Ini Penyebab Mengapa Banyak Orang Kurang Tidur di Malam Hari
A
A
A
JAKARTA - Dalam rangka memperingati World Sleep Day yang jatuh setiap tanggal 16 Maret, Royal Philips merilis temuan dari survei global tahunannya yang berjudul Better Sleep, Better Health: A Global Look at Why We're Still Falling Short on Sleep. Survei yang dilakukan di 13 negara ini mengamati apa yang membuat orang-orang tidak mendapatkan tidur yang berkualitas. Survei ini bertujuan mendorong adanya kesadaran akan pentingnya kualitas tidur sebagai pilar kesehatan yang seringkali terlupakan.
"Tidur adalah landasan gaya hidup sehat. Seberapa baik dan berapa lama kita tidur setiap malam sebelumnya adalah variabel paling penting yang mempengaruhi perasaan kita pada hari berikutnya," ujar Dr. David White, Chief Medical Officer, Philips Sleep & Respiratory Care melalui keterangan pers yang diterima Sindonews.
Diperkirakan lebih dari 100 juta orang di seluruh dunia menderita sleep apnea, 80% di antaranya tetap tidak terdiagnosa dan secara global 30% orang mengalami kesulitan untuk memulai tidur tanpa terjaga di malam hari. Tidur yang baik sangat penting bagi kesehatan, tapi hanya sepertiga dari orang dengan gangguan tidur yang mencari bantuan tenaga kesehatan profesional. Berkolaborasi dengan Richter dan survei tahunannya, Philips ingin menekankan pentingnya tidur berkualitas bagi setiap orang di seluruh dunia. Survei yang dilakukan secara online pada bulan Februari oleh Harris Poll ini, mengulas kebiasaan tidur lebih dari 15.000 responden dewasa di 13 negara.
Harris ingin melihat lebih dekat bagaimana tidur diprioritaskan, ditangani dan dipandang oleh populasi di negara tersebut. Hasilnya ditemukan bahwa responden masih belum memprioritaskan tidur. Mayoritas orang dewasa secara global atau 67% menganggap bahwa tidur berdampak penting bagi keseluruhan kesehatan mereka. Ketika mereka diminta untuk memasukkan kebiasaan tidur sehat sebagai bagian gaya hidup hanya 29% yang merasa bersalah tidak menjaga kebiasaan tidur yang baik. Angka ini lebih rendah dibandingkan dengan keinginan mereka untuk berolahraga secara rutin 3—4 kali dalam seminggu sebanyak 49% dan menjaga makan sehat sebanyak 42%.
Selain itu, 6 atau lebih dari 10 orang dewasa (61%) di dunia memiliki masalah kesehatan yang mempengaruhi tidur mereka. Di mana sekitar seperempat orang dewasa melaporkan insomnia (26%) dan 1 dari 5 orang mendengkur (21%). Berbagai kekhawatiran membuat lebih dari setengah orang dewasa di dunia terjaga di malam hari dalam 3 bulan terakhir (58%), diikuti oleh distraksi dari teknologi (26%). Setelah tidur malam yang tidak berkualitas, mereka merasa lelah (46%), murung atau mudah marah (41%), tidak termotivasi (39%) dan mengalami kesulitan berkonsentrasi (39%). Survei ini juga menemukan, secara global, tiga perempat orang dewasa (77%) mencoba memperbaiki tidur mereka dengan cara tertentu.
Secara kolektif, banyak yang beralih dengan mendengarkan musik yang menenangkan (36%) atau mengatur jadwal untuk tidur atau bangun mereka (32%). Namun, metode berbeda digunakan di tiap-tiap negara. Salah satu metode utama yang digunakan orang dewasa India adalah meditasi (45%), sementara salah satu metode teratas yang digunakan orang dewasa Polandia dan Tiongkok dengan meningkatkan kualitas udara mereka (33% dan 31%). Dari keseluruhan hasil survei global, muncul satu kelompok kecil yang terdiri dari orang dewasa berusia 18-24 tahun.
Meski cenderung tidak memiliki jam tidur yang teratur dibandingkan generasi lainnya (38% dan 47% berusia 25+), kelompok ini melaporkan bahwa rata-rata mereka lebih banyak tidur setiap malam dibandingkan kelompok usia lainnya (usia 18-24 rata-rata 7,2 jam, dibandingkan 6,9 jam pada kelompok usia 25+). Mereka juga merasa bersalah jika tidak secara teratur menjaga kebiasaan tidur yang baik dibandingkan dengan kelompok usia 35+ (35% dan 26%). Orang dewasa berusia 18-24 tahun juga lebih mungkin untuk mencoba memperbaiki tidur mereka dibandingkan dengan kelompok usia 25+ (86% dan 75%).
"Jadi, tidur yang tidak memadai bisa berdampak langsung pada kesehatan kita, tidak seperti olahraga atau diet. Survei ini menunjukkan walaupun mengetahui bahwa tidur itu penting untuk kesehatan secara keseluruhan, banyak orang masih belum memprioritaskannya ketimbang berolahraga atau mengkonsumsi makanan sehat. Semakin kita mengerti bagaimana dampak tidur pada segala hal yang kita lakukan, semakin baik kita menyesuaikan gaya hidup kita dan menemukan solusi yang membantu kita tidur dengan lebih baik," bebernya.
Untuk memperbaiki hasil klinis dalam terapi dan perawatan tidur, Philips membuka Sleep and Respiratory Education Center pertama di Asia Tenggara di kantor pusat regional, Philips APAC Center, Singapura. Pusat pedidikan ini bertujuan untuk melatih para tenaga kesehatan profesional di seluruh wilayah Asia Pasifik untuk bisa mendiagnosis dan mengobati gangguan tidur dengan lebih baik.
"Kualitas tidur merupakan salah satu tindakan preventif utama dalam menjaga kesehatan yang seringkali kita abaikan. Melalui inovasi Sleep and Respiratory, kami ingin membantu orang-orang mengatasi permasalahan tidur, sehingga dapat memiliki tubuh yang lebih sehat," kata Suryo Suwignjo, Presiden Direktur Philips Indonesia.
"Tidur adalah landasan gaya hidup sehat. Seberapa baik dan berapa lama kita tidur setiap malam sebelumnya adalah variabel paling penting yang mempengaruhi perasaan kita pada hari berikutnya," ujar Dr. David White, Chief Medical Officer, Philips Sleep & Respiratory Care melalui keterangan pers yang diterima Sindonews.
Diperkirakan lebih dari 100 juta orang di seluruh dunia menderita sleep apnea, 80% di antaranya tetap tidak terdiagnosa dan secara global 30% orang mengalami kesulitan untuk memulai tidur tanpa terjaga di malam hari. Tidur yang baik sangat penting bagi kesehatan, tapi hanya sepertiga dari orang dengan gangguan tidur yang mencari bantuan tenaga kesehatan profesional. Berkolaborasi dengan Richter dan survei tahunannya, Philips ingin menekankan pentingnya tidur berkualitas bagi setiap orang di seluruh dunia. Survei yang dilakukan secara online pada bulan Februari oleh Harris Poll ini, mengulas kebiasaan tidur lebih dari 15.000 responden dewasa di 13 negara.
Harris ingin melihat lebih dekat bagaimana tidur diprioritaskan, ditangani dan dipandang oleh populasi di negara tersebut. Hasilnya ditemukan bahwa responden masih belum memprioritaskan tidur. Mayoritas orang dewasa secara global atau 67% menganggap bahwa tidur berdampak penting bagi keseluruhan kesehatan mereka. Ketika mereka diminta untuk memasukkan kebiasaan tidur sehat sebagai bagian gaya hidup hanya 29% yang merasa bersalah tidak menjaga kebiasaan tidur yang baik. Angka ini lebih rendah dibandingkan dengan keinginan mereka untuk berolahraga secara rutin 3—4 kali dalam seminggu sebanyak 49% dan menjaga makan sehat sebanyak 42%.
Selain itu, 6 atau lebih dari 10 orang dewasa (61%) di dunia memiliki masalah kesehatan yang mempengaruhi tidur mereka. Di mana sekitar seperempat orang dewasa melaporkan insomnia (26%) dan 1 dari 5 orang mendengkur (21%). Berbagai kekhawatiran membuat lebih dari setengah orang dewasa di dunia terjaga di malam hari dalam 3 bulan terakhir (58%), diikuti oleh distraksi dari teknologi (26%). Setelah tidur malam yang tidak berkualitas, mereka merasa lelah (46%), murung atau mudah marah (41%), tidak termotivasi (39%) dan mengalami kesulitan berkonsentrasi (39%). Survei ini juga menemukan, secara global, tiga perempat orang dewasa (77%) mencoba memperbaiki tidur mereka dengan cara tertentu.
Secara kolektif, banyak yang beralih dengan mendengarkan musik yang menenangkan (36%) atau mengatur jadwal untuk tidur atau bangun mereka (32%). Namun, metode berbeda digunakan di tiap-tiap negara. Salah satu metode utama yang digunakan orang dewasa India adalah meditasi (45%), sementara salah satu metode teratas yang digunakan orang dewasa Polandia dan Tiongkok dengan meningkatkan kualitas udara mereka (33% dan 31%). Dari keseluruhan hasil survei global, muncul satu kelompok kecil yang terdiri dari orang dewasa berusia 18-24 tahun.
Meski cenderung tidak memiliki jam tidur yang teratur dibandingkan generasi lainnya (38% dan 47% berusia 25+), kelompok ini melaporkan bahwa rata-rata mereka lebih banyak tidur setiap malam dibandingkan kelompok usia lainnya (usia 18-24 rata-rata 7,2 jam, dibandingkan 6,9 jam pada kelompok usia 25+). Mereka juga merasa bersalah jika tidak secara teratur menjaga kebiasaan tidur yang baik dibandingkan dengan kelompok usia 35+ (35% dan 26%). Orang dewasa berusia 18-24 tahun juga lebih mungkin untuk mencoba memperbaiki tidur mereka dibandingkan dengan kelompok usia 25+ (86% dan 75%).
"Jadi, tidur yang tidak memadai bisa berdampak langsung pada kesehatan kita, tidak seperti olahraga atau diet. Survei ini menunjukkan walaupun mengetahui bahwa tidur itu penting untuk kesehatan secara keseluruhan, banyak orang masih belum memprioritaskannya ketimbang berolahraga atau mengkonsumsi makanan sehat. Semakin kita mengerti bagaimana dampak tidur pada segala hal yang kita lakukan, semakin baik kita menyesuaikan gaya hidup kita dan menemukan solusi yang membantu kita tidur dengan lebih baik," bebernya.
Untuk memperbaiki hasil klinis dalam terapi dan perawatan tidur, Philips membuka Sleep and Respiratory Education Center pertama di Asia Tenggara di kantor pusat regional, Philips APAC Center, Singapura. Pusat pedidikan ini bertujuan untuk melatih para tenaga kesehatan profesional di seluruh wilayah Asia Pasifik untuk bisa mendiagnosis dan mengobati gangguan tidur dengan lebih baik.
"Kualitas tidur merupakan salah satu tindakan preventif utama dalam menjaga kesehatan yang seringkali kita abaikan. Melalui inovasi Sleep and Respiratory, kami ingin membantu orang-orang mengatasi permasalahan tidur, sehingga dapat memiliki tubuh yang lebih sehat," kata Suryo Suwignjo, Presiden Direktur Philips Indonesia.
(alv)