Ketagihan Gudeg Koyor Hajah Sukini
A
A
A
YOGYAKARTA - Kelezatan gudeg koyor yang dijajakan warung Nasi Gudeg Koyor Miroso Hajah Sukini sudah kondang di telinga masyarakat.
Tak heran jika rumah makan tersebut mampu mendapuk banyak pencinta kuliner untuk datang. Sekali mencoba, pelanggan bisa langsung ketagihan. Sepintas “tampilan” gudeg yang dijual di warung makan yang berdiri sejak 1950 itu tidak berbeda dengan gudeg Yogyakarta maupun Solo.
Namun, gudeg Hajah Sukini memiliki ciri tersendiri dan cita rasanya sangat lezat. Umumnya lauk nasi gudeg hanya sebatas opor ayam, telur, tahu, dan sambal goreng krecek (kulit sapi). Sementara sambal goreng krecek masakan Hajah Sukini dilengkapi koyor (lemak sapi).
Koyor tersebut menambah kelezatan nasi gudeg hingga menggugah selera makan dan membuat banyak konsumen ketagihan untuk menikmatinya kembali. Di samping itu, gudegnya tidak menggunakan sembarang nangka muda. Nangka muda yang dimasak pilihan sehingga cita rasanya tetap terjaga.
Ini yang membuat warung yang beroperasi pada pukul 08.00-17.00 WIB ini selalu ramai pembeli. “Untuk menjaga cita rasa, kami tidak sembarangan dalam memasak. Kami selalu memilih bahan baku yang baik dan segar. Sehingga setelah matang, rasanya tidak berubahubah,” kata Sulistiyani, 45, putri Hajah Sukini.
Menurut Sulistiyani, sebagian besar pelanggan menilai gudeg masakannya berbeda dari gudeg lain karena dilengkapi sambal goreng koyor. Kelezatan sambal goreng koyor inilah yang menjadikan konsumen, baik warga Salatiga maupun dari luar daerah, ketagihan.
“Biasanya, sebelum memesan pelanggan dari luar kota menanyakan dulu sambal goreng koyornya masih atau sudah habis. Kalau masih ada, mereka baru memesan makanan. Jika habis, mereka sering tidak jadi makan di sini. Mereka terkesan dengan gudeg sambal goreng koyor,” ujarnya.
Setiap hari, Nasi Gudeg Koyor Miroso Hajah Sukini rata-rata memasak koyor sebanyak 30 kilogram. Sementara ayam kampungnya sebanyak 25 ekor. Biasanya, sambal goreng koyor akan habis pada siang hari. “Alhamdulillah, saban hari semua masakan habis terjual,” ucap Sulistiyani.
Pengelola warung gudeg koyor Hajah Sukini memiliki trik agar cita rasa masakannya bisa terjaga dan laris di pesan. Rupanya, setelah gudeg dan lauk lain seperti opor dan sambal goreng matang, tidak langsung disajikan. Masakan tersebut disimpan dulu selama satu hari, baru dijual.
Namun, selama disimpan, masakan sering dipanasi agar bumbunya benar-benar meresap ke dalam gudeg, daging, ataupun telur. “Kalau langsung disajikan, rasanya kurang nendang. Harus disimpan sehari agar bumbunya merasuk ke bahan, baik itu gudeg, daging ayam, tahu, maupun koyornya,” kata Sulistiyani.
Mengenai resep, Sulistiyani mengaku, sudah turun-temuran menggunakannya dan dia tinggal meneruskan saja. Dia pun sangat hafal resep tersebut karena memang sudah lama membantu ibunya. “Ibu (Sukini) sudah sepuh, kami yang meneruskan,” imbuhnya.
Disinggung mengenai harga gudegnya, Sulistiyani menuturkan, masih relatif murah. Untuk nasi gudeg telur dan teh hangat harganya Rp12.000. Nasi gudeg dengan lauk paha ayam atau ampela ati dihargai Rp18.000. Sementara untuk nasi gudeg lauk dada ayam kampung Rp23.000. “Untuk nasi gudeg koyor juga sama, Rp23.000,” ujarnya.
Salah seorang pelanggan, Puji Rahayu, 20, asal Desa Suruh, Kabupaten Semarang, mengaku sering jajan di warung gudeg Hajah Sukini. Menurut mahasiswi sebuah perguruan tinggi negeri di Salatiga itu, dirinya sering makan di warung tersebut lantaran suka gudeg dan masakannya enak. “Gudegnya enak dan harganya murah. Apalagi gudeg koyornya, rasanya lezat dan menggugah selera makan,” kata dia. (Angga Rosa)
Tak heran jika rumah makan tersebut mampu mendapuk banyak pencinta kuliner untuk datang. Sekali mencoba, pelanggan bisa langsung ketagihan. Sepintas “tampilan” gudeg yang dijual di warung makan yang berdiri sejak 1950 itu tidak berbeda dengan gudeg Yogyakarta maupun Solo.
Namun, gudeg Hajah Sukini memiliki ciri tersendiri dan cita rasanya sangat lezat. Umumnya lauk nasi gudeg hanya sebatas opor ayam, telur, tahu, dan sambal goreng krecek (kulit sapi). Sementara sambal goreng krecek masakan Hajah Sukini dilengkapi koyor (lemak sapi).
Koyor tersebut menambah kelezatan nasi gudeg hingga menggugah selera makan dan membuat banyak konsumen ketagihan untuk menikmatinya kembali. Di samping itu, gudegnya tidak menggunakan sembarang nangka muda. Nangka muda yang dimasak pilihan sehingga cita rasanya tetap terjaga.
Ini yang membuat warung yang beroperasi pada pukul 08.00-17.00 WIB ini selalu ramai pembeli. “Untuk menjaga cita rasa, kami tidak sembarangan dalam memasak. Kami selalu memilih bahan baku yang baik dan segar. Sehingga setelah matang, rasanya tidak berubahubah,” kata Sulistiyani, 45, putri Hajah Sukini.
Menurut Sulistiyani, sebagian besar pelanggan menilai gudeg masakannya berbeda dari gudeg lain karena dilengkapi sambal goreng koyor. Kelezatan sambal goreng koyor inilah yang menjadikan konsumen, baik warga Salatiga maupun dari luar daerah, ketagihan.
“Biasanya, sebelum memesan pelanggan dari luar kota menanyakan dulu sambal goreng koyornya masih atau sudah habis. Kalau masih ada, mereka baru memesan makanan. Jika habis, mereka sering tidak jadi makan di sini. Mereka terkesan dengan gudeg sambal goreng koyor,” ujarnya.
Setiap hari, Nasi Gudeg Koyor Miroso Hajah Sukini rata-rata memasak koyor sebanyak 30 kilogram. Sementara ayam kampungnya sebanyak 25 ekor. Biasanya, sambal goreng koyor akan habis pada siang hari. “Alhamdulillah, saban hari semua masakan habis terjual,” ucap Sulistiyani.
Pengelola warung gudeg koyor Hajah Sukini memiliki trik agar cita rasa masakannya bisa terjaga dan laris di pesan. Rupanya, setelah gudeg dan lauk lain seperti opor dan sambal goreng matang, tidak langsung disajikan. Masakan tersebut disimpan dulu selama satu hari, baru dijual.
Namun, selama disimpan, masakan sering dipanasi agar bumbunya benar-benar meresap ke dalam gudeg, daging, ataupun telur. “Kalau langsung disajikan, rasanya kurang nendang. Harus disimpan sehari agar bumbunya merasuk ke bahan, baik itu gudeg, daging ayam, tahu, maupun koyornya,” kata Sulistiyani.
Mengenai resep, Sulistiyani mengaku, sudah turun-temuran menggunakannya dan dia tinggal meneruskan saja. Dia pun sangat hafal resep tersebut karena memang sudah lama membantu ibunya. “Ibu (Sukini) sudah sepuh, kami yang meneruskan,” imbuhnya.
Disinggung mengenai harga gudegnya, Sulistiyani menuturkan, masih relatif murah. Untuk nasi gudeg telur dan teh hangat harganya Rp12.000. Nasi gudeg dengan lauk paha ayam atau ampela ati dihargai Rp18.000. Sementara untuk nasi gudeg lauk dada ayam kampung Rp23.000. “Untuk nasi gudeg koyor juga sama, Rp23.000,” ujarnya.
Salah seorang pelanggan, Puji Rahayu, 20, asal Desa Suruh, Kabupaten Semarang, mengaku sering jajan di warung gudeg Hajah Sukini. Menurut mahasiswi sebuah perguruan tinggi negeri di Salatiga itu, dirinya sering makan di warung tersebut lantaran suka gudeg dan masakannya enak. “Gudegnya enak dan harganya murah. Apalagi gudeg koyornya, rasanya lezat dan menggugah selera makan,” kata dia. (Angga Rosa)
(nfl)