Anderson Cooper, Sosok Jurnalis yang Tangguh dan Inspiratif
A
A
A
DERSON Cooper adalah jurnalis, tokoh televisi, dan penulis terkenal di Amerika Serikat. Pengalaman pahitnya di masa lalu tentang keluarganya justru menjadikan Cooper sebagai jurnalis inspiratif dengan segudang penga laman. Pria bernama lengkap Anderson Hays Cooper ini lahir pada 3 Juni 1967 di New York, Amerika Serikat.
Dia adalah putra penulis Wyatt Emory Cooper dan perancang dan pewaris kereta api Gloria Vanderbilt. Sejak usia dini, Cooper terpapar dengan gaya hidup glamor dan lingkaran sosial orang kaya Amerika. Namun, pada 1978 ayah Cooper meninggal selama operasi jantung terbuka, sebuah tragedi yang memengaruhi cara Cooper menjalani hidupnya.
Tragedi menghantam keluarganya lagi satu dekade kemudian, ketika saudara laki-lakinya, Carter, bunuh diri dengan melompat dari jendela lantai 14 apartemen ibunya di New York.
“Dari kematian ayah dan saudara saya, saya menjadi tertarik pada pertanyaan tentang kelangsungan hidup, mengapa sebagian orang bertahan hidup dan yang lain tidak. Meliput tentang perang sepertinya logis,” ujar Cooper, seperti dilansir dari CNN.Com.
Pada awal 1980-an Cooper terdaftar di Dalton School, sebuah lembaga swasta Manhattan yang eksklusif. Dia lulus pada tahun 1985 dan melanjutkan ke Universitas Yale, tempat dia belajar ilmu politik.
Saat masih sekolah, Cooper pun semakin terobsesi untuk menjadi seorang jurnalis. “Kehilangan adalah tema yang sering saya pikirkan, dan itu adalah sesuatu dalam pekerjaan saya sebagai jurnalis yang saya ingat,” ujar Cooper.
Pada tahun 1989 setelah mendapatkan gelar sarjana dalam ilmu politik dari Universitas Yale, Cooper mendapatkan pekerjaan sebagai pemeriksa fakta untuk Channel One News. Ini merupakan sebuah program berita yang disiarkan di banyak sekolah menengah di Amerika.
Bosan dengan pekerjaannya sehari-hari, Cooper membawa kamera video ke Asia Tenggara, dan merekam perselisihan di Myanmar dan beberapa bagian Afrika. Channel One menyiarkan berita ini dan kemudian menjadikan Cooper sebagai koresponden internasional.
“Selama masa ini, saya memalsukan izin pers dan melakukan perjalanan ke Asia Tenggara, tempat saya memproduksi sendiri liputan kekacauan politik di Myanmar (Burma),” ujar Cooper. Laporan Cooper segera menarik perhatian.
Tak lama kemudian, Cooper bergabung dengan American Broadcasting Company (ABC) sebagai seorang reporter pada tahun 1994. Dia pun akhirnya menjadi pembawa berita utama di World News Now, program berita semalam jaringan tersebut.
Karena bosan dengan jadwal yang menuntut, dia pergi pada tahun 2000 sebagai pembawa acara reality show prime time ABC, The Mole. Cooper juga menjadi co-host pengisi acara untuk Regis Philbin untuk acara bincang-bincang TV Live with Regis and Kelly pada 2007.
“Saya tidur dalam shift dua atau empat jam, dan saya benar-benar lelah dan menginginkan perubahan. Saya ingin menjernihkan pikiran saya dan keluar dari berita sedikit, dan saya tertarik pada reality show dan itu menarik,” ujar Cooper.
Namun, setelah serangan teroris 11 September 2001, Cooper kembali ke meja redaksi sebagai reporter untuk CNN. “Dua musim sudah cukup, dan 9/11 terjadi, dan saya pikir saya harus kembali ke berita,” ujar Cooper.
Pada tahun 2003 CNN memberi Cooper acara berita miliknya sendiri, Anderson Cooper 360°. Melalui acara ini, dia telah memeriksa kisah-kisah utama dunia selama lebih dari satu dekade. Selain itu, dia menjadi pembawa berita secara teratur di CNN’s NewsNight.
Pada tahun 2005 Cooper mendapat perhatian nasional atas laporannya yang penuh gairah tentang kehancuran di Pantai Teluk AS yang disebabkan Badai Katrina. Namanya kian populer setelah memberitakan kematian Paus Yohanes Paulus II dan Bom Marathon Boston.
“Sejak 2006, saya memulai afiliasi berkelanjutan dengan CBS’s 60 Minutes. Di acara ini saya memberikan laporan tentang topik-topik seperti perang narkoba di Meksiko, pemerkosaan di Kongo, dan kondisi mengerikan terumbu karang di lepas pantai Kuba,” ujar Cooper.
Dari September 2011 hingga Mei 2013, Cooper juga menjadi pembawa acaratalk show siang hari miliknya, Anderson Live. Saat ini Cooper masih disibukkan dengan acara Anderson Cooper 360°.
“Seluruh hal tentang menjadi seorang reporter adalah Anda seharusnya menjadi pengamat dan mampu beradaptasi dengan kelompok mana pun Anda berada, dan saya tidak ingin melakukan apa pun yang mengancam itu,” tutur Cooper.
Dia adalah putra penulis Wyatt Emory Cooper dan perancang dan pewaris kereta api Gloria Vanderbilt. Sejak usia dini, Cooper terpapar dengan gaya hidup glamor dan lingkaran sosial orang kaya Amerika. Namun, pada 1978 ayah Cooper meninggal selama operasi jantung terbuka, sebuah tragedi yang memengaruhi cara Cooper menjalani hidupnya.
Tragedi menghantam keluarganya lagi satu dekade kemudian, ketika saudara laki-lakinya, Carter, bunuh diri dengan melompat dari jendela lantai 14 apartemen ibunya di New York.
“Dari kematian ayah dan saudara saya, saya menjadi tertarik pada pertanyaan tentang kelangsungan hidup, mengapa sebagian orang bertahan hidup dan yang lain tidak. Meliput tentang perang sepertinya logis,” ujar Cooper, seperti dilansir dari CNN.Com.
Pada awal 1980-an Cooper terdaftar di Dalton School, sebuah lembaga swasta Manhattan yang eksklusif. Dia lulus pada tahun 1985 dan melanjutkan ke Universitas Yale, tempat dia belajar ilmu politik.
Saat masih sekolah, Cooper pun semakin terobsesi untuk menjadi seorang jurnalis. “Kehilangan adalah tema yang sering saya pikirkan, dan itu adalah sesuatu dalam pekerjaan saya sebagai jurnalis yang saya ingat,” ujar Cooper.
Pada tahun 1989 setelah mendapatkan gelar sarjana dalam ilmu politik dari Universitas Yale, Cooper mendapatkan pekerjaan sebagai pemeriksa fakta untuk Channel One News. Ini merupakan sebuah program berita yang disiarkan di banyak sekolah menengah di Amerika.
Bosan dengan pekerjaannya sehari-hari, Cooper membawa kamera video ke Asia Tenggara, dan merekam perselisihan di Myanmar dan beberapa bagian Afrika. Channel One menyiarkan berita ini dan kemudian menjadikan Cooper sebagai koresponden internasional.
“Selama masa ini, saya memalsukan izin pers dan melakukan perjalanan ke Asia Tenggara, tempat saya memproduksi sendiri liputan kekacauan politik di Myanmar (Burma),” ujar Cooper. Laporan Cooper segera menarik perhatian.
Tak lama kemudian, Cooper bergabung dengan American Broadcasting Company (ABC) sebagai seorang reporter pada tahun 1994. Dia pun akhirnya menjadi pembawa berita utama di World News Now, program berita semalam jaringan tersebut.
Karena bosan dengan jadwal yang menuntut, dia pergi pada tahun 2000 sebagai pembawa acara reality show prime time ABC, The Mole. Cooper juga menjadi co-host pengisi acara untuk Regis Philbin untuk acara bincang-bincang TV Live with Regis and Kelly pada 2007.
“Saya tidur dalam shift dua atau empat jam, dan saya benar-benar lelah dan menginginkan perubahan. Saya ingin menjernihkan pikiran saya dan keluar dari berita sedikit, dan saya tertarik pada reality show dan itu menarik,” ujar Cooper.
Namun, setelah serangan teroris 11 September 2001, Cooper kembali ke meja redaksi sebagai reporter untuk CNN. “Dua musim sudah cukup, dan 9/11 terjadi, dan saya pikir saya harus kembali ke berita,” ujar Cooper.
Pada tahun 2003 CNN memberi Cooper acara berita miliknya sendiri, Anderson Cooper 360°. Melalui acara ini, dia telah memeriksa kisah-kisah utama dunia selama lebih dari satu dekade. Selain itu, dia menjadi pembawa berita secara teratur di CNN’s NewsNight.
Pada tahun 2005 Cooper mendapat perhatian nasional atas laporannya yang penuh gairah tentang kehancuran di Pantai Teluk AS yang disebabkan Badai Katrina. Namanya kian populer setelah memberitakan kematian Paus Yohanes Paulus II dan Bom Marathon Boston.
“Sejak 2006, saya memulai afiliasi berkelanjutan dengan CBS’s 60 Minutes. Di acara ini saya memberikan laporan tentang topik-topik seperti perang narkoba di Meksiko, pemerkosaan di Kongo, dan kondisi mengerikan terumbu karang di lepas pantai Kuba,” ujar Cooper.
Dari September 2011 hingga Mei 2013, Cooper juga menjadi pembawa acaratalk show siang hari miliknya, Anderson Live. Saat ini Cooper masih disibukkan dengan acara Anderson Cooper 360°.
“Seluruh hal tentang menjadi seorang reporter adalah Anda seharusnya menjadi pengamat dan mampu beradaptasi dengan kelompok mana pun Anda berada, dan saya tidak ingin melakukan apa pun yang mengancam itu,” tutur Cooper.
(don)