Perjuangan Lea Seydoux, Dimulai di Prancis Bertahan di Hollywood
A
A
A
LEA Helene Seydoux-Fornier de Clausonne atau lebih dikenal sebagai Lea Seydoux seolah membuktikan Bond Girl tak melulu berasal dari Inggris atau Amerika Serikat. Bisa juga dari Prancis.Nama Lea mulai mendapat perhatian internasional saat tampil sebagai Bond Girl dalam Spectre (2015). Dia juga sudah mengonfirmasi akan kembali mengisi perannya sebagai Madeleine Swann dalam Bond 25 yang dijadwalkan tayang tahun depan.
Saat ini Lea terpilih sebagai narator seri VR bertema sains besutan Eliza McNitt, Spheres. Dikutip dari Variety, sebelumnya Spheres versi Inggris yang merupakan perjalanan interaktif dan terinspirasi dari ikon Pale Blue Dot di planet Bumi itu dikisahkan oleh Jessica Chastain, Patti Smith, dan Millie Bobby Brown.
Episode Spheres ditayangkan perdana secara global dalam Sundance Film Festival. Seri keduanya ditayangkan perdana dalam Tribeca Film Festival dan yang ketiga dalam kompetisi Venice Film Festival. Perjuangan Lea untuk mendapat tempat di Hollywood patut diacungi jempol. Dia mulai segalanya dari bawah dan terus berjuang demi memperoleh eksistensi diri.
Keseriusan itu jugalah yang membuatnya masuk dalam daftar Vogue 14 Countries, 14 Superstars: The Global Actors Who Know No Limits yang dirilis Maret lalu. Menurut The Gentle Woman , tidak banyak aktris Prancis yang mampu bertahan dan berhasil di Hollywood. Saking terkenalnya Lea, mantan Presiden Prancis Francois Hollande pernah menelepon dan mengajaknya makan siang.
Lalu apa yang membuat Lea bisa melakukannya? Jawabannya adalah daya pikat sang aktris yang memiliki kefasihan, kecerdasan, serta keterampilan akting yang bisa jadi dimiliki berkat warisan turun-temurun keluarga besarnya. Lea juga tidak takut mengeluarkan pendapat pribadi. Termasuk saat dia harus memainkan sebuah peran dalam film. Lea dikenal tidak takut tantangan, bahkan menikmatinya.
“Aku suka ketika ada visi dan sudut pandang yang nyata dalam film. Ketika aku berakting, aku merasa berada di tempat yang tepat untukku, meskipun itu sulit. Terkadang menyakitkan untuk berakting, bagiku. Bagi sebagian orang itu sangat mudah, tetapi bagiku menyakitkan karena aku harus mengatasi rasa malu,” papar Lea, seperti dikutip dari Tatler.
Lea juga dianggap sebagai salah satu aktris muda paling cerdas di Prancis. Dia bekerja sama dengan beberapa sutradara ternama seperti Quentin Tarantino dalam film Inglourious Basterds dan Woody Allen dalam Midnight in Paris. Lea selalu memiliki “kekuatan” dalam dirinya dan berani mengambil peran yang dia tahu akan sulit.
Mendorong diri sendiri untuk mengatasi rasa tidak aman dan untuk mengacaukan prasangka orang lain tentang Lea dan latar belakangnya. Dikutip dari Into The Gloss, Lea diceritakan memulai karier aktingnya di bioskop Prancis melalui film The Last Mistress (2007) dan On War (2008).
Namanya mendapat perhatian publik pertama kali saat menerima nominasi Cesar Award untuk penampilan dia dalam film The Beautiful Person (2008) dan memenangkan penghargaan Trophee Chopard, sebuah penghargaan yang diberikan kepada aktor atau aktris yang menjanjikan dalam Festival Film Cannes.
Sejak itu, karier Lea mulai menanjak. Aktris sekaligus model yang akan berusia 34 pada 1 Juli mendatang ini muncul dalam film-film sukses Hollywood seperti Inglourious Basterds (2009), Robin Hood (2010), Midnight in Paris (2011), Mission: Impossible-Ghost Protocol (2011), Beauty and the Beast, The Grand Budapest Hotel, dan Saint Laurent.
Pada 2013, Lea kembali mendapat perhatian luas ketika menerima penghargaan Palme d’Or pada Festival Film Cannes untuk perannya dalam film Blue is the Warmest Color. Pada tahun yang sama dia menerima penghargaan Lumieres untuk kategori Aktris Terbaik melalui film Grand Central. Lalu, pada 2014, dia juga menjadi nomine untuk BAFTA Rising Star Award.
Penghargaan dari Cannes yang diperoleh Lea semakin memperkokoh reputasinya sebagai pemain tanpa rasa takut dan memiliki karakter kuat. Lea memasuki dunia akting secara tidak sengaja. Awalnya dia hanya ingin mendapatkan “tempat” di tengah masyarakat. Artis ini juga menyadari dirinya tidak terlalu pintar di sekolah dan tak bisa menjadi dokter, sesuai dengan citacitanya.
“Aku ingin berusaha hanya untuk menjadi seseorang. Saat tumbuh dewasa, aku merasa benarbenar bisa keluar dari duniaku. Aku merasa agak tersesat. Aku tidak tahu untuk apa aku diciptakan. Aku benarbenar tak pandai di sekolah, jadi aku tidak akan pernah menjadi dokter,” bebernya. Hanya, akting bukanlah cinta pertama Lea, melainkan menyanyi.
Ia sempat belajar agar bisa menjadi penyanyi opera. Tapi, sepertinya jalan hidup tidak mengarahkannya ke sana. Sementara itu, di dunia mode, Lea mendapatkan banyak pujian karena dinilai modern serta memiliki wajah, bakat, kepribadian luar biasa, dan berbeda dari yang lain.
Keluarga Seniman Perkenalan Lea dengan dunia hiburan dimulai dari keluarganya yang kerap diliput media massa. Keluarganya kebetulan berasal dari golongan kaya dan mapan. Tak hanya itu, kakeknya juga banyak terlibat dalam dunia seni. Dikutip dari Empore, ayah Lea seorang pengusaha, namanya Henri Seydoux, ibunya bernama Valerie Schlumberger.
Lea memiliki lima saudara laki-laki dan seorang kakak perempuan bernama Camille. Lea dilahirkan di distrik Passy, Paris, tetapi tumbuh di Saint-Germaindes-Pres. Orang tuanya bercerai ketika dia masih kecil. Ayah Lea bekerja sebagai CEO perusahaan nirkabel Prancis, Parrot. Ibunya mantan aktris sekaligus pendiri butik Compagnie dAfrique du Senegal et del Afrique de louest (CSAO) yang mempromosikan karya seniman Afrika.
Keluarga Seydoux secara luas dikenal di Prancis sebagai keluarga seniman. Salah satu kakek Lea, Nicolas Seydoux, adalah pemimpin perusahaan film Gaumont. Lalu kakeknya yang lain, Michel Seydoux, juga seorang produser bioskop. Lea pun tumbuh dan sempat berkenalan dengan seniman-seniman terkenal seperti fotografer Nan Goldin, Lou Reed, dan Mick Jagger.
“Sejak usia masih sangat muda aku diizinkan melakukan apa pun yang aku inginkan. Itu baik, dalam arti aku jadi bertanggung jawab buat diriku sendiri. Aku belajar untuk memercayai diri sendiri dan naluriku. Tetapi, pada saat yang bersamaan, itu seperti aku terlalu banyak mendapat kebebasan,” ujar Lea.
Di sisi lain, Lea mengungkapkan bahwa pada dasarnya ia adalah seorang pemalu, tapi memiliki rasa percaya diri cukup tinggi. Lea ingat betul betapa masa mudanya kerap dipenuhi rasa malu dan banyak kekhawatiran.
“Kadang-kadang aku bisa sangat santai tentang banyak hal, tapi terkadang malah sangat cemas. Aku takut segala hal ketika masih muda, saat usiaku 20-an tahun. Aku sangat takut hidup, takut mati juga,” ujarnya, seperti dikutip dari Vice. Segalanya berubah ketika Lea memutuskan untuk mencoba dan fokus pada dunia hiburan.
Saat ini Lea terpilih sebagai narator seri VR bertema sains besutan Eliza McNitt, Spheres. Dikutip dari Variety, sebelumnya Spheres versi Inggris yang merupakan perjalanan interaktif dan terinspirasi dari ikon Pale Blue Dot di planet Bumi itu dikisahkan oleh Jessica Chastain, Patti Smith, dan Millie Bobby Brown.
Episode Spheres ditayangkan perdana secara global dalam Sundance Film Festival. Seri keduanya ditayangkan perdana dalam Tribeca Film Festival dan yang ketiga dalam kompetisi Venice Film Festival. Perjuangan Lea untuk mendapat tempat di Hollywood patut diacungi jempol. Dia mulai segalanya dari bawah dan terus berjuang demi memperoleh eksistensi diri.
Keseriusan itu jugalah yang membuatnya masuk dalam daftar Vogue 14 Countries, 14 Superstars: The Global Actors Who Know No Limits yang dirilis Maret lalu. Menurut The Gentle Woman , tidak banyak aktris Prancis yang mampu bertahan dan berhasil di Hollywood. Saking terkenalnya Lea, mantan Presiden Prancis Francois Hollande pernah menelepon dan mengajaknya makan siang.
Lalu apa yang membuat Lea bisa melakukannya? Jawabannya adalah daya pikat sang aktris yang memiliki kefasihan, kecerdasan, serta keterampilan akting yang bisa jadi dimiliki berkat warisan turun-temurun keluarga besarnya. Lea juga tidak takut mengeluarkan pendapat pribadi. Termasuk saat dia harus memainkan sebuah peran dalam film. Lea dikenal tidak takut tantangan, bahkan menikmatinya.
“Aku suka ketika ada visi dan sudut pandang yang nyata dalam film. Ketika aku berakting, aku merasa berada di tempat yang tepat untukku, meskipun itu sulit. Terkadang menyakitkan untuk berakting, bagiku. Bagi sebagian orang itu sangat mudah, tetapi bagiku menyakitkan karena aku harus mengatasi rasa malu,” papar Lea, seperti dikutip dari Tatler.
Lea juga dianggap sebagai salah satu aktris muda paling cerdas di Prancis. Dia bekerja sama dengan beberapa sutradara ternama seperti Quentin Tarantino dalam film Inglourious Basterds dan Woody Allen dalam Midnight in Paris. Lea selalu memiliki “kekuatan” dalam dirinya dan berani mengambil peran yang dia tahu akan sulit.
Mendorong diri sendiri untuk mengatasi rasa tidak aman dan untuk mengacaukan prasangka orang lain tentang Lea dan latar belakangnya. Dikutip dari Into The Gloss, Lea diceritakan memulai karier aktingnya di bioskop Prancis melalui film The Last Mistress (2007) dan On War (2008).
Namanya mendapat perhatian publik pertama kali saat menerima nominasi Cesar Award untuk penampilan dia dalam film The Beautiful Person (2008) dan memenangkan penghargaan Trophee Chopard, sebuah penghargaan yang diberikan kepada aktor atau aktris yang menjanjikan dalam Festival Film Cannes.
Sejak itu, karier Lea mulai menanjak. Aktris sekaligus model yang akan berusia 34 pada 1 Juli mendatang ini muncul dalam film-film sukses Hollywood seperti Inglourious Basterds (2009), Robin Hood (2010), Midnight in Paris (2011), Mission: Impossible-Ghost Protocol (2011), Beauty and the Beast, The Grand Budapest Hotel, dan Saint Laurent.
Pada 2013, Lea kembali mendapat perhatian luas ketika menerima penghargaan Palme d’Or pada Festival Film Cannes untuk perannya dalam film Blue is the Warmest Color. Pada tahun yang sama dia menerima penghargaan Lumieres untuk kategori Aktris Terbaik melalui film Grand Central. Lalu, pada 2014, dia juga menjadi nomine untuk BAFTA Rising Star Award.
Penghargaan dari Cannes yang diperoleh Lea semakin memperkokoh reputasinya sebagai pemain tanpa rasa takut dan memiliki karakter kuat. Lea memasuki dunia akting secara tidak sengaja. Awalnya dia hanya ingin mendapatkan “tempat” di tengah masyarakat. Artis ini juga menyadari dirinya tidak terlalu pintar di sekolah dan tak bisa menjadi dokter, sesuai dengan citacitanya.
“Aku ingin berusaha hanya untuk menjadi seseorang. Saat tumbuh dewasa, aku merasa benarbenar bisa keluar dari duniaku. Aku merasa agak tersesat. Aku tidak tahu untuk apa aku diciptakan. Aku benarbenar tak pandai di sekolah, jadi aku tidak akan pernah menjadi dokter,” bebernya. Hanya, akting bukanlah cinta pertama Lea, melainkan menyanyi.
Ia sempat belajar agar bisa menjadi penyanyi opera. Tapi, sepertinya jalan hidup tidak mengarahkannya ke sana. Sementara itu, di dunia mode, Lea mendapatkan banyak pujian karena dinilai modern serta memiliki wajah, bakat, kepribadian luar biasa, dan berbeda dari yang lain.
Keluarga Seniman Perkenalan Lea dengan dunia hiburan dimulai dari keluarganya yang kerap diliput media massa. Keluarganya kebetulan berasal dari golongan kaya dan mapan. Tak hanya itu, kakeknya juga banyak terlibat dalam dunia seni. Dikutip dari Empore, ayah Lea seorang pengusaha, namanya Henri Seydoux, ibunya bernama Valerie Schlumberger.
Lea memiliki lima saudara laki-laki dan seorang kakak perempuan bernama Camille. Lea dilahirkan di distrik Passy, Paris, tetapi tumbuh di Saint-Germaindes-Pres. Orang tuanya bercerai ketika dia masih kecil. Ayah Lea bekerja sebagai CEO perusahaan nirkabel Prancis, Parrot. Ibunya mantan aktris sekaligus pendiri butik Compagnie dAfrique du Senegal et del Afrique de louest (CSAO) yang mempromosikan karya seniman Afrika.
Keluarga Seydoux secara luas dikenal di Prancis sebagai keluarga seniman. Salah satu kakek Lea, Nicolas Seydoux, adalah pemimpin perusahaan film Gaumont. Lalu kakeknya yang lain, Michel Seydoux, juga seorang produser bioskop. Lea pun tumbuh dan sempat berkenalan dengan seniman-seniman terkenal seperti fotografer Nan Goldin, Lou Reed, dan Mick Jagger.
“Sejak usia masih sangat muda aku diizinkan melakukan apa pun yang aku inginkan. Itu baik, dalam arti aku jadi bertanggung jawab buat diriku sendiri. Aku belajar untuk memercayai diri sendiri dan naluriku. Tetapi, pada saat yang bersamaan, itu seperti aku terlalu banyak mendapat kebebasan,” ujar Lea.
Di sisi lain, Lea mengungkapkan bahwa pada dasarnya ia adalah seorang pemalu, tapi memiliki rasa percaya diri cukup tinggi. Lea ingat betul betapa masa mudanya kerap dipenuhi rasa malu dan banyak kekhawatiran.
“Kadang-kadang aku bisa sangat santai tentang banyak hal, tapi terkadang malah sangat cemas. Aku takut segala hal ketika masih muda, saat usiaku 20-an tahun. Aku sangat takut hidup, takut mati juga,” ujarnya, seperti dikutip dari Vice. Segalanya berubah ketika Lea memutuskan untuk mencoba dan fokus pada dunia hiburan.
(don)