Mengenal Gangguan Kejiwaan Bipolar
A
A
A
GANGGUAN bipolar (GB) masih terdengar asing di telinga. Padahal, GB dialami sekitar 34%- 36% populasi sepanjang hidupnya. Artinya, 1 dari 3 orang di dunia sedikitnya pernah mengalami gangguan bipolar. Angka ini sama atau jauh lebih besar dibandingkan penyakit fisik seperti hipertensi (30%), kanker (13%), diabetes melitus (8,8%), dan stroke (2,7%).
GB merupakan gangguan suasana perasaan sedih atau senang yang berlebihan dan terjadi dalam waktu cukup lama. "Kondisi ini mengakibatkan gangguan fungsi dan penderitaan, baik untuk orang yang mengalami maupun sekitarnya," kata dr Hervita Diatri SpKJ(K), perwakilan Pokdi Bipolar DKI Jakarta.
Dia melanjutkan, penyebab GB masih sulit ditetapkan karena bersifat multifaktor, melibatkan faktor biologi, psikologis, sosial, kultural, dan spiritual. Namun, faktor biologis memegang peran besar dikaitkan dengan faktor genetik dan neuotransmiter di otak. Secara psikososial, gangguan ini dikaitkan dengan pola asuh pada masa kanak-kanak dan berbagai faktor stres dari lingkungan.
GB memiliki dua tipe, yaitu tipe 1 dan tipe 2. Tipe 1 ditandai dengan episode mania (gembira berlebihan) yang diikuti episode hipomania (gembira) atau depresi (perasaan sedih). Sedangkan, tipe 2 ditandai dengan episode hipomanik, saat ini atau sebelumnya mengalami satu gejala depresif mayor. "Orang dengan GB tipe 2 tidak pernah mengalami episode manik," ujarnya.
Untuk diketahui, keadaan mood (suasana perasaan) pada gangguan bipolar bisa timbul dalam bentuk episode-episode berikut, yaitu depresi di mana suasana perasaan sedih atau murung, disertai hilangnya minat, menetap selama dua minggu. Mania yaitu mood yang menunjukkan rasa gembira atau irritable berlebih dan menetap selama minimal satu minggu. Hipomanik yakni mood yang bersifat meningkat dan menetap selama empat hari, dan campuran yang memenuhi kriteria episode manik atau hipomanik dan episode depresi mayor, terjadi hampir setiap hari selama paling sedikit satu minggu.
Muncul pada Akhir Masa Remaja
GB sering berkembang pada akhir masa remaja seseorang atau dewasa awal. Setidaknya setengah dari semua kasus dimulai sebelum usia 25 tahun. Beberapa orang memiliki gejala pertama mereka selama masa kanak-kanak, sementara yang lain mungkin mengembangkan gejala-gejala pada akhir hidupnya.
Seperti yang dialami Hana Al-fikih, seniman dan kreator boneka Hagi dan Doodles yang juga penderita GB. Dia mengaku sejak TK merasa ada yang aneh dengannya. "Contohnya, saya sering berhalusinasi. Perjalanan hidup saya up and down, sering merasa depresi, dan pada saat lain saya ingin berontak. Perjalanan GB saya diperparah dengan ketidaktahuan keluarga saya tentang penyakit ini," tuturnya.
Memasuki masa SMA, dia merasa tidak nyaman di rumah, tetapi di luar rumah pun dia juga merasa tersiksa. Baru pada 2010, dia didiagnosis GB. Sejak itu, dia patuh pada pengobatan untuk menghindari kekambuhan. Keadaannya pun berangsur membaik. Dia juga bersyukur karena keluarganya perlahan mulai paham apa itu GB dan malah memberikan dukungan penuh kepadanya.
Hana kemudian menekuni profesi seniman karena memang sejak dulu suka dengan seni. Karya-karyanya semakin banyak dan dapat dinikmati penyuka seni di Indonesia maupun di luar negeri. Dia mengaku, banyak yang bisa disampaikan melalui seni. "Saya bangga dengan hasil positif yang bisa saya ciptakan saat ini. Saya sangat berharap masyarakat semakin mengerti dan peduli terhadap GB. Saya mengimbau keluarga teman dan kerabat orang dengan GB untuk dapat memberikan dukungan positif," ungkap Hana.
Terdapat beberapa langkah untuk mengenali gejala gangguan bipolar, yakni dengan melakukan skrining. Caranya lewat edukasi mengenai gangguan bipolar, survei menggunakan The Mood Disorder Questionnaire (MDQ), dan melihat adanya riwayat tiga atau lebih pada seseorang, yaitu gagalnya perkawinan, gagalnya merespons terhadap antidepresan, sangat menyukai warna mencolok. Petunjuk ini dapat digunakan untuk mengetahui tingkat bipolaritas seseorang, juga lewat pemeriksaan yang meliputi wawancara klinis dan diagnosis dini.
GB merupakan gangguan suasana perasaan sedih atau senang yang berlebihan dan terjadi dalam waktu cukup lama. "Kondisi ini mengakibatkan gangguan fungsi dan penderitaan, baik untuk orang yang mengalami maupun sekitarnya," kata dr Hervita Diatri SpKJ(K), perwakilan Pokdi Bipolar DKI Jakarta.
Dia melanjutkan, penyebab GB masih sulit ditetapkan karena bersifat multifaktor, melibatkan faktor biologi, psikologis, sosial, kultural, dan spiritual. Namun, faktor biologis memegang peran besar dikaitkan dengan faktor genetik dan neuotransmiter di otak. Secara psikososial, gangguan ini dikaitkan dengan pola asuh pada masa kanak-kanak dan berbagai faktor stres dari lingkungan.
GB memiliki dua tipe, yaitu tipe 1 dan tipe 2. Tipe 1 ditandai dengan episode mania (gembira berlebihan) yang diikuti episode hipomania (gembira) atau depresi (perasaan sedih). Sedangkan, tipe 2 ditandai dengan episode hipomanik, saat ini atau sebelumnya mengalami satu gejala depresif mayor. "Orang dengan GB tipe 2 tidak pernah mengalami episode manik," ujarnya.
Untuk diketahui, keadaan mood (suasana perasaan) pada gangguan bipolar bisa timbul dalam bentuk episode-episode berikut, yaitu depresi di mana suasana perasaan sedih atau murung, disertai hilangnya minat, menetap selama dua minggu. Mania yaitu mood yang menunjukkan rasa gembira atau irritable berlebih dan menetap selama minimal satu minggu. Hipomanik yakni mood yang bersifat meningkat dan menetap selama empat hari, dan campuran yang memenuhi kriteria episode manik atau hipomanik dan episode depresi mayor, terjadi hampir setiap hari selama paling sedikit satu minggu.
Muncul pada Akhir Masa Remaja
GB sering berkembang pada akhir masa remaja seseorang atau dewasa awal. Setidaknya setengah dari semua kasus dimulai sebelum usia 25 tahun. Beberapa orang memiliki gejala pertama mereka selama masa kanak-kanak, sementara yang lain mungkin mengembangkan gejala-gejala pada akhir hidupnya.
Seperti yang dialami Hana Al-fikih, seniman dan kreator boneka Hagi dan Doodles yang juga penderita GB. Dia mengaku sejak TK merasa ada yang aneh dengannya. "Contohnya, saya sering berhalusinasi. Perjalanan hidup saya up and down, sering merasa depresi, dan pada saat lain saya ingin berontak. Perjalanan GB saya diperparah dengan ketidaktahuan keluarga saya tentang penyakit ini," tuturnya.
Memasuki masa SMA, dia merasa tidak nyaman di rumah, tetapi di luar rumah pun dia juga merasa tersiksa. Baru pada 2010, dia didiagnosis GB. Sejak itu, dia patuh pada pengobatan untuk menghindari kekambuhan. Keadaannya pun berangsur membaik. Dia juga bersyukur karena keluarganya perlahan mulai paham apa itu GB dan malah memberikan dukungan penuh kepadanya.
Hana kemudian menekuni profesi seniman karena memang sejak dulu suka dengan seni. Karya-karyanya semakin banyak dan dapat dinikmati penyuka seni di Indonesia maupun di luar negeri. Dia mengaku, banyak yang bisa disampaikan melalui seni. "Saya bangga dengan hasil positif yang bisa saya ciptakan saat ini. Saya sangat berharap masyarakat semakin mengerti dan peduli terhadap GB. Saya mengimbau keluarga teman dan kerabat orang dengan GB untuk dapat memberikan dukungan positif," ungkap Hana.
Terdapat beberapa langkah untuk mengenali gejala gangguan bipolar, yakni dengan melakukan skrining. Caranya lewat edukasi mengenai gangguan bipolar, survei menggunakan The Mood Disorder Questionnaire (MDQ), dan melihat adanya riwayat tiga atau lebih pada seseorang, yaitu gagalnya perkawinan, gagalnya merespons terhadap antidepresan, sangat menyukai warna mencolok. Petunjuk ini dapat digunakan untuk mengetahui tingkat bipolaritas seseorang, juga lewat pemeriksaan yang meliputi wawancara klinis dan diagnosis dini.
(amm)