Hugh Jackman: Dari Jurnalis ke Dunia Akting
A
A
A
TIDAK pernah tebersit sedikit pun di benaknya profesi aktor. Namun, rupanya panggilan jiwanya adalah dunia pertunjukan. Hugh Jackman pun tidak bisa lepas dari sihir akting yang membesarkan namanya hingga sekarang.
Lahir pada 12 Oktober 1968 di Sydney, Australia, Hugh Jackman merupakan anak bungsu dari lima bersaudara. Masa kecilnya boleh dibilang kurang menyenangkan. Ayah ibunya bercerai ketika Jackman belum genap 10 tahun.
Tugas sebagai single parent dilakoni sang ayah yang berprofesi sebagai seorang akuntan. “Dia ayah yang luar biasa,” aku aktor ini. Walau begitu, Jackman kerap mengunjungi ibunya di Inggris dan justru sang ibu yang membuatnya jatuh hati pada dunia seni peran.
Ibunya kerap mengajak Jackman kecil melihat pertunjukan teater sewaktu berkunjung ke Inggris. Jackman juga mengambil kegiatan teater di sekolahnya. Tetapi, menjadi seorang aktor profesional sama sekali tidak ada dalam agenda masa depannya.
Dia malah mengambil kuliah bidang ilmu komunikasi di University of Technology di Sydney dengan konsentrasi studi jurnalistik. Pada akhir masa perkuliahan, Jackman menyadari mata kuliah yang diambilnya masih kurang. Dia pun mengambil kelas drama dengan alasan gampang lulus.
“Ternyata kelas itu sangat menantang dan banyak tugas. Ada drama yang semua orang harus ambil bagian,” ucap Jackman dikutip MSNBC News.
Pada akhir tugas itu, dia justru menemukan dirinya jatuh cinta pada dunia akting. “Saya berakting karena itu kesempatan saya untuk merasa kan kebebasan di hidup saya,” ungkapnya.
Lulus S-1, dia menyadari bahwa menjadi wartawan bukan lagi cita-citanya. Dia lalu memutuskan mengambil studi drama di Western Australia Academy of Performing Arts di Perth. Tiga tahun berselang, Jackman tenggelam dalam kehidupan aktingnya, muncul di berbagai drama serta mengambil kelas opera dan teater musikal. Pada 1994, dia lulus dan sama sekali belum ada bayangan akan masa depannya menjadi apa kelak.
“Setelah lulus, saya pikir saya akan mengeluarkan semua kemampuan saya selama menempuh studi. Jika tidak ada titik terang, saya akan memulai bisnis teater sendiri atau apa pun. Yang pasti saya tidak ingin menunggu seseorang menelepon menawarkan pekerjaan,” bebernya.
Untunglah, dia tidak perlu menunggu lama tawaran masuk. Sebuah peran untuk serial TV populer di Australia segera menghampirinya, Corelli. Serial ini bukan hanya batu loncatan kariernya semata, melainkan dia menemukan istrinya, aktris Deborra-Lee Furness.
Menyusul Corelli, Jackman muncul di berbagai program TV lainnya. Kariernya di TV berjalan beriringan dengan di dunia pentas. Ya, reputasinya di dunia teater terangkat manakala bermain di Beauty and the Beast dan Sunset Boulevard.
Jackman bahkan tampil di gedung pertunjukan berprestise, Royal National Theatre, pada 1998 di London. Para kritikus memuji penampilannya sebagai Curly McClain, di mana dia dinominasikan Olivier Award.
Akhirnya, dia dinobatkan sebagai bintang Australia setahun kemudian. Tidak Diperhitungkan Jackman memang bintang di Australia, tetapi sinarnya belum mencapai Amerika, khususnya industri film raksasa Hollywood.
Namanya tidak masuk hitungan bermain di proyek The X-Men . Adalah aktor asal Inggris Dougray Scott yang awalnya pilihan pertama untuk memerankan karakter superhero , Wolverine . Sayangnya, dia tidak bisa mengambilnya. Hal ini membuat studio ketar-ketir karena Oktober 1999 syuting akan segera dijalankan.
Sutradara Bryan Singer kemudian berani mengambil risiko dengan meminta si pendatang baru, Jackman, untuk menggantikan Scott. Ketika mendapat telepon penawaran itu, Jackman amat terkejut.
Sebab, dia mengira peran itu telah lepas ke orang lain. Tidak mengherankan, dia telah mengikuti audisi untuk film itu hampir setahun lalu, tepatnya 10 bulan silam.
Mulanya tidak masuk hitungan, tetapi The X-Men justru melebihi ekspektasi yang diharapkan. Sebelum film tayang, sudah ada kegiatan promosi yang dilakukan. Para pencinta komik The X-Men amat antusias melihat karakter superhero yang akan tayang di bioskop. Mereka bahkan mendirikan tenda di halaman bioskop agar tidak kehabisan tiket.
Sewaktu ditayangkan pada Juli 2000, film ini mendapat keuntungan menembus Rp771 miliar hanya seminggu setelah dirilis. Secara global, penjualan tiket mencapai Rp4 triliun. Film itu bahkan mendapat franchise dari hasil penjualan video game dan boneka figur aksinya. Jangan heran kalau film superhero juga menjadi super bisnis yang menggiurkan. (Sri Noviarni)
Lahir pada 12 Oktober 1968 di Sydney, Australia, Hugh Jackman merupakan anak bungsu dari lima bersaudara. Masa kecilnya boleh dibilang kurang menyenangkan. Ayah ibunya bercerai ketika Jackman belum genap 10 tahun.
Tugas sebagai single parent dilakoni sang ayah yang berprofesi sebagai seorang akuntan. “Dia ayah yang luar biasa,” aku aktor ini. Walau begitu, Jackman kerap mengunjungi ibunya di Inggris dan justru sang ibu yang membuatnya jatuh hati pada dunia seni peran.
Ibunya kerap mengajak Jackman kecil melihat pertunjukan teater sewaktu berkunjung ke Inggris. Jackman juga mengambil kegiatan teater di sekolahnya. Tetapi, menjadi seorang aktor profesional sama sekali tidak ada dalam agenda masa depannya.
Dia malah mengambil kuliah bidang ilmu komunikasi di University of Technology di Sydney dengan konsentrasi studi jurnalistik. Pada akhir masa perkuliahan, Jackman menyadari mata kuliah yang diambilnya masih kurang. Dia pun mengambil kelas drama dengan alasan gampang lulus.
“Ternyata kelas itu sangat menantang dan banyak tugas. Ada drama yang semua orang harus ambil bagian,” ucap Jackman dikutip MSNBC News.
Pada akhir tugas itu, dia justru menemukan dirinya jatuh cinta pada dunia akting. “Saya berakting karena itu kesempatan saya untuk merasa kan kebebasan di hidup saya,” ungkapnya.
Lulus S-1, dia menyadari bahwa menjadi wartawan bukan lagi cita-citanya. Dia lalu memutuskan mengambil studi drama di Western Australia Academy of Performing Arts di Perth. Tiga tahun berselang, Jackman tenggelam dalam kehidupan aktingnya, muncul di berbagai drama serta mengambil kelas opera dan teater musikal. Pada 1994, dia lulus dan sama sekali belum ada bayangan akan masa depannya menjadi apa kelak.
“Setelah lulus, saya pikir saya akan mengeluarkan semua kemampuan saya selama menempuh studi. Jika tidak ada titik terang, saya akan memulai bisnis teater sendiri atau apa pun. Yang pasti saya tidak ingin menunggu seseorang menelepon menawarkan pekerjaan,” bebernya.
Untunglah, dia tidak perlu menunggu lama tawaran masuk. Sebuah peran untuk serial TV populer di Australia segera menghampirinya, Corelli. Serial ini bukan hanya batu loncatan kariernya semata, melainkan dia menemukan istrinya, aktris Deborra-Lee Furness.
Menyusul Corelli, Jackman muncul di berbagai program TV lainnya. Kariernya di TV berjalan beriringan dengan di dunia pentas. Ya, reputasinya di dunia teater terangkat manakala bermain di Beauty and the Beast dan Sunset Boulevard.
Jackman bahkan tampil di gedung pertunjukan berprestise, Royal National Theatre, pada 1998 di London. Para kritikus memuji penampilannya sebagai Curly McClain, di mana dia dinominasikan Olivier Award.
Akhirnya, dia dinobatkan sebagai bintang Australia setahun kemudian. Tidak Diperhitungkan Jackman memang bintang di Australia, tetapi sinarnya belum mencapai Amerika, khususnya industri film raksasa Hollywood.
Namanya tidak masuk hitungan bermain di proyek The X-Men . Adalah aktor asal Inggris Dougray Scott yang awalnya pilihan pertama untuk memerankan karakter superhero , Wolverine . Sayangnya, dia tidak bisa mengambilnya. Hal ini membuat studio ketar-ketir karena Oktober 1999 syuting akan segera dijalankan.
Sutradara Bryan Singer kemudian berani mengambil risiko dengan meminta si pendatang baru, Jackman, untuk menggantikan Scott. Ketika mendapat telepon penawaran itu, Jackman amat terkejut.
Sebab, dia mengira peran itu telah lepas ke orang lain. Tidak mengherankan, dia telah mengikuti audisi untuk film itu hampir setahun lalu, tepatnya 10 bulan silam.
Mulanya tidak masuk hitungan, tetapi The X-Men justru melebihi ekspektasi yang diharapkan. Sebelum film tayang, sudah ada kegiatan promosi yang dilakukan. Para pencinta komik The X-Men amat antusias melihat karakter superhero yang akan tayang di bioskop. Mereka bahkan mendirikan tenda di halaman bioskop agar tidak kehabisan tiket.
Sewaktu ditayangkan pada Juli 2000, film ini mendapat keuntungan menembus Rp771 miliar hanya seminggu setelah dirilis. Secara global, penjualan tiket mencapai Rp4 triliun. Film itu bahkan mendapat franchise dari hasil penjualan video game dan boneka figur aksinya. Jangan heran kalau film superhero juga menjadi super bisnis yang menggiurkan. (Sri Noviarni)
(nfl)