Perawatan Ekstra Bayi Prematur

Senin, 26 November 2018 - 11:06 WIB
Perawatan Ekstra Bayi Prematur
Perawatan Ekstra Bayi Prematur
A A A
JAKARTA - Penanganan dan perawatan bayi prematur membutuhkan pengetahuan yang baik dan tepat agar tumbuh kembangnya dapat terpantau secara optimal.

Bayi yang lahir kurang dari 37 minggu usia kehamilan disebut bayi prematur. Berdasarkan data WHO, Indonesia menempati urutan kelima sebagai negara dengan jumlah bayi prematur terbanyak di dunia dan kelahiran prematur diidentifikasi sebagai penyumbang terbesar angka kematian bayi.

Berbeda dengan bayi cukup bulan, bayi prematur merupakan kelompok bayi yang berisiko tinggi. Hal tersebut disebabkan ketidakmatangan sistem organ tubuh pada bayi prematur, seperti organ paru, jantung, ginjal, hati, dan sistem pencernaan.

Dengan tingkat kematangan tumbuh yang belum sempurna tersebut, bayi prematur berisiko tinggi mengalami masalah kesehatan hingga kematian. Hal tersebut diungkapkan Dokter Anak Konsultan Neonatalogi RS Cipto Mangunkusumo dr Putri Maharani Tristanita Marsubrin, SpA (K) dalam rangka Hari Prematuritas Sedunia yang diadakan IDAI, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, dan Komunitas Premature Indonesia di PKIA RSCM Kiara, Senin (19/11).

“Salah satu pekerjaan rumah orang tua dengan anak prematur adalah penanganan nutrisi untuk mengejar ketertinggalan tumbuh kembang selama periode emas 1.000 hari pertama kehidupan,” kata dr Putri.

Untuk itu, penting agar bayi prematur mendapat asupan nutrisi yang dipenuhi secara optimal. ASI merupakan nutrisi yang paling baik. Untuk diketahui, kandungan gizi ASI pada ibu dengan bayi prematur lebih tinggi ketimbang kandungan ASI pada ibu dengan bayi yang lahir normal,” ungkap Dr dr Hartono Gunadi Spa (K).

Menurutnya, ASI mudah dicerna sehingga bayi jarang muntah, menurunkan kejadian infeksi, serta mengandung segenap zat kekebalan tubuh. Pemberian ASI juga dapat menekan angka kejadian retinopati prematuritas. Sedangkan dalam jangka panjang, ASI dapat meningkatkan perkembangan neurologis anak usia 7-9 tahun.

Untuk memantau apakah ASI cukup dapat dilihat dari kenaikan berat badan, panjang badan, dan lingkar kepala bayi. Kenaikan berat badan bayi prematur umumnya 20-40 mg/hari. Bayi prematur berisiko mengalami defisiensi zat besi yang menyebabkan anemia sehingga kekebalan tubuh berkurang. “Akibatnya, bayi prematur mudah terkena batuk pilek, diare, hingga gangguan perilaku,” kata dr Hartono.

Tidak hanya pada bayi normal, bayi prematur pun rentan terserang stunting. Stunting mengakibatkan perkembangan kecerdasan menurun, prestasi sekolah rendah, dan pada masa depan produktivitas juga rendah.

Stunting erat kaitannya dengan penyakit sindrom metabolik, seperti obesitas, diabetes, hipertensi, dan penyakit jantung koroner. Bayi prematur memiliki risiko tujuh kali lebih tinggi menderita stunting daripada bayi normal. “Maka itu, perlu dipantau tumbuh kembangnya. Pemantauan di bawah 1 tahun tumbuh kembang setiap sebulan sekali, 1-3 tahun setiap tiga bulan sekali, dan usia 3-6 tahun setiap enam bulan sekali,” beber dr Hartono.

Selain itu, pada anak prematur yang baru lahir, dengan pertimbangan klinis khusus, diperlukan skrining pemeriksaan mata, telinga, tulang, darah, dan pemeriksaan ultrasonografi kepala.

Sebab, kelompok bayi prematur rentan terhadap gangguan pada beberapa sistem vital tubuh tersebut. Tiga hal yang perlu diperhatikan ibu dengan bayi prematur adalah rutin kontrol untuk memantau tumbuh kembangnya, pastikan si kecil tumbuh sesuai kurva pertumbuhan, dan perhatikan apakah perkembangan bayi sudah dicapai sesuai usianya. Pada 2010, Indonesia menempati peringkat kelima sebagai negara dengan kasus kelahiran bayi prematur terbanyak di dunia.

Hal tersebut dapat dilihat berdasarkan jumlah penduduk Indonesia sekitar 255 juta jiwa, dengan persentase angka kelahiran bayi prematur yang mencapai 675.700 kasus per tahunnya dari sekitar 4,5 juta kelahiran bayi per tahun.

Bayi prematur merupakan penyumbang terbesar dari angka kematian bayi dan masih memiliki kemungkinan kecacatan fisik. Selain itu, bayi yang hidup selamat pun masih memiliki kemungkinan mengalami gangguan kognitif, penglihatan, dan pendengaran. Hal ini disebabkan kurangnya perhatian dan dukungan para dokter, orang tua, dan pemerintah untuk menginformasikan bagaimana cara pencegahan atau merawat bayi prematur. (Sri Noviarni)
(nfl)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.5897 seconds (0.1#10.140)