Penulis Imigran di Booker Prize 2018

Senin, 22 Oktober 2018 - 11:56 WIB
Penulis Imigran di Booker...
Penulis Imigran di Booker Prize 2018
A A A
Dari jurnalis di negara-negara pascakonflik, Guy Gunaratne, imigran asal Sri Lanka yang bermukim di London, tidak menyangka bahwa novel pertamanya bisa masuk dalam daftar nomine penghargaan bergengsi di kalangan penulis The Man Booker Prize 2018 Longlist.

Novelnya yang berjudul In Our Mad and Furious City berhasil masuk dalam daftar 13 buku dari 171 buku yang masuk untuk didaftarkan. Jumlah ini tercatat sebagai jumlah buku terbanyak yang diajukan dalam sejarah 50 tahun penghargaan bergengsi tersebut.

Syarat buku yang dikirim, yakni harus diterbitkan di Inggris dan Irlandia antara 1 Oktober 2017 dan 30 September 2018. Pengumuman pemenang telah dilakukan pada 16 Oktober lalu di Guildhall London pada jamuan makan malam dan disiarkan langsung oleh BBC.

Guy memang belum meraih hadiah utama, tapi prestasinya sebagai penulis muda patut diacungi jempol. Lelaki kelahiran tahun 1984 dari garis keturunan Sri Lanka ini mengaku mendapatkan kabar beberapa hari sebelum daftar itu diumumkan secara resmi. “Humas saya mengirimi saya e-mail. Saya melompat-lompat di dapur. Saya menelepon istri saya. Saya tidak pernah melakukan percakapan dengan penulis lain, dalam hal lintasan menulis karier,” ujarnya.

“Kenyataan saya mendapatkan kesempatan untuk melakukan ini luar biasa. Daftar panjang Booker, saya rasa, memberi Anda ruang dan waktu untuk melakukan apa yang Anda inginkan dalam hal menulis. Dan itu penting bagi saya karena semua yang benar-benar saya harapkan adalah ruang dan waktu,” ucapnya.

Meski novel pertamanya mengambil lokasi di London, Inggris, bukan berarti novel kedua juga akan berlokasi di sana lagi. “Ini dimulai di London, tetapi ini bukan novel tentang tempat. Ini tentang bahasa. Puisi Arab, hubungan ayah dan anak, Suriah,” katanya, dikutip The Guardian.

Menurut The Edinburgh International Book Festival, novel debutnya adalah potret yang tak terlupakan selama 48 jam di perumahan London. Kisah ini berpusat pada tiga orang, yakni Selvon, seorang atlet, Ardan yang terobsesi pada musik, dan Yusuf yang menggilai sepak bola. Novel ini disebut sebagai novel yang provokatif sekaligus puitis.

Sementara itu, para juri The Man Booker Prize 2018 menilai novel ini merupakan mosaik ambisius, novel tentang kota yang terdalam untuk zaman sekarang, menjelajahi trauma sosial lintas generasi, dan menyampaikan penderitaan dan energi orang-orang yang terpinggirkan, orang luar, dan yang tertindas. Baik melalui panorama sosial maupun gaya thriller.

Kisah ini juga berisi energi yang “hidup” dan beberapa alur plot yang luar biasa yang bertentangan dengan apa yang mungkin menjadi harapan budaya. Guy dianggap memiliki cara yang elegan memindahkan ambisi besar dan kecil dari karakter di kisahnya.

Para juri yang menilai novel-novel ini, yaitu penulis filosofi Kwame Anthony Appiah, penulis kriminal Val McDermid, penulis kritik budaya Leo Robson, penulis feminis dan kritikus Jacqueline Rose, lalu seniman dan novelis grafis Leanne Shapton.

Selain penghargaan ini, Guy juga terpilih dalam penghargaan The Goldsmiths Prize dan The Gordon Burn Prize 2018 . Dia juga menjadi salah satu penulis fiksi debut terbaik Ali Smith pada 2018 di Cambridge Literary Festival .

Suka buku yang membuatnya berani

Kiprahnya di dunia tulis-menulis dimulai saat dirinya menjadi jurnalis video di area pascakonflik di seluruh dunia. Dia juga membuat film dokumenter yang meliput kisah-kisah hak asasi manusia di seluruh dunia. Seiring dengan pekerjaannya, dia juga sempat tinggal berpindah-pindah.

Misalkan di Berlin, Helsinki, San Francisco, dan saat ini sedang tinggal di Malmo, Swedia. Guy mendirikan dua perusahaan teknologi dan telah memberikan ceramah umum tentang media baru, mendongeng, dan masalah hak asasi manusia secara global.

Dia mengaku sangat menyukai membaca buku yang bisa membuatnya berani. Dia pun merasa termotivasi setiap membaca buku-buku tersebut. Para penulis favorit yang selalu menggugah keberaniannya adalah Ali Smith, Gunter Grass, Samuel Beckett, dan Nicola Barker.

Selain itu, saat ini dia sedang banyak membaca buku puisi dan fiksi Arab. Seperti penyair asal Suriah dengan nama pena Adonis. Lalu novel My Year of Rest and Relaxation karya Ottessa Moshfegh, dan The Hospital karya Ahmed Bouanani yang dianggap sebagai buku yang penuh halusinasi yang “gila”.

Dia juga menyukai novelis legendaris mendiang Virginia Woolf. Lalu beberapa penulis Yahudi-Amerika seperti mendiang Isaac Bashevis Singer dan Saul Bellow. Dia merasa ada sesuatu di sana yang terasa sangat familier. Kesukaannya membaca buku ini memang dimulainya sejak kecil.

Kala itu Guy kecil sering membaca karya novelis asal Inggris, Roald Dahl. Awalnya hanya iseng membaca, lalu mulai serius saat beranjak remaja. Dia ingat kala itu dia kerap menyerbu toko-toko buku di daerah mewah saat sedang ada program amal.

“Saya akan pergi ke toko buku Oxfam di Bloomsbury atau Muswell Hill, dan membawa buku-buku itu ke Neasden. Di situlah saya menemukan penulis yang saya cintai. Samuel Beckett adalah orang besar bagi saya, dia sangat tidak kenal kompromi. Saya suka menulis sesuatu yang tidak selalu indah untuk Anda, yang tidak selalu membuat Anda merasa nyaman,” tuturnya.
(don)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.6682 seconds (0.1#10.140)