Berhasil Menaklukkan Ganasnya TBC

Minggu, 24 Maret 2019 - 12:13 WIB
Berhasil Menaklukkan Ganasnya TBC
Berhasil Menaklukkan Ganasnya TBC
A A A
Hari-hari Ulfa Umar seketika gelap, semangat kuliahnya sirna bahkan memang harus berhenti sementara selama setahun setelah dirinya dinyatakan positif TBC.

Cita-cita yang ingin diraihnya masih banyak akhirnya menyadarkan Ulfa bahwa hidupnya harus terus berjalan. Dirinya harus sembuh dari TBC. Maka Ulfa pun berkomitmen untuk mengikuti seluruh pengobatan TBC.

Stigma TBC yang masih kurang baik juga membuatnya tidak terbuka mengenai penyakitnya ini kepada lingkungan. Sederhana saja, Ulfa tidak ingin dijauhi.

“Minum obat kan ke puskesmas setiap hari, jadi ya pinter-pinter cari alasan mau ke mana lagi. Awalnya bilang mau ke puskesmas, tapi semua bertanya-tanya kenapa saya ke puskesmas setiap hari,” kenangnya.

Sama halnya dengan teman-teman kampusnya yang penasaran mengapa Ulfa harus mengambil cuti hanya karena ingin fokus berobat. Padahal, secara fisik Ulfa terlihat sehat dan tidak batuk, dia bisa ditemui kapan pun.

“Jangankah tetangga, keluarga saja mengeksklusifkan saya. Saya dikasih gelas, piring, sendok, bahkan meja sendiri untuk makan. Kadang saya gak boleh dekat-dekat mereka. Padahal kalau saya tidak batuk atau mengeluarkan dahak sembarangan, TBC tidak akan menular. Tapi ya sudah, saya terima,” ucapnya berkaca-kaca.

Setahun berjalan, konsisten datang ke puskesmas untuk minum obat. Dari yang semangat sampai obat enggan untuk dilihat.

Ulfa menjalani hari-hari berulang selama setahun itu. Penuh dengan efek samping obat yang selalu dirasakan. Tidak perlu ditanya lagi, ada satu obat yang rasanya pahit, meskipun hanya beberapa detik masuk mulut.

Obat tersebut juga yang ternyata memiliki efek “mengerikan” terhadap tubuh pasien. “Saya bersyukur efek obat tidak parah di tubuh saya,” ungkap gadis berhijab ini. Hal tersebut akhirnya yang mendasari Ulfa setelah sembuh untuk menjadi teman pasien TBC.

Dia bergabung dengan Perhimpunan Organisasi Pasien tuberkulosis (POP TB) rumah dari seluruh organisasi mantan pasien di Indonesia. Sebelumnya, Ulfa sudah tergabung dalam terjang atau Terus Berjuang TB MDR Bandung organisasi mantan pasien TB RO di wilayah Jawa Barat.

Ulfa ingin menyemangati orang dengan TBC yang sedang menjalani pengobatan. Diharapkan mereka dapat menjalani hari-hari pengobatan dengan terus semangat karena selalu ditemani oleh orang yang pernah merasakan seperti mereka.

“Jadi pasien merasa tidak sendirian karena saya juga pernah berada di posisi mereka. Tapi saya bisa sembuh, diharapkan juga mereka jadi termotivasi sembuh,” ucap Ulfa.

POP TB ini memfokuskan diri pada TB RO mereka yang lebih lama pengobatannya dan ada kasus pernah berhenti berobat sehingga menjadi resisten obat.

Kegiatan POP TB ialah kunjungan ke rumah sakit untuk mengedukasi pasien, mengunjungi rumah pasien mangkir. Mereka bersama-sama mengidentifikasi masalah pasien dan kembali menyemangati untuk kembali berobat. Tidak lupa juga memberi edukasi kepada keluarga pasien.

POP TB juga bekerja sama dengan LKNU untuk menyediakan shelter bagi pasien TB RO. Biasanya pasien membutuhkan tempat tinggal sementara saat masa berobat karena rumah mereka yang jauh.

Bekerja sama juga dengan organisasi Aisyiyah dalam pemberian nutrisi bagi pasien TB RO agar daya tahan tubuh mereka kuat. POP TB juga memberdayakan pasien TB dengan kegiatan positif agar kelak ketika sembuh dapat bermanfaat bagi masyarakat atau pun pasien TBC lainnya.

Selain Ulfa, ada juga perempuan hebat yang peduli TBC. Ike Ni’mah Tatimu, seorang kader TB di Kelurahan Warakas, Tanjung Priok, Jakarta Utara. Dia bukan mantan pasien, hanya ibu rumah tangga yang sering aktif di wilayahnya. Ike juga aktif sebagai kader posyandu, tapi masalah TBC ini menggugah hatinya untuk terjun lebih dalam.

Kurangnya edukasi masyarakat sehingga membuat TBC terus meningkat setiap tahun di wilayahnya membuat dirinya tersentuh dan bertekad untuk mencegah kasus baru TBC muncul. Jangan tanya berapa Ike dibayar.

Semua dilakukan secara sukarela. Kebahagiaan dirasakan saat melihat pasien yang selama ini dia temani sembuh. Pasien yang tadinya lemah, menjadi kuat dan dapat beraktivitas kembali. Hatinya bahagia, rasa semangatnya kembali muncul. Jika ke Warakas, nama Ike sudah terkenal.

Terkenal sebagai ibu TB karena memang Ike sudah dikenal sebagai kader TBC. “Kalau ada yang cari saya, pasti berhubungan dengan TBC. Nah kalau ada orang yang saya cari sudah ketakutan karena takut diperiksa TBC. Tapi warga sudah paham kalau ada yang batuk langsung lapor saya. Karena mungkin saja dia TBC. Saya memang hobi bawa botol sampel dahak. Mereka yang batuk saya suruh keluarin dahaknya,” ucapnya bersemangat.

Sifatnya yang humoris dan selalu terlihat semangat berapi-api memang disukai banyak pasien. Sampai banyak pasien TBC yang minum obat harus ditemani Ike. “Ibu Ike, saya gak mau minum obat kalau ibu tidak ke sini. Saya saja yang ke rumah ibu ya? Wahh.. Jangan!!,” ujarnya terkekeh.

Bekerja dengan hati, meski tidak dibayar, membuat Ike dicintai masyarakat Warakas dan pasien. Ike sedih apabila ada pasien yang masih bandel tidak ingin berobat ditambah sulit mencari penerusnya.

“Saya minta panjang umur saja sama Allah sebelum ada yang mau menggantikan saya. Mereka semua takut tertular, padahal asal mereka pakai masker, semua aman. Kita juga pakai masker khusus, semua itu kurang edukasi,” ujarnya sedih. Ike mengaku juga bukan orang yang nekat.

Berkat ilmu yang dimilikinya dari penyuluhan mengenai TBC, dia meyakini jika hanya orang yang daya tahan tubuh lemah yang mungkin bisa tertular. Maka, jika Ike merasa badannya sedang tidak fit, sedang sakit, Ike pun tidak bertugas. (Ananda Nararya)
(nfl)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.5234 seconds (0.1#10.140)