Alih Fungsi Rumah Rakyat Menjadi Homestay
A
A
A
PERUBAHAN itu bermula pada sembilan tahun silam. Desa Oro-Oro Ombo, Kecamatan Batu, Kota Batu, Jawa Timur, pada waktu dulu belumlah seramai sekarang. Dikenal sebagai penghasil padi, jagung, dan buah, Oro-Oro Ombo hanyalah desa sepi dengan jalan raya kecil dengan penerangan minim.
Wajah desa itu menjadi lebih berseri sejak Batu Night Spectacular (BNS) dibangun pada 2008. Bermula dari BNS yang mengandalkan pesona Kota Batu di malam hari sebagai latar itu, masyarakat dari berbagai kota datang berbondong-bondong. “Sejak itulah Desa Oro-Oro Ombo berangsur-angsur berubah, mulai ramai,” kata Maman Adi Saputro, pemuda Desa Oro-Oro Ombo, kepada SINDO Weekly, pekan lalu.
Begitulah, Oro-Oro Ombo kini menjadi salah satu desa andalan Pemkot Batu untuk meraup pendapatan asli daerah (PAD). Sejak dirintis menjadi desa wisata pada 2009–2010, desa yang dulu senyap itu kini selalu kebanjiran wisatawan. Sekitar 2011, bisnis home stay atau rumah inap mulai muncul. Pada 2015, sudah ada dua hotel dan 93 home stay di Oro-Oro Ombo.
Dalam tiga tahun terakhir, bisnis home stay semakin berkembang pesat lewat pemasaran digital. Maman yang mengelola home stay dengan tiga kamar merasakan sendiri perkembangan positif itu. Bila sebelumnya wisatawan paling lama hanya menginap dua malam setiap akhir pekan, kini rata-rata empat malam dalam sepekan seluruh kamarnya terisi.
Tamu yang menginap pun bukan hanya wisatawan lokal, tetapi juga turis asing atau wisatawan mancanegara (wisman). Para wisman itu kebanyakan datang dari Australia, Malaysia, dan beberapa negara di Timur Tengah. “Setelah dipasarkan lewat aplikasi Airbnb dan Traveloka, tingkat hunian naik 200%,” tutur alumnus Universitas Muhammadiyah Malang itu.
Bagaimana prospek bisnis homestay di masa depan? Simak wawancara selengkapnya di Majalah SINDO Weekly Edisi 40/VI/2017 yang terbit Senin (4/12/2017).
Wajah desa itu menjadi lebih berseri sejak Batu Night Spectacular (BNS) dibangun pada 2008. Bermula dari BNS yang mengandalkan pesona Kota Batu di malam hari sebagai latar itu, masyarakat dari berbagai kota datang berbondong-bondong. “Sejak itulah Desa Oro-Oro Ombo berangsur-angsur berubah, mulai ramai,” kata Maman Adi Saputro, pemuda Desa Oro-Oro Ombo, kepada SINDO Weekly, pekan lalu.
Begitulah, Oro-Oro Ombo kini menjadi salah satu desa andalan Pemkot Batu untuk meraup pendapatan asli daerah (PAD). Sejak dirintis menjadi desa wisata pada 2009–2010, desa yang dulu senyap itu kini selalu kebanjiran wisatawan. Sekitar 2011, bisnis home stay atau rumah inap mulai muncul. Pada 2015, sudah ada dua hotel dan 93 home stay di Oro-Oro Ombo.
Dalam tiga tahun terakhir, bisnis home stay semakin berkembang pesat lewat pemasaran digital. Maman yang mengelola home stay dengan tiga kamar merasakan sendiri perkembangan positif itu. Bila sebelumnya wisatawan paling lama hanya menginap dua malam setiap akhir pekan, kini rata-rata empat malam dalam sepekan seluruh kamarnya terisi.
Tamu yang menginap pun bukan hanya wisatawan lokal, tetapi juga turis asing atau wisatawan mancanegara (wisman). Para wisman itu kebanyakan datang dari Australia, Malaysia, dan beberapa negara di Timur Tengah. “Setelah dipasarkan lewat aplikasi Airbnb dan Traveloka, tingkat hunian naik 200%,” tutur alumnus Universitas Muhammadiyah Malang itu.
Bagaimana prospek bisnis homestay di masa depan? Simak wawancara selengkapnya di Majalah SINDO Weekly Edisi 40/VI/2017 yang terbit Senin (4/12/2017).
(amm)