menyebabkan kematian, hanya 1 dari 250 penderitanya, namun asma tak pelak dapat menurunkan kualitas hidup terutama pada anak, di mana penyakit ini dapat menghambat tumbuh kembang anak.
Riskesdas 2013 menunjukkan serangan asma pada anak akan menyebabkan bolos sekolah 5-7 hari dalam setahun per anak. Angka kejadian asma internasional sangat bervariasi sekitar 4-30% sedangkan angka kejadian pada anak sekolah menengah di Indonesia sekitar 5-15%, rata-rata 10%. Gejala utama asma adalah sesak dan batuk.
Dr Darmawan Budi Setianto, spesialis respirologi anak menjelaskan, pada sebagian anak, gejala asma tidak khas. Kadang tidak disertai mengi, namun justru batuk yang membandel, yaitu batuk yang berlangsung lama, dan suka timbul hilang.
Asma ditegakkan jika ada gejala berulang, gejala di malam hari lebih parah, membaik dengan obat, ada riwayat asma dan alergi di keluarga dan ada faktor pencetus baik dalam bentuk hirupan misalnya asap rokok, tungau debu dan lainnya.
Faktor pencetus juga bisa datang dari makanan, misalnya mengonsumsi makanan yang mengandung MSG, coklat, atau infeksi rinofaringitis/common cold (selesma), serta melakukan aktivitas fisik berlebihan.
Guna meningkatkan kualitas hidup penderita, maka asma haruslah dikendalikan. Penanganan dan pengendalian asma berdasarkan derajat keparahannya. Misalnya asma intermitten (kambuhnya jarang-jarang) dan persisten (sering sekali kambuh).
Tatalaksana asma yang paling utama adalah menghindari pencetus. “Selama kita dapat menghindari pencetus, maka asma tidak akan kambuh. Ibaratnya asma itu seperti tamu yang baik, ia tidak akan datang jika tidak “diundang,” jelas dr. Darmawan. Asma memiliki gambaran klasik yaitu sesak napas dan bunyi “ngik-ngik”.
Dijelaskan dr Darmawan, secara terminologi asma merupakan penyakit saluran napas dengan dasar radang menahun yang mengakibatkan obstruksi atau sumbatan dan hipereaktivitas saluran napas dengan derajat yang bervariasi.
Asma adalah penyakit kronik menahun tersering di dunia, dapat menyerang anak maupun orang dewasa. Sedikit gambaran, organ pernapasan dibagi dua yaitu saluran pernapasan dari hidung sampai trakea atau cabang paru, dan paru-paru. Di dalam paru sendiri ada kantong-kantong udara atau alveoli.
Asma menyerang saluran pernapasan, terutama di cabang bronkus berupa radang menahun. Selain meradang, otot-otot juga menjadi mengkerut. Bunyi "ngik-ngik" adalah efek saluran udara yang menyempit.
Dr Lily S. Sulistyowati MM, selaku Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit tidak Menular menjelaskan, asma termasuk dalam penyakit tidak menular. Angka kejadiannya belum terlalu tinggi, sekitar 4%. Seperti penyakit tidak menular lain, asma kronis juga menimbulkan stres pada penderitanya, bila penyakit tidak terkendali.
Asma pada anak di Indonesia boleh dibilang masih menyisakan berbagai masalah, antara lain underdiagnosis, yaitu banyak penderita asma yang tidak didiagnosis dengan tepat sehingga tidak mendapatkan pengobatan yang tepat. Belum lagi pemahaman dan kesadaran orangtua masih rendah terutama dalam menghindari pencetus dan dalam kepatuhan berobat.
Dr. Lily mengingatkan bahwa asma seperti halnya penyakit tidak menular, juga menimbulkan beban biaya yang tidak sedikit sehingga pencegahan sangat penting.
“Salah satunya menghindari polusi udara seperti rokok. Masalahnya di Indonesia banyak usia anak yang mulai merokok,” jelas dr Lily.
Mengendalikan penyakit tidak menular termasuk asma pada anak dapat meningkatkan kualitas anak Indonesia. Melalui Gerakan masyarakat hidup sehat (Germas), diharapkan dapat dilaksanakan sejak dalam kandungan. Upaya promotif dan preventif harus terus digalakkan seperti melakukan aktivitas fisik, konsumsi buah dan sayur, tidak merokok, dan membersihkan lingkungan untuk pencegahan asma.
(tdy)