Metabolisme dan Gizi Saat Puasa

Selasa, 07 Mei 2019 - 15:05 WIB
Metabolisme dan Gizi Saat Puasa
Metabolisme dan Gizi Saat Puasa
A A A
JAKARTA - Apa saja yang terjadi dalam tubuh saat kita berpuasa? Bagaimana cara berbuka puasa dan sahur yang tepat dan tidak memberikan efek rasa lapar dan haus yang berat?

Banyak perubahan yang terjadi di dalam tubuh saat berpuasa. Dari perubahan penggunaan sumber energi bagi tubuh hingga perubahan hormonal. Secara fisiologis, kondisi tubuh yang tidak berpuasa (makan normal seperti biasa) mengalami peningkatan pembentukan simpanan-simpanan sumber energi dalam tubuh. Karbohidrat yang dikonsumsi akan disimpan sebagai glikogen dalam otot, dan kelebihannya disimpan dalam bentuk lemak di jaringan lemak dalam tubuh. Lemak/minyak yang dikonsumsi juga menjadi sumber utama simpanan lemak dalam tubuh.

Sebaliknya yang terjadi dalam tubuh saat berpuasa adalah persediaan glukosa yang disimpan dalam bentuk glikogen terkuras dan sistem saraf akhirnya mengandalkan glukosa yang dibentuk dari gliserol (bagian dari lemak) dan asam amino (bagian dari protein), yang disebut dengan proses glukoneogenesis (pembentukan glukosa baru). Namun, karena jumlah kedua sumber tersebut (gliserol dan asam amino) sangat terbatas untuk proses glukoneogenesis, tubuh mendapatkan sumber energi dari senyawa keton melalui proses yang disebut ketogenesis yang terjadi di hati. Dari hati, senyawa keton ini akan digunakan sebagai sumber energi untuk otak dan otot saat kita berpuasa.
Bagaimana dengan perubahan hormone saat berpuasa? Nadiyah, S.Gz, M.Si, CSRS, Dosen Ilmu Gizi Universitas Esa Unggul menjelaskan, saat tubuh sedang tidak berpuasa, hormon insulin dominan meningkat, sedangkan saat tubuh puasa, hormon glukagon-lah yang meningkat.

“Efek dari peningkatan hormon glukagon adalah peningkatan pemecahan lemak dari jaringan lemak untuk dirubah menjadi senyawa keton di hati lalu dikirim ke berbagai organ dalam tubuh sebagai sumber energy,” kata Nadiyah.

Selain itu, penurunan kadar insulin saat berpuasa menyebabkan meningkatnya growth hormone yang penting untuk pertumbuhan, untuk metabolisme tubuh yang sehat, untuk kekuatan otot dan penurunan berat badan.

“Bulan puasa Ramadhan merupakan bulan yang penuh insulin holiday. Puasa mampu meningkatkan sensitivitas sel-sel tubuh terhadap insulin/menurunkan resistensi insulin sehingga menurunkan risiko seseorang mengalami penyakit diabetes. Penelitian menunjukkan puasa lebih efektif dalam menurunkan berat badan dan efektif menurunkan risiko penyakit diabetes dibandingkan dengan menjalani diet pembatasan asupan kalori,” bebernya.

Penelitian lain menunjukkan, puasa selama 12 jam dalam sehari selama 1 bulan signifikan menurunkan inflamasi dalam tubuh. Inflamasi yang terjadi secara kronis pada tubuh menyebabkan tubuh rentan mengalami penyakit jantung dan kanker.

Riset Kesehatan Dasar 2018 menunjukkan prevalensi penyakit tidak menular di Indonesia mengalami kenaikan jika dibandingkan dengan Riskesdas 2013, antara lain kanker, diabetes melitus, dan hipertensi. Prevalensi kanker naik dari 1,4% (Riskesdas 2013) menjadi 1,8%; diabetes melitus naik dari 6,9% menjadi 8,5%; dan hipertensi naik dari 25,8% menjadi 34,1%. Penelitian pada 110 orang yang obesitas menunjukkan bahwa puasa signifikan menurunkan tekanan darah, trigliserida darah, kolesterol total dan kolesterol LDL. Penelitian pada hewan menunjukkan puasa mampu menunda aging/penuaan sel dan memperpanjang umur.

Manfaat-manfaat puasa diatas tentunya akan bersifat sustain bila kita mampu mengelola pola makan kita saat berbuka dan sahur. Dimulai dengan cara kita berbuka. Sering kita dengar “berbukalah dengan yang manis”.

“Slogan inilah yang sering kita dengar saat Ramadhan mulai tiba. Sebenarnya tidak ada anjuran dari Rasulullah SAW untuk berbuka dengan yang manis. “Dari Anas bin Malik, ia berkata, Nabi Muhammad SAW biasa berbuka puasa sebelum shalat dengan ruthab (kurma basah), jika tidak ada ruthab, maka beliau berbuka dengan tamr (kurma kering), dan jika tidak ada tamr, beliau meminum seteguk air”. Dari hadits tersebut, agama menganjurkan berbuka dengan kurma,” papar dia.

Karbohidrat dalam kurma didominasi oleh kandungan fruktosa hingga sekitar 85% nya (khususnya pada kurma yang tidak terlalu lembek). Karbohidrat sederhana, baik glukosa maupun fruktosa, sama-sama memberikan rasa manis dan per gram-nya sama-sama menghasilkan 4 kalori. Namun fruktosa memiliki beberapa perbedaan dengan glukosa.

Pertama, saat penyerapannya di usus, fruktosa tidak membutuhkan energi untuk dapat diserap, yakni dengan cara difusi sehingga lebih cocok untuk berbuka puasa. Lain halnya dengan glukosa membutuhkan energi untuk bisa diserap di usus. Kedua, untuk masuk ke dalam sel otot, fruktosa tidak membutuhkan insulin. Berbeda dengan glukosa yang membutuhkan bantuan insulin. Ketiga, untuk meningkatkan simpanan energi (glikogen) di hati, fruktosa lebih efektif dibandingkan glukosa.

Disamping sebagai sumber energi (93-274 kalori/100 g), manisnya kurma juga diiringi dengan kandungan serat yang tinggi (2,0-8,5 g/100 g) dan ikut menyumbang protein (1,7-3,9 g/100 g). Jumlah kurma untuk 100 gramnya bisa bervariasi dari sekitar 5 butir - 7 butir dan 1 porsi kurma biasanya sekitar 3 butir.

Kurma juga mengadung unsur-unsur zat gizi mikro. Kandungan mineral paling tinggi dalam kurma adalah kalium (656 mg/100 g). Kalium berperan penting untuk penyimpanan energi (glikogen) di otot. Kalium merupakan mineral yang rentan defisiensi/kekurangan bagi orang yang berpuasa dengan periode yang lebih panjang. Kombinasi kandungan kalium dan magnesium yang tinggi dalam kurma membantu produksi energi dari karbohidrat dan lemak yang berguna selama kita berpuasa. Kombinasi tersebut bersama kalsium (59-103 mg/100 g) dalam kurma sangat penting untuk aktivitas otot. Sedangkan kombinasi vitamin B6 dan zat besi (3-13,7 mg/100 g) yang tinggi dalam kurma sangat baik untuk pembentukan sel darah merah sehingga kurma mampu mencegah anemia.

Alternatif lain untuk makanan pembuka puasa adalah buah-buahan, tentunya terlebih dahulu dengan minum air putih untuk mengganti cairan tubuh yang telah hilang. Untuk hidangan lengkap sebaiknya dikonsumsi setelah usai sholat maghrib dengan porsi yang tidak terlalu besar agar tidak memberatkan tubuh dalam melakukan sholat tarawih.

Bila ingin konsumsi cemilan setelah selesai sholat tarawih, lebih baik memilih cemilan dari kelompok buah-buahan atau sumber protein seperti kacang-kacangan.

Untuk makan sahur, makan hidangan lengkap dengan contoh proporsi berikut: sayuran ½ piring, sumber protein ¼ piring dan nasi ¼ piring. Nasi sebagai sumber karbohidrat tidak perlu banyak saat sahur agar tidak membuat anda lemas dan cepat merasa lapar setelah sahur. Yang perlu dihindari saat sahur adalah gorengan dan makanan manis. Gorengan dapat memperberat rasa haus saat berpuasa, sedangkan makanan manis membuat anda merasa cepat lapar kembali. Makanan manis mengandung karbohidrat sederhana yang cepat dicerna sehingga cepat memberikan efek rasa lapar kembali.

“Terakhir kecukupan cairan harus diperhatikan untuk mencegah bahaya dehidrasi. Agar dapat mencapai 8 gelas tanpa rasa kembung, minum 1 gelas setiap kali: setelah bangun tidur, setelah sahur, setelah azan maghrib, setelah sholat maghrib, setelah makan, sebelum sholat isya, setelah tarawih dan sebelum tidur,” ujarnya.
(tdy)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.5007 seconds (0.1#10.140)