Sastra Cyber Sastranya Milenial
A
A
A
ISTILAH sastra cyber mulai populer beberapa dekade belakangan ini. Mulai fenomena komunitas sastra lewat media sosial atau bahkan penggiat komunitas sastra yang terdahulu sudah mulai berkembang.
Bahkan, belakangan ini sastra bukan lagi hal yang terlalu serius untuk dibahas. Walaupun sekarang karya-karya sastra dari penulis milenial tidak seperti penulis pujangga terdahulu, tetap tidak menghilangkan eksistensi nilai sastra itu sendiri.
Itu karena sastra selain jadi hiburan, juga dapat menjadi kekuatan tersendiri bagi peminatnya. Seperti garapan karya penulis milenial zaman sekarang yang secara garis besar membahas percintaan, namun sangat diminati kaum remaja dan itu membuat dunia perfilman di Indonesia dapat naik peminatnya.
Pada era milenial ini wadah untuk menulis dan belajar sastra sudah banyak didapat. Seperti aplikasi Wattpad, yaitu wadah untuk orang-orang yang suka menulis tanpa dibatasi kalangan, dapat berkarya di aplikasi tersebut.
Wattpad juga bisa menjadi wadah untuk peminat sastra dalam membaca karya-karya penulis zaman sekarang. Di Indonesia, Wattpad sudah mulai berkembang sejak 2014 dan pada 2015 karya-karya hasil penulis W attpad sudah banyak diterbitkan, bahkan difilmkan.
Di antaranya novel Dear Nathan, Aku Benci dan Cinta, dan Something In Between. Salah satunya, Tiyas Puspita, penulis Wattpad dengan novel Senandung Kota Bandung. Tiyas bergabung dengan Wattpad sejak 2013, tapi baru produktif nulis sejak 2015-2016.
Novel Senandung Kota Bandung, prosesnya selama 2 bulan dan update terus setiap hari di Wattpad. Selama 2 bulan tersebut novel ini sudah dibaca 300.000 lebih pembaca Wattpad. Karena unik, penerbit Melvana mulai melirik hingga akhirnya novel tersebut diterbitkan.
Adanya wadah untuk anak muda menyalurkan kreativitasnya sangat bermanfaat sekali. Karena itu, dunia sastra tidak memiliki batasannya. Semua orang berhak berkarya secara gratis, tanpa memedulikan lulusannya apa, umurnya berapa, begitu pun dengan pembaca, di mana pun dan kapan pun bisa membaca melalui gadget yang dimiliki setiap orang.
"Jangan jadikan membaca itu beban. Tidak usah kemakan omongan orang yang selalu mengotakngotakkan karya sastra. Semua layak dibaca, mulailah dengan membaca apa yang kita suka. Lalu jangan berhenti gitu saja, tapi cobalah menulis.
Jadilah pembaca yang kreatif," ucap Tiyas yang juga mahasiswi Sastra Indonesia. Selain penulis milenial yang sedang ramai diperbincangkan dalam industri perfilman ataupun dunia sastra, komunitas juga sangat berpengaruh untuk literasi di Indonesia.
Seperti Komunitas Pecandu Sastra yang dibentuk pada 26 November 2016. Ahmad Rifai sebagai pendiri komunitas tersebut merasakan kegelisahan karena eksistensi buku kian menurun disebabkan minat baca di Indonesia yang sangat minim.
Maka dari itu, Fay, panggilan akrabnya, bersama teman-teman penggiat sastra lain membuat komunitas yang dinamakan "Pecandu Sastra". "Awalnya saya membuat akun media sosial dan hanya sebagai wadah untuk mereka, lalu berkembang merekrut anakanak peminat sastra untuk membuat suatu komunitas.
Hingga sekarang sudah ada 7 wilayah di Indonesia yaitu; Jabotabek, Jawa Barat, Jawa Timur, Kalimantan, Sulawesi, Jawa Tengah, dan Daerah Istimewa Yogyakarta. Setiap wilayah dibagi per divisinya dan memiliki program kerja masing-masing," tutur alumnus Sistem Informasi Universitas Mercubuana.
Awalnya dia hanya ingin menjadi wadah mereka berkarya, namun lambat laun banyak yang setuju untuk menjadikannya sebagai komunitas. Eksistensi komunitas sastra sudah berkembang sejak dulu. Namun, tidak terekspos. Maka dari itu digerakkan lewat dunia maya.
Tetapi sekarang komunitas dengan nama Instagram @pecandusastra sudah banyak pengikutnya. Fay juga berharap untuk pemuda agar tidak melupakan buku karena buku akan membuka jalan yang baru.
Dengan gemar membaca, maka kita telah mencetak diri kita sebagai orang yang berkualitas untuk membangun bangsa dan melanjutkan cita-cita perjuangan untuk menggapai tujuan bangsa, yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa. Maka dari itu, mulailah kembangkan literasi dan tanamkan rasa cinta membaca.
AULIA TRISIA
GEN SINDO-Universitas Negeri Jakarta
Bahkan, belakangan ini sastra bukan lagi hal yang terlalu serius untuk dibahas. Walaupun sekarang karya-karya sastra dari penulis milenial tidak seperti penulis pujangga terdahulu, tetap tidak menghilangkan eksistensi nilai sastra itu sendiri.
Itu karena sastra selain jadi hiburan, juga dapat menjadi kekuatan tersendiri bagi peminatnya. Seperti garapan karya penulis milenial zaman sekarang yang secara garis besar membahas percintaan, namun sangat diminati kaum remaja dan itu membuat dunia perfilman di Indonesia dapat naik peminatnya.
Pada era milenial ini wadah untuk menulis dan belajar sastra sudah banyak didapat. Seperti aplikasi Wattpad, yaitu wadah untuk orang-orang yang suka menulis tanpa dibatasi kalangan, dapat berkarya di aplikasi tersebut.
Wattpad juga bisa menjadi wadah untuk peminat sastra dalam membaca karya-karya penulis zaman sekarang. Di Indonesia, Wattpad sudah mulai berkembang sejak 2014 dan pada 2015 karya-karya hasil penulis W attpad sudah banyak diterbitkan, bahkan difilmkan.
Di antaranya novel Dear Nathan, Aku Benci dan Cinta, dan Something In Between. Salah satunya, Tiyas Puspita, penulis Wattpad dengan novel Senandung Kota Bandung. Tiyas bergabung dengan Wattpad sejak 2013, tapi baru produktif nulis sejak 2015-2016.
Novel Senandung Kota Bandung, prosesnya selama 2 bulan dan update terus setiap hari di Wattpad. Selama 2 bulan tersebut novel ini sudah dibaca 300.000 lebih pembaca Wattpad. Karena unik, penerbit Melvana mulai melirik hingga akhirnya novel tersebut diterbitkan.
Adanya wadah untuk anak muda menyalurkan kreativitasnya sangat bermanfaat sekali. Karena itu, dunia sastra tidak memiliki batasannya. Semua orang berhak berkarya secara gratis, tanpa memedulikan lulusannya apa, umurnya berapa, begitu pun dengan pembaca, di mana pun dan kapan pun bisa membaca melalui gadget yang dimiliki setiap orang.
"Jangan jadikan membaca itu beban. Tidak usah kemakan omongan orang yang selalu mengotakngotakkan karya sastra. Semua layak dibaca, mulailah dengan membaca apa yang kita suka. Lalu jangan berhenti gitu saja, tapi cobalah menulis.
Jadilah pembaca yang kreatif," ucap Tiyas yang juga mahasiswi Sastra Indonesia. Selain penulis milenial yang sedang ramai diperbincangkan dalam industri perfilman ataupun dunia sastra, komunitas juga sangat berpengaruh untuk literasi di Indonesia.
Seperti Komunitas Pecandu Sastra yang dibentuk pada 26 November 2016. Ahmad Rifai sebagai pendiri komunitas tersebut merasakan kegelisahan karena eksistensi buku kian menurun disebabkan minat baca di Indonesia yang sangat minim.
Maka dari itu, Fay, panggilan akrabnya, bersama teman-teman penggiat sastra lain membuat komunitas yang dinamakan "Pecandu Sastra". "Awalnya saya membuat akun media sosial dan hanya sebagai wadah untuk mereka, lalu berkembang merekrut anakanak peminat sastra untuk membuat suatu komunitas.
Hingga sekarang sudah ada 7 wilayah di Indonesia yaitu; Jabotabek, Jawa Barat, Jawa Timur, Kalimantan, Sulawesi, Jawa Tengah, dan Daerah Istimewa Yogyakarta. Setiap wilayah dibagi per divisinya dan memiliki program kerja masing-masing," tutur alumnus Sistem Informasi Universitas Mercubuana.
Awalnya dia hanya ingin menjadi wadah mereka berkarya, namun lambat laun banyak yang setuju untuk menjadikannya sebagai komunitas. Eksistensi komunitas sastra sudah berkembang sejak dulu. Namun, tidak terekspos. Maka dari itu digerakkan lewat dunia maya.
Tetapi sekarang komunitas dengan nama Instagram @pecandusastra sudah banyak pengikutnya. Fay juga berharap untuk pemuda agar tidak melupakan buku karena buku akan membuka jalan yang baru.
Dengan gemar membaca, maka kita telah mencetak diri kita sebagai orang yang berkualitas untuk membangun bangsa dan melanjutkan cita-cita perjuangan untuk menggapai tujuan bangsa, yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa. Maka dari itu, mulailah kembangkan literasi dan tanamkan rasa cinta membaca.
AULIA TRISIA
GEN SINDO-Universitas Negeri Jakarta
(nfl)