Pameran Lukisan Pop-up/Meletup; Metamorfosis Yoes Rizal

Minggu, 11 Februari 2018 - 10:40 WIB
Pameran Lukisan Pop-up/Meletup;...
Pameran Lukisan Pop-up/Meletup; Metamorfosis Yoes Rizal
A A A
SEBANYAK 25 lukisan abstrak itu bisa didefinisikan sebagai "suara" yang lantang karena dianggap atau disangka oleh lingkungan sebagai pikiran. Pikiran yang dipresentasikan oleh garis, warna, dan noda yang selalu bertabrakan seperti halnya refleksi getaran suara pada ruang dan pada momen itu juga tanpa memedulikan sekitarnya tetap berjalan dan hanya melihat ke depan.

Kuratorial yang dipaparkan Mahmud Dzafce itu mengupas secara detail pameran lukisan karya Yoes Rizal bertajuk "Pop-up/Meletup" yang digelar di Galeri Nasional Indonesia. Bekerja sama dengan Yoes Rizal Studio, pameran tunggal pelukis kelahiran Palembang, 24 April 1956, ini berlangsung pada 9-22 Februari.

Mahmud Dzafce mengungkapkan, karya-karya Yoes Rizal kali ini dapat ditangkap sebagai pertemuan tanpa putus dengan diri membawa pada kedekatan asal jati serta fitrah jati yang ia ekspresikan dengan gerakannya yang matang. Karya-karyanya adalah waltz/tarian warna: oranye, kuning, oker, dan biru yang dijahit-ditarik dengan garis gelapnya ke dasar di mana simbol tanda noda tanpa makna bercampur sebagai tanda-tanda alam bawah sadar.

Tarian warna yang kadang-kadang tampak tidak terstruktur dan tidak bisa dikenali dan kadang-kadang tenang seperti sebuah jalan keluar setelah lama mencari gerakan kehidupan pada lapisan-lapisan objek-objek yang fana. Lukisan-lukisan Yoes Rizal tampak sebagai archive memory yang disengaja diaduk seperti ombak yang terpicu dari luar dengan maksud memberitahukan kepada jiwa untuk tidak menderita demi apa pun yang dulu dimilikinya.

"Hingga saat ini lukisan Yoes terus-menerus terjalin dengan kenangan sebagai simbol mekar/blossom -mengabarkan musim semi segera datang— yang ditunjukkannya secara konsisten dengan hubungan antara lembab-kering dan dingin-panas," papar Mahmud Dzafce yang juga kritikus seni rupa lulusan magister graphic design University of Prishtina, Kosovo.

Lukisan-lukisan karya Yoes Rizal adalah komunikasi dengan warna yang konstan tanpa putus. Dalam setiap situasi lukisan-lukisan itu berkomunikasi dengan kenangan masa lalu serta kenangan masa yang akan datang. Pameran karya-karyanya ini adalah "catatan" dari objek-objek yang berhubungan dengan diri sang seniman dan senimannya mendefinisikannya sebagai setetes air atau sebutir debu.

Jejak masa lampau dan kontak dengan dunia eksternal terus-menerus membuatnya kesal dan kembali ke tanah asal yang dilambangkan dengan warna biru dan hijau pada latar belakang yang oker. "Pelukis pada satu segi dengan goresan kuasnya yang cemerlang menyenangkan, tetapi pada segi lain dengan simbol tulisan campur-aduk menggoda perasaan pemerhati dan dibikin tampaknya seolah-olah mengganggu alam spiritual. Pada setiap karyanya yang ada, Yoes dengan jelas memperlihatkan petunjuk akan karya selanjutnya dengan mengurangi detail dan koreksi dan hanya sedikit goresan akan mampu menampilkan jiwa," ujar Mahmud.

Karya-karya Yoes Rizal dalam pameran kali ini benar-benar sangat abstrak. Bentuk atau objek dalam lukisan bukanlah fokus utama, melainkan jiwa yang tertuang di atas kanvas itu sendiri. Sejumlah lukisan juga menyisakan banyak ruang kosong sehingga tidak menjadikan lukisan terasa hampa. Malah membuat lukisan terlihat harmonis sebagai perpaduan ruang yang penuh dengan garis, bentuk dengan ruang kosong sehingga membuat nyaman mata yang melihat.

Meski begitu sebagian lukisan yang dipajang juga tetap membentuk pola yang sangat kuat. Misalnya lukisannya berjudul Dog (2017/acrylic on linen, 140x140 cm). Sesuai dengan judulnya, walau sepintas tampak berantakan, setelah lama diamati goresan garis dan warna dalam lukisan ini menggambarkan seekor anjing meskipun tak utuh. Lalu karya lainnya yang berjudul Kaabah (2017/acrilyc on linen, 140x140 cm) juga menggambarkan lukisan Kakbah.

Sebagaimana seniman lainnya, Yoes Rizal mengalami proses metamorfosis dalam berkarya. Dia berangkat dari jalur realisme, kemudian ke figuratif hingga terakhir dia asyik di jalur ekspresionisme-abstrak. Ekspresionisme bagi Yoes merupakan kecenderungannya untuk mendistorsi kenyataan dengan efek-efek emosional. Kebebasan distorsi bentuk dan warna untuk melahirkan emosi ataupun sensasi dari dalam yang biasanya dihubungkan dengan kekerasan atau tragedi. Ada kecenderungan dari Yoes untuk pembebasan diri (individualisasi) dalam berekspresi dan lebih "liar".

Dia sadar akan pengorbanan diri, introspeksi, dan menjauhkan diri yang kemudian ia tuangkan dalam karya-karya terbarunya. Yoes sendiri mengaku, gaya melukis ekspresionisme-abstrak baru dilakoninya sejak 10 tahun terakhir setelah dirinya merasa jenuh dengan gaya berkarya realis yang ditekuninya selama ini.

Makin Matang dan Produktif

Tua-tua keladi, makin tua makin jadi. Papatah itulah yang kini ditampilkan Yoes Rizal dalam menjalani karier dan hidupnya. Bahkan di usia kepala enam Yoes Rizal masih konsisten dalam berkarya. "Ini kan sangat luar biasa dan tentunya menjadi motivasi para generasi muda untuk banyak berkarya," kata Wakil Ketua DPR Fadli Zon yang berkesempatan hadir di acara pameran tunggal lukisan karya Yoes Rizal.

Fadli Zon yang juga salah satu penulis buku Soul: Yoes Rizal ini mengungkapkan bahwa Yoes Rizal adalah perupa yang unik dan patut diapresiasi. Selain produktif, Yoes Rizal juga seorang perupa berbakat. Ini dibuktikan dengan seabrek penghargaan yang diperolehnya baik dari dalam maupun luar negeri.

"Beberapa penghargaan Yoes Rizal dalam berkarya menun jukkan dirinya serius dalam menyelami dunia seni rupa dan ia berhasil menjadi salah satu tokoh pelukis yang mewarnai Indonesia, juga cukup diperhitungkan di luar negeri. Bahkan ia sering berpameran di luar negeri seperti di Jepang hingga Amerika," ungkap Fadli Zon.

Yoes Rizal memang bukanlah seniman baru. Ia seorang seniman generasi kontemporer lulusan Jurusan Seni Rupa Institut Teknologi Bandung (ITB) yang telah lama aktif berpameran, baik dalam skala lokal maupun internasional. Bahkan pengalaman pameran Yoes sudah merambah Amerika. Ia pernah berpameran di Red Mills Gallery, Vermont (2000); Pi Gallery, Kansas City (2006); dan Side Street Gallery, North Carolina (2007).

Penghargaannya pun bejibun, di antaranya Certificate from Paris American Academy (1984), Certificate of Recognition from Philip Morris Asia Limited (1999), Freeman Foundation Award, artist Resident at Vermont Studio Center (2000), dan Asian Artist Honorable Mention Grant, The Freeman Foundation (2001).
(amm)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.8760 seconds (0.1#10.140)