The Bases of Our Insecurity

Selasa, 06 Agustus 2024 - 14:10 WIB
loading...
The Bases of Our Insecurity
Buku The Bases of Our Insecurity karya Roland G.Simbulan. Foto/Ist
A A A
Anak Agung Banyu Perwita
Pemerhati Kajian Pertahanan

Buku “The Bases of Our Insecurity" pada dasarnya mencoba mencari jawaban ideal apakah ketika sebuah negara menjalin kerja sama militer dengan negara negara lain yang berujung pada pembukaan pangkalan militer akan lebih menggerus kedaulatannya atau tidak. Di tengah meningkatnya dinamika geopolitik dunia dan kawasan dewasa ini, pertanyaan di atas semakin relevan untuk diperdebatkan di kala power politics menjadi formula untuk mempertahanan eksistensi negara-bangsa. Secara lebih spesifik, buku ini mencoba mengkritisi kebijakan luar negeri dan pertahanan Filipina dan AS terkait keberadaan pangkalan militer AS di bumi Filipina.

Bila kita telisik lebih dalam, hubungan AS-Filipina pada dasarnya dilandasi pada hubungan sejarah yang panjang dan budaya yang kuat serta nilai-nilai demokrasi yang sama. Perjanjian pertahanan bersama AS-Filipina di tahun 1951, misalnya, memberikan landasan yang kuat bagi kemitraan pertahanan antara kedua negara. Mentalitas Perang Dingin pada masa itu merupakan satu-satunya argumen utama pembentukan pangkalan militer AS di Filipina.

Sementara itu, pada tahun 2014, Filipina meningkatkan kerja sama pertahanan yang lebih kuat dengan AS dengan membentuk “Perjanjian Kerjasama Pertahanan yang Ditingkatkan” (EDCA/Enhanced Defense Cooperation Agreement). EDCA ini bertujuan untuk meningkatkan kemampuan pertahanan Angkatan Bersenjata Filipina dalam menghadapi ancaman militer dari China di Laut China Selatan. Untuk menanggapi aktivitas dan ekspansi Tiongkok di Laut China Selatan, EDCA dianggap sebagai opsi pencegahan yang paling kredibel, dan oleh karenanya Filipina harus merespons agresivitas Tiongkok di kawasan yg dipersengketakan tersebut.

Sebelumnya, Filipina dan AS telah menjalin beberapa kerja sama pertahanan yang membawa kedua negara tersebut menjadi aliansi militer di kawasan Asia Tenggara sebagaimana tertuang dalam Perjanjian Pangkalan Militer tahun 1947, Perjanjian Bersama (Defense Treaty) tahun 1951 dan Visiting Forces Agreement tahun 1998. Sementara itu tahun 2015 sampai dengan tahun 2016 adalah masa penentuan EDCA untuk diundangkan oleh parlemen Filipina.

Perjainjian ini, ditandatangani pada tahun 2014, dianggap sebagai perjanjian eksekutif antara Mantan Menteri Pertahanan Filipina, Voltaire Gazmin dan Mantan Menteri Pertahanan AS dan Duta Besar untuk Filipina Philip Goldberg. Akhirnya, pada tanggal 12 Januari 2016, Mahkamah Agung Filipina mengeluarkan penegasan konstitusionalitasnya bagi perjanjian ini yang kemudian membuka jalan bagi kedua negara untuk bekerja sama dalam bidang pertahanan dan membolehkan AS membangun kembali pangkalan militernya di Filipina.

Dinamika diplomasi pertahanan dan kerjasama pertahanan bilateral yang semakin dalam antara kedua negara menjadi semakin strategis tatkala Menteri Luar Negeri AS Blinken dan Menteri Pertahanan Llyod Austin menjadi tuan rumah bagi Filipina dalam pertemuan tingkat menteri “2+2” pada bulan April 2023. Pertemuan ini kemudian dilanjutkan oleh kunjungan Presiden Marcos Jr ke AS dan bertemu Presiden Joe Biden untuk kunjungan kerja resmi selama empat hari pada awal Mei 2023. Kerja sama pertahanan yang dibangun kedua negara mengalami banyak perkembangan yang ditandai oleh pengaruh politik global dan secara khusus oleh kemajuan militer yang dimiliki oleh China.

Diplomasi pertahanan yang dilakukan olhe AS dan Filipina telah bertransformasi dari kerangka interaksi dan keterlibatan hubungan antara kedua negara yang sederhana menjadi aliansi militer yang komplek dalam hubungan antarnegara untuk mengatasi tantangan keamanan dan pertahanan bersama. Hal ini dibuktikan dengan pembentukan aliansi politik dan militer, yang digunakan sebagai upaya kerja sama keamanan dan pertahanan kolektif di kawasan oleh kedua negara.

Diplomasi pertahanan merupakan instrumen penting bagi kedua negara dan juga negara-negara lain di kawasan untuk mencapai tujuan keamanan nasional dan regional. Kebangkitan kekuatan regional seperti China dan India telah mengubah lanskap keamanan di kawasan ini, menyebabkan persaingan antar negara besar dan meningkatkan potensi konflik. Selain itu, sengketa maritim di Laut Tiongkok Selatan, Laut China Timur, dan Laut Jepang Timur terus menjadi sumber ketegangan.

Hal-hal di ataslah yang mendorong AS untuk membujuk Filipina agar membangun pangkalan militer. Sementara itu, pembukaan pangkalan militer AS ini bukan saja akan menimbulkan ketegangan baru dan perlombaan senjata di kawasan, namun juga telah mencederai konsep ZOPFAN (Zone of Peace, Freedom and Neutrality) yang dimiliki ASEAN di mana Filipina juga turut menyetujui pembentukannya di tahun 1971. Dengan demikian, sebagaimana judul dari buku ini, pembukaan pangkalan militer asing (AS) di Filipina justru akan menjadi sumber ketidakamanan baru, bukan saja untuk Filipina tapi juga bagi negara-negara lain di kawasan Asia Tenggara.
Halaman :
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.0968 seconds (0.1#10.140)