Review Film Hellboy
A
A
A
JAKARTA - Karakter Hellboy adalah salah satu karakter komik yang memiliki penggemar banyak. Tokoh ini pernah difilmkan pada 2004 dengan sutradara Guillermo del Toro dengan Ron Pearlman yang berperan sebagai Hellboy. Sekuelnya pada 2008 juga laris manis di pasaran.
Inilah yang membuat produser terus berusaha membuat seri baru film ini. Dan, sekitar 11 tahun setelah Hellboy 2, sebuah reboot film ini pun dibuat. Berjudul Hellboy, film ini hadir tanpa del Toro duduk sebagai sutradara dan Ron sebagai Hellboy. Kali ini, Neil Marshall didapuk sebagai sutradara dengan David Harbour berperan sebagai Hellboy.
Berbeda dengan dua seri sebelumnya, Hellboy versi Neil Marshall ini banyak mengulik masa lalu Hellboy. Film ini dibuka dengan cerita legendaris tentang Raja Arthur dari Inggris yang memutilasi penyihir darah bernama Nimue (Mila Jovovich) untuk menghentikan kejahatannya. Bagian-bagian tubuh Nimue itu kemudian dimasukkan ke dalam peti dan disebar ke seluruh Inggris.
Pada masa kini, Hellboy yang menjadi anggota Biro Riset dan Pertahanan Paranormal (BPRD) diutus ayah angkatnya, Trevor Bruttenholm (Ian McShane) untuk pergi ke Klub Osiris di London. Di tempat itu, Hellboy diminta untuk memburu tiga raksasa yang mengacau di hutan. Sebelum pergi ke hutan untuk berburu, Lady Hatton (Sophie Okonedo) mengungkap masa lalu Hellboy yang ternyata punya kaitan erat dengan Nazi Jerman. Ketika berada di hutan, bukannya diajak berburu raksasa, para anggota Osiris itu justru berniat membunuh Hellboy karena dianggap sebagai penyebab datangnya kiamat. Hellboy pun mati-matian membela diri. Dia kemudian selamat dan menghabisi tiga raksasa yang seharusnya dia buru. Namun, usai bertarung, dia jatuh pingsan. Saat bangun, dia sudah berada di London, di apartemen Alice (Sasha Lane), seorang gadis kecil yang pernah dia tolong waktu masih bayi. Di tempat itu, Hellboy disusul ayahnya yang membawa pasukan M-11 pimpinan Daimio (Daniel Dae Kim).
Di sisi lain, monster berkepala babi hutan mencari bantuan untuk membalaskan sakit hatinya kepada Hellboy. Dia kemudian menemui Baba Yaga yang kemudian menyuruhnya untuk membangkitkan Nimue. Monster itu pun mengamuk di mana-mana untuk mencari potongan tubuh Nimue demi membalaskan sakit hatinya pada Hellboy.
Film sepanjang 121 menit ini memiliki cerita yang menarik karena terkait masa lalu Hellboy. Namun, kemudian terasa hambar dan agak klise ketika dikaitkan dengan legenda Raja Arthur yang tersohor itu. Memang, dalam komiknya, kaitan antara Raja Arthur dengan Hellboy itu ada. Namun, entah bagaimana, di film penyajiannya sangat terasa klisenya. Perjalanan ceritanya pun terasa datar, meskipun humor yang diselipkan di film ini agak bisa membuat penontonnya tertawa.
Bahasa yang kasar dan adegan kekerasan menjadi sajian utama film ini. Ini pula yang menjadi jualan di film ini untuk menarik penontonnya. Jadi, film ini memang tak layak ditonton anak-anak di bawah usia dewasa.
Namun, jika Anda nonton di bioskop di Indonesia, yang paling mengganggu film ini adalah sensor. Banyak adegan yang justru penting di film ini disensor habis oleh Lembaga Sensor Film yang menyebabkan kenikmatan menonton film ini berkurang. Apalagi, sensorannya pun sangat kasar dan sangat terasa. Sensor ini bahkan sudah ada sejak awal film dimulai sehingga memantik protes dari penonton. Padahal, film ini sudah ada cap rating 17 tahun ke atas, sehingga sensornya pun tak perlu “sekejam” itu rasanya. Sensor ini pulalah yang membuat film ini jadi terasa agak hambar dan kurang seru karena ketika akan klimaks … sensor … dan poof … hilanglah adegan pentingnya.
Hellboy menyajikan sisi lain hidup seorang Hellboy yang sebelumnya belum tereksplorasi. Penyajiannya tidak terlalu dark justru membuat film ini agak kena tanggung alias kentang. Formula horor yang coba dimasukkan di film ini tidak bisa membuat film ini menjadi lebih gelap lagi karena jadi terkesan biasa saja. Dan, semuanya ini jadi tambah hambar dengan sensor yang saya rasa terlalu banyak tersebut.
Hellboy sudah bisa disaksikan di bioskop kesayangan Anda. Selamat menyaksikan!
Inilah yang membuat produser terus berusaha membuat seri baru film ini. Dan, sekitar 11 tahun setelah Hellboy 2, sebuah reboot film ini pun dibuat. Berjudul Hellboy, film ini hadir tanpa del Toro duduk sebagai sutradara dan Ron sebagai Hellboy. Kali ini, Neil Marshall didapuk sebagai sutradara dengan David Harbour berperan sebagai Hellboy.
Berbeda dengan dua seri sebelumnya, Hellboy versi Neil Marshall ini banyak mengulik masa lalu Hellboy. Film ini dibuka dengan cerita legendaris tentang Raja Arthur dari Inggris yang memutilasi penyihir darah bernama Nimue (Mila Jovovich) untuk menghentikan kejahatannya. Bagian-bagian tubuh Nimue itu kemudian dimasukkan ke dalam peti dan disebar ke seluruh Inggris.
Pada masa kini, Hellboy yang menjadi anggota Biro Riset dan Pertahanan Paranormal (BPRD) diutus ayah angkatnya, Trevor Bruttenholm (Ian McShane) untuk pergi ke Klub Osiris di London. Di tempat itu, Hellboy diminta untuk memburu tiga raksasa yang mengacau di hutan. Sebelum pergi ke hutan untuk berburu, Lady Hatton (Sophie Okonedo) mengungkap masa lalu Hellboy yang ternyata punya kaitan erat dengan Nazi Jerman. Ketika berada di hutan, bukannya diajak berburu raksasa, para anggota Osiris itu justru berniat membunuh Hellboy karena dianggap sebagai penyebab datangnya kiamat. Hellboy pun mati-matian membela diri. Dia kemudian selamat dan menghabisi tiga raksasa yang seharusnya dia buru. Namun, usai bertarung, dia jatuh pingsan. Saat bangun, dia sudah berada di London, di apartemen Alice (Sasha Lane), seorang gadis kecil yang pernah dia tolong waktu masih bayi. Di tempat itu, Hellboy disusul ayahnya yang membawa pasukan M-11 pimpinan Daimio (Daniel Dae Kim).
Di sisi lain, monster berkepala babi hutan mencari bantuan untuk membalaskan sakit hatinya kepada Hellboy. Dia kemudian menemui Baba Yaga yang kemudian menyuruhnya untuk membangkitkan Nimue. Monster itu pun mengamuk di mana-mana untuk mencari potongan tubuh Nimue demi membalaskan sakit hatinya pada Hellboy.
Film sepanjang 121 menit ini memiliki cerita yang menarik karena terkait masa lalu Hellboy. Namun, kemudian terasa hambar dan agak klise ketika dikaitkan dengan legenda Raja Arthur yang tersohor itu. Memang, dalam komiknya, kaitan antara Raja Arthur dengan Hellboy itu ada. Namun, entah bagaimana, di film penyajiannya sangat terasa klisenya. Perjalanan ceritanya pun terasa datar, meskipun humor yang diselipkan di film ini agak bisa membuat penontonnya tertawa.
Bahasa yang kasar dan adegan kekerasan menjadi sajian utama film ini. Ini pula yang menjadi jualan di film ini untuk menarik penontonnya. Jadi, film ini memang tak layak ditonton anak-anak di bawah usia dewasa.
Namun, jika Anda nonton di bioskop di Indonesia, yang paling mengganggu film ini adalah sensor. Banyak adegan yang justru penting di film ini disensor habis oleh Lembaga Sensor Film yang menyebabkan kenikmatan menonton film ini berkurang. Apalagi, sensorannya pun sangat kasar dan sangat terasa. Sensor ini bahkan sudah ada sejak awal film dimulai sehingga memantik protes dari penonton. Padahal, film ini sudah ada cap rating 17 tahun ke atas, sehingga sensornya pun tak perlu “sekejam” itu rasanya. Sensor ini pulalah yang membuat film ini jadi terasa agak hambar dan kurang seru karena ketika akan klimaks … sensor … dan poof … hilanglah adegan pentingnya.
Hellboy menyajikan sisi lain hidup seorang Hellboy yang sebelumnya belum tereksplorasi. Penyajiannya tidak terlalu dark justru membuat film ini agak kena tanggung alias kentang. Formula horor yang coba dimasukkan di film ini tidak bisa membuat film ini menjadi lebih gelap lagi karena jadi terkesan biasa saja. Dan, semuanya ini jadi tambah hambar dengan sensor yang saya rasa terlalu banyak tersebut.
Hellboy sudah bisa disaksikan di bioskop kesayangan Anda. Selamat menyaksikan!
(alv)