Memompa Semangat Pasien Kanker
A
A
A
JAKARTA - Kendati sudah tidak asing lagi dengan penyakit kanker lantaran beberapa kerabat dan tetangganya terserang penyakit tidak menular tersebut, namun bagi Ita Yuda tetap saja seperti petir di siang bolong ketika dokter memvonis dirinya terkena kanker payudara pada bulan Mei 2007.
Perasaan jatuh, terpukul pastilah ia rasakan. Namun apa daya, menyangkal keberadaan penyakit itu di tubuhnya justru malah lebih membahayakan kesehatannya di kemudian hari. Mengingat progresivitas penyakit yang terbilang cepat. “Saya ingat menengok tetangga yang kena kanker dan saya dengan entengnya bilang yang sabar ya Bu. Tanpa ada rasa empati. Padahal bagi pasien kanker butuh lebih dari kesabaran saja,” kata Ita ketika ditemui dalam acara Kalbe Peringati Hari Kanker Sedunia di Kelapa Gading, beberapa waktu lalu.
Wanita yang kini menjadi survivor kanker payudara itu lantas segera bertindak, ia mencari tahu segala informasi yang berhubungan dengan penyakit itu. Tak lupa ia membangun hubungan yang lebih dekat dengan sang Pencipta. Ia percaya penyakit datang dari Allah karenanya manusia hanya bisa mengiklaskankan diri dengan tetap berusaha untuk sembuh. Atas saran dokter ia lalu memperbaiki pola makannya yang salah selama ini, sebut saja menghindari asupan lemak dan menerapkan gaya hidup sehat. Menurut istri dari seorang dokter ini, sakit baginya adalah ilmu.
Ilmu untuk lebih bersabar, lebih ikhlas, termasuk ilmu untuk mendapatkan informasi yang tepat. “Sakit itu salah satu bentuk kasih sayang Allah,” akunya. Berbagai bekal seputar penyakit ini membuatnya percaya diri untuk memberi dukungan kepada pasien kanker lainnya dan menaruh rasa empati yang lebih besar.
Dukungan keluarga tak pelak menjadi kekuatan baginya untuk berjuang melawan penyakit, berbagai pengobatan medis ia jalankan tanpa melupakan pentingnya bersosialisasi. Ita bahkan tetap meneruskan usahanya berjualan aksesoris untuk menambah biaya pengobatan. “Saya percaya semua ada hikmahnya, dan dari penyakit ini saya berusaha memberikan kekuatan kepada pasien lain, untuk melihat sisi terang dari penyakit yang ada,” ujar Ita.
Menurut Psikolog Nyi Mas Diane Wulan, perasaan syok ketika divonis penyakit mematikan sangatlah lumrah namun bukan berarti kita meratapi karena bagaimanapun pasien harus segera mengambil tindakan agar penyakit tidak semakin berlanjut. Seiring pasien membenahi pikirannnya, keluarga harus berperan dalam memberikan motivasi yang diperlukan, membesarkan hati pasien, mengantarkan untuk berobat, mengingatkan waktu minum.obat dan lainnya.
Nyi Mas juga menyarankan agar pasien bergabung dengan komunitas penderita penyakit yang sama, sehingga bisa mendapatkan dukungan dari sesama maupun mendapatkan informasi seputar penyakit yang diderita. Nyi Mas juga menekankan agar perlunya pasien untuk tetap memiliki mimpi agar ia punya semangat hidup.
“Jangan hanya terpuruk dengan penyakit, tetaplah bersosialisasi, lakukan hobi atau pekerjaan kita jika masih memungkinkan, dan yang paling penting walaupun sakit tetaplah sebisa mungkin untuk bermanfaat bagi orang lain,” ungkapnya. Pada peringatan Hari Kanker Sedunia tersebut, mengambil tema We Can I Can, Be a Superhero, sekira empat ratus lebih pasien, survivor, dan pemerhati kanker hadir dalam acara itu.
“Kalbe akan terus mewujudkan komitmennya terhadap kesehatan masyarakat khususnya terhadap penderita kanker. Kita terus beri semangat agar para penderita kanker tidak putus asa dan tetap produktif,” beber Ridwan Ong, Direktur Marketing Farma PT Kalbe Farma, TBk. Ia melanjutkan, tema Hari Kanker Sedunia tahun ini merupakan bagian dari tema untuk rangkaian tiga tahun 2016-2018 yaitu Kita Bisa Aku Bisa.
“Tema ini berusaha menjangkau masyarakat secara kolektif maupun individual untuk menjalankan perannya masing-masing dalam rangka mengurangi beban akibat kanker,” imbuh Ridwan. Lebih jauh, ancaman kanker di Indonesia semakin meningkat seiring dengan perubahan pola hidup masyarakat. Menurut Organisasi Penanggulangan Kanker Dunia dan WHO, diperkirakan terjadi peningkatan kejadian kanker di dunia 300% pada tahun 2030. Mayoritas terjadi di negara-negara berkembang termasuk di Indonesia. (Sri Noviarni)
Perasaan jatuh, terpukul pastilah ia rasakan. Namun apa daya, menyangkal keberadaan penyakit itu di tubuhnya justru malah lebih membahayakan kesehatannya di kemudian hari. Mengingat progresivitas penyakit yang terbilang cepat. “Saya ingat menengok tetangga yang kena kanker dan saya dengan entengnya bilang yang sabar ya Bu. Tanpa ada rasa empati. Padahal bagi pasien kanker butuh lebih dari kesabaran saja,” kata Ita ketika ditemui dalam acara Kalbe Peringati Hari Kanker Sedunia di Kelapa Gading, beberapa waktu lalu.
Wanita yang kini menjadi survivor kanker payudara itu lantas segera bertindak, ia mencari tahu segala informasi yang berhubungan dengan penyakit itu. Tak lupa ia membangun hubungan yang lebih dekat dengan sang Pencipta. Ia percaya penyakit datang dari Allah karenanya manusia hanya bisa mengiklaskankan diri dengan tetap berusaha untuk sembuh. Atas saran dokter ia lalu memperbaiki pola makannya yang salah selama ini, sebut saja menghindari asupan lemak dan menerapkan gaya hidup sehat. Menurut istri dari seorang dokter ini, sakit baginya adalah ilmu.
Ilmu untuk lebih bersabar, lebih ikhlas, termasuk ilmu untuk mendapatkan informasi yang tepat. “Sakit itu salah satu bentuk kasih sayang Allah,” akunya. Berbagai bekal seputar penyakit ini membuatnya percaya diri untuk memberi dukungan kepada pasien kanker lainnya dan menaruh rasa empati yang lebih besar.
Dukungan keluarga tak pelak menjadi kekuatan baginya untuk berjuang melawan penyakit, berbagai pengobatan medis ia jalankan tanpa melupakan pentingnya bersosialisasi. Ita bahkan tetap meneruskan usahanya berjualan aksesoris untuk menambah biaya pengobatan. “Saya percaya semua ada hikmahnya, dan dari penyakit ini saya berusaha memberikan kekuatan kepada pasien lain, untuk melihat sisi terang dari penyakit yang ada,” ujar Ita.
Menurut Psikolog Nyi Mas Diane Wulan, perasaan syok ketika divonis penyakit mematikan sangatlah lumrah namun bukan berarti kita meratapi karena bagaimanapun pasien harus segera mengambil tindakan agar penyakit tidak semakin berlanjut. Seiring pasien membenahi pikirannnya, keluarga harus berperan dalam memberikan motivasi yang diperlukan, membesarkan hati pasien, mengantarkan untuk berobat, mengingatkan waktu minum.obat dan lainnya.
Nyi Mas juga menyarankan agar pasien bergabung dengan komunitas penderita penyakit yang sama, sehingga bisa mendapatkan dukungan dari sesama maupun mendapatkan informasi seputar penyakit yang diderita. Nyi Mas juga menekankan agar perlunya pasien untuk tetap memiliki mimpi agar ia punya semangat hidup.
“Jangan hanya terpuruk dengan penyakit, tetaplah bersosialisasi, lakukan hobi atau pekerjaan kita jika masih memungkinkan, dan yang paling penting walaupun sakit tetaplah sebisa mungkin untuk bermanfaat bagi orang lain,” ungkapnya. Pada peringatan Hari Kanker Sedunia tersebut, mengambil tema We Can I Can, Be a Superhero, sekira empat ratus lebih pasien, survivor, dan pemerhati kanker hadir dalam acara itu.
“Kalbe akan terus mewujudkan komitmennya terhadap kesehatan masyarakat khususnya terhadap penderita kanker. Kita terus beri semangat agar para penderita kanker tidak putus asa dan tetap produktif,” beber Ridwan Ong, Direktur Marketing Farma PT Kalbe Farma, TBk. Ia melanjutkan, tema Hari Kanker Sedunia tahun ini merupakan bagian dari tema untuk rangkaian tiga tahun 2016-2018 yaitu Kita Bisa Aku Bisa.
“Tema ini berusaha menjangkau masyarakat secara kolektif maupun individual untuk menjalankan perannya masing-masing dalam rangka mengurangi beban akibat kanker,” imbuh Ridwan. Lebih jauh, ancaman kanker di Indonesia semakin meningkat seiring dengan perubahan pola hidup masyarakat. Menurut Organisasi Penanggulangan Kanker Dunia dan WHO, diperkirakan terjadi peningkatan kejadian kanker di dunia 300% pada tahun 2030. Mayoritas terjadi di negara-negara berkembang termasuk di Indonesia. (Sri Noviarni)
(nfl)