Kesadaran Tentang Kanker Paru Masih Rendah
A
A
A
KANKER paru penyebab utama kematian terkait penyakit kanker diseluruh dunia. Studi Globocan International Agency for Research on Cancer (IARC) terakhir menyebutkan, terdapat 14,1 juta kasus baru kanker dengan jumlah kematian 8,2 juta.
Studi IARC juga menemukan bahwa penyakit kanker paru merupakan penyebab kematian utama akibat kanker pada penduduk pria, yaitu 30%, dan penyebab kematian kedua akibat kanker pada penduduk wanita dengan persentase 11,1%. Di Indonesia, Riset Kesehatan Dasar 2013 menyebutkan, prevalensi kanker untuk semua kelompok umur di Indonesia 1,4 per mil atau 347.392 orang.
Secara umum, tingkat kesadaran masyarakat Indonesia mengenai penyakit kanker paru masih sangat rendah. Bahkan, beberapa pasien kanker paru sering mengalami kesalahan diagnosis, di mana mereka sering divonis menderita TB. Karena itu, banyak pasien kanker paru terlambat terdiagnosis yang mengakibatkan lambatnya penanganan.
Hal tersebut tidak dapat dianggap sepele, mengingat progresivitas penyakit ini cukup cepat yang berisiko naik ke stadium lanjut. Hal ini berdampak pada kelangsungan hidup pasien yang tidak berkualitas.
Sebuah studi di Rumah Sakit Moewardi, Surakarta, menunjukkan bahwa 28,7% pasien kanker paru mengalami kesalahan diagnosis dengan TB pulmonary dan memiliki sejarah pengobatan anti-TB, di mana 73,4% dari pasien tersebut telah menjalani pengobatan anti-TB selama lebih dari satu bulan, tetapi hanya 2,5% yang terdiagnosis ganda menderita kanker paru dengan TB pulmonary.
Menanggapi hal tersebut, dr Niken Wastu Palupi MKM, Kepala Subdirektorat Penyakit Kanker dan Kelainan Darah Direktorat Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular Kemenkes RI mengungkapkan, melihat fenomena keterlambatan diagnosis pasien kanker paru, diperlukan kesadaran masyarakat untuk menyadari gejala sejak dini dan berkonsultasi kepada tenaga medis untuk meningkatkan keberhasilan proses penyembuhan.
“Ditambah, langkah pengendalian penyakit kanker paru di Indonesia memerlukan sinergi yang baik seluruh lapisan masyarakat,” ujarnya dalam acara AstraZeneca dan Mitra Bekerja Sama dalam Melawan Kanker Paru, Selasa (6/2/2018).
Dia melanjutkan, beberapa inisiatif pun sudah dilakukan, baik dari pemerintah maupun pihak swasta, tenaga medis, dan organisasi pasien. “Kami telah melakukan berbagai upaya guna menghambat hal tersebut, seperti upaya penyuluhan dan promosi kesehatan serta menyosialisasikan gaya hidup sehat CERDIK (Cek kesehatan secara rutin, Enyahkan asap rokok, Rajin Aktivitas fisik, Diet gizi seimbang, Istirahat cukup, dan Kelola stres),” bebernya.
Adapun dr Elisna Syahruddin PhD SpP(K), perwakilan PDPI dan RSUP Persahabatan, menambahkan, sekarang perkembangan medis sedang dalam era personalized medicine , di mana terapi yang diberikan kepada pasien harus sesuai targetnya (targeted therapy ).
Personalized medicine dan targeted therapy memerlukan biomarker untuk menentukan pasien yang tepat bagi terapi tersebut. penatalaksanaan kanker paru disesuaikan dengan stadium kanker/kondisi pasien, antara lain operasi bedah, radioterapi, kemoterapi, imunoterapi, dan terapi yang ditargetkan (targeted therapy).
Sebagai mitra Kementerian Kesehatan, AstraZeneca Indonesia bersama asosiasi tenaga kesehatan, organisasi pasien, dan LSM telah meluncurkan program Healthy Lung tahun lalu untuk memastikan pasien penyakit paru mendapatkan akses terapi yang dibutuhkan.
“Selain itu, kami meluncurkan Lvngwithindonesia.com , sebuah situs yang memuat informasi terbaru tentang penyakit kanker paru bagi pasien, keluarga, dan kerabat terdekat. Kami berharap upaya-upaya tersebut dapat membantu pasien, dengan aspirasi memperbaiki pengobatan pasien kanker paru di Indonesia,” ungkap Rizman Abudaeri, Pimpinan PT AstraZeneca Indonesia. (Sri Noviarni)
Studi IARC juga menemukan bahwa penyakit kanker paru merupakan penyebab kematian utama akibat kanker pada penduduk pria, yaitu 30%, dan penyebab kematian kedua akibat kanker pada penduduk wanita dengan persentase 11,1%. Di Indonesia, Riset Kesehatan Dasar 2013 menyebutkan, prevalensi kanker untuk semua kelompok umur di Indonesia 1,4 per mil atau 347.392 orang.
Secara umum, tingkat kesadaran masyarakat Indonesia mengenai penyakit kanker paru masih sangat rendah. Bahkan, beberapa pasien kanker paru sering mengalami kesalahan diagnosis, di mana mereka sering divonis menderita TB. Karena itu, banyak pasien kanker paru terlambat terdiagnosis yang mengakibatkan lambatnya penanganan.
Hal tersebut tidak dapat dianggap sepele, mengingat progresivitas penyakit ini cukup cepat yang berisiko naik ke stadium lanjut. Hal ini berdampak pada kelangsungan hidup pasien yang tidak berkualitas.
Sebuah studi di Rumah Sakit Moewardi, Surakarta, menunjukkan bahwa 28,7% pasien kanker paru mengalami kesalahan diagnosis dengan TB pulmonary dan memiliki sejarah pengobatan anti-TB, di mana 73,4% dari pasien tersebut telah menjalani pengobatan anti-TB selama lebih dari satu bulan, tetapi hanya 2,5% yang terdiagnosis ganda menderita kanker paru dengan TB pulmonary.
Menanggapi hal tersebut, dr Niken Wastu Palupi MKM, Kepala Subdirektorat Penyakit Kanker dan Kelainan Darah Direktorat Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular Kemenkes RI mengungkapkan, melihat fenomena keterlambatan diagnosis pasien kanker paru, diperlukan kesadaran masyarakat untuk menyadari gejala sejak dini dan berkonsultasi kepada tenaga medis untuk meningkatkan keberhasilan proses penyembuhan.
“Ditambah, langkah pengendalian penyakit kanker paru di Indonesia memerlukan sinergi yang baik seluruh lapisan masyarakat,” ujarnya dalam acara AstraZeneca dan Mitra Bekerja Sama dalam Melawan Kanker Paru, Selasa (6/2/2018).
Dia melanjutkan, beberapa inisiatif pun sudah dilakukan, baik dari pemerintah maupun pihak swasta, tenaga medis, dan organisasi pasien. “Kami telah melakukan berbagai upaya guna menghambat hal tersebut, seperti upaya penyuluhan dan promosi kesehatan serta menyosialisasikan gaya hidup sehat CERDIK (Cek kesehatan secara rutin, Enyahkan asap rokok, Rajin Aktivitas fisik, Diet gizi seimbang, Istirahat cukup, dan Kelola stres),” bebernya.
Adapun dr Elisna Syahruddin PhD SpP(K), perwakilan PDPI dan RSUP Persahabatan, menambahkan, sekarang perkembangan medis sedang dalam era personalized medicine , di mana terapi yang diberikan kepada pasien harus sesuai targetnya (targeted therapy ).
Personalized medicine dan targeted therapy memerlukan biomarker untuk menentukan pasien yang tepat bagi terapi tersebut. penatalaksanaan kanker paru disesuaikan dengan stadium kanker/kondisi pasien, antara lain operasi bedah, radioterapi, kemoterapi, imunoterapi, dan terapi yang ditargetkan (targeted therapy).
Sebagai mitra Kementerian Kesehatan, AstraZeneca Indonesia bersama asosiasi tenaga kesehatan, organisasi pasien, dan LSM telah meluncurkan program Healthy Lung tahun lalu untuk memastikan pasien penyakit paru mendapatkan akses terapi yang dibutuhkan.
“Selain itu, kami meluncurkan Lvngwithindonesia.com , sebuah situs yang memuat informasi terbaru tentang penyakit kanker paru bagi pasien, keluarga, dan kerabat terdekat. Kami berharap upaya-upaya tersebut dapat membantu pasien, dengan aspirasi memperbaiki pengobatan pasien kanker paru di Indonesia,” ungkap Rizman Abudaeri, Pimpinan PT AstraZeneca Indonesia. (Sri Noviarni)
(nfl)