Membaca 20 Tahun Reformasi lewat Kacamata Estetika Seni Rupa

Minggu, 03 Juni 2018 - 10:27 WIB
Membaca 20 Tahun Reformasi lewat Kacamata Estetika Seni Rupa
Membaca 20 Tahun Reformasi lewat Kacamata Estetika Seni Rupa
A A A
Lewat pameran tunggal bertajuk “Social Organism” di Galeri Nasional Jakarta, seniman Hafiz Rancajale mencoba untuk melihat kembali gagasan tentang ruang ekspresi, eksperimentasi, belajar, dan berbagi pengetahuan bersama pasca 20 tahun peristiwa reformasi.

Ruang itu ada yang menghilang, ada yang bertahan dan berkembang, dan ada pula yang mengubah bentuknya, seiring dengan kebutuhan dan situasi perubahan sosial, ekonomi, dan politik di negeri ini.

Salah satu berkah Reformasi 1998 adalah lahirnya inisiatif-inisiatif warga dalam jumlah yang cukup signifikan yang telah menciptakan ruang-ruang ekspresi, eksperimentasi, belajar, dan berbagi pengetahuan bersama di berbagai bidang kebudayaan.

Selama 20 tahun, inisiatif-inisiatif warga itu telah memiliki peran yang cukup penting di dalam mengisi celah-celah kosong yang belum atau tidak tersentuh oleh negara dalam usaha mengembangkan perangkat-perangkat pendidikan dan kebudayaan.

Selama dua dekade itu pula, inisiatif-inisiatif warga ini belajar untuk mengenali dan mengoreksi dirinya sendiri dengan melihat kembali kerja-kerja yang telah mereka lakukan. Keniscayaan untuk belajar dan melakukan autokritik adalah usaha untuk melihat kembali dan mengukur peran dirinya di masyarakat.

Usaha ini menjadi salah satu cara bagi inisiatif-inisiatif warga untuk bertahan hidup di tengah perubahan zaman, perubahan teknologi, dan perubahan situasi geo-sosial, geo-ekonomi, dan geo-politik. Perubahan yang tidak hanya terjadi di Indonesia, juga di tingkat regional dan global yang bergerak sangat cepat.

Perubahan ini juga memaksa warga untuk memutar otak dan mencari moda-moda bertahan hidup yang se-zaman, faktual, dan futuristis, tapi tetap berpegang pada keyakinan mereka terhadap cita-cita awal saat lahirnya inisiatif-inisiatif warga itu, sebagai ruang belajar dan berbagi pengetahuan bersama.

“Social Organism mencoba untuk melihat kembali gagasan tentang ruang ekspresi, eksperimentasi, belajar, dan berbagi pengetahuan bersama melalui pandangan seorang warga yang telah bekerja bersama ruang-ruang tersebut selama kurang lebih dua puluh tahun ini.

Hafiz Rancajale mencoba menghadirkan itu dalam bentuk karya se ni rupa,” kata Mahardika Yudha, kurator pada pameran ini. Puluhan karya tersebut dibuat dari berbagai medium, baik yang berupa gambar di atas kertas, video, objek di atas kaca, instalasi, maupun performance art .

Hafiz juga membuat karya video berdasarkan riset serta beberapa arsip pidato kebudayaan pada masa lalu, yang erat kaitannya dengan kesenian dan modernitas. Pameran Social Organism dibuka pada 25 Mei sampai 9 Juni. Pameran ini terselenggara atas dukungan dan kerja sama Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Galeri Nasional Indonesia, dan Forum Lenteng yang didirikan Hafiz Rancajale.

“Pameran ini menjadi semacam konklusi dari gagasan dan metode proses pembentukan konsepsi tata bahasa estetika Hafiz sebagai seorang ‘fasilitator’ kebudayaan selama 20 tahun ini, serta menjadi pembuka bagi babak baru dalam usahanya mengembangkan salah satu moda produksi artistiknya, sebagai seorang ‘fasilitator’ kebudayaan,” ujar Yudha.

Masih dalam kuratorialnya, Yudha menyebut praktik seni Hafiz tak lagi bertujuan menghasilkan produk akhir sebuah karya, tetapi bekerja dengan masyarakat. Semua itu diterjemahkan dalam karya yang dipamerkan kali ini. Hafiz melihat bagaimana masyarakat harus dikonstruksi.

Konsistensi Hafiz juga dibuktikan dengan masih getolnya yang bersangkutan turun dan membangun banyak basis di masyarakat, bahkan hingga ke daerah-daerah, tentunya lewat kegiatan seni dan budaya. “Saat ini semua orang bisa memproduksi karya melalui perkembangan teknologi yang ada.

Dampaknya, ada sebuah kebutuhan bagi seniman untuk mengolah kemampuan masyarakat yang beragam itu. Itu yang dilakukan Hafiz sejak 1998 dan kini terangkum dalam pameran,” ungkapnya. Sementara Hafiz Rancajale mengatakan, ide dasar pameran yaitu membaca masyarakat saat ini, khususnya Indonesia setelah 1998.

Dalam membaca fenomena itu, tak bisa dilepas dari kolektivitas masyarakat yang beragam dan dia membacanya dengan kacamata estetika seni rupa. Hafiz mencoba menyisir garis, bentuk, dan ide substansi hingga menjadi karya.

“Semua karya yang di pamerkan ini adalah hasil kolektivitas. Karena saya percaya, gerak kebudayaan tidak pernah lahir dari individu tertentu, tapi dari inisiatif-inisiatif warga yang bermunculan selama 20 tahun reformasi. Karya-karya yang dihadirkan pada pameran kali ini menjadi unsur-unsur estetika dalam menerjemahkan gagasan dan pengalaman bersama itu tadi,” kata Hafiz.

Sekilas Hafiz Rancajale
Hafiz Rancajale lahir di Pekanbaru, Riau, pada 1971. Dia seorang seniman, kurator, pembuat film, dan salah satu pendiri organisasi yang berbasis di Jakarta, Forum Lenteng —organisasi nirlaba egaliter yang berdiri pada 2003 dan fokus di bidang media, seni, dan sinema.

Hafiz menjadi inisiator bagi penyelenggaraan berbagai acara dan proyek di bidang kesenian, media, dan perfilman, baik nasional maupun internasional. Sejumlah acara itu, di antaranya OK. Video-Jakarta International Video Festival; ARKIPEL Jakarta International Documentary and Experimental Film Festival; Yayasan Biennale Jakarta; dan SENIMEDIA.ID Pekan Seni Media Indonesia.

Pada 2013- 2017, Hafiz menjadi anggota Komite Seni Rupa Dewan Kesenian Jakarta. Dia mendapat penghargaan dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan atas jasanya mengembangkan film pendek dan eksperimental di Indonesia, pada 2013; dan Anugerah Seni 2017 dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.

Karya-karya seninya telah dipresentasikan di berbagai perhelatan seni rupa nasional serta internasional, antara lain; Centre Soleil de Afrique (Bamako, Mali, 2001); Gwangju Biennale (Korea Selatan, 2002); Istanbul Biennial (Turki, 2005); TENT. Center Rotterdam (Belanda, 2005); Images Festival (Kanada, 2011); Entre Utopia y Distopia-Palestra Asia di Museo Universitario Arte Contemporaneo (Meksiko, 2011); OK. Video Orde Baru - Indonesia Media Arts Festival (Jakarta, Indonesia, 2015). (Hendri Irawan)
(nfl)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.5252 seconds (0.1#10.140)