Maksimalkan Potensi Wisata Religi, Paguyuban Demak Berdayakan Masyarakat
A
A
A
JAKARTA - Demak merupakan kabupaten yang dikenal memiliki dua tujuan wisata religi yang terkenal, yakni Masjid Agung Demak dan makan Sunan Kalijaga. Di Masjid Demak, selain menyaksikan masjid agung yang sarat akan nilai sejarah, pengunjung juga bisa mampir di museum masjid yang letaknya di sekitaran masjid.
Beranjak dari kondisi perekonomian masyarakat Demak yang masih berada di garis merah di Provinsi Jawa Tengah, Paguyuban Demak mencoba untuk memaksimalkan potensi wisata rohani dengan melibatkan peran masyarakat sekitar Masjid Agung Demak.
"Kita akan memanfaatkan bagaimana masyarakat ini tidak hanya jadi penonton, tetapi sebagai pelaku juga dalam ekonomi pariwisata berbasis rohani di Demak. Ya, kita benahi nanti beberapa tempat," kata Ketua Penasihat Paguyuban Demak, Catur Budi Harto di tengah acara buka bersama Paguyuban Demak di sebuah rumah makan di bilangan Pasar Minggu, Jakarta, Jumat (24/5).
Sebagai langkah awal untuk melakukan hal tersebut, Catur bersama rekan-rekannya di Paguyuban Demak telah melakukan survei potensi homestay di sekitaran Masjid Agung Demak. "Mudah-mudahan saja sehabis Lebaran bisa mulai kita garap," tukasnya.
"Ini kan masalah kultur ya, karena kalau berbicara homestay, kamar ini kita benahi, kasurnya kita standarisasi, toiletnya kita benahi lagi, sepreinya, bantalnya, piringnya, meja dan kursinya kita siapkan. Enggak boleh dipakai oleh keluarga kalau kosong, hanya untuk tamu. Nah, ini masalah budaya, jadi harus ada seperti perjanjian yang mengikat," jelas Catur, yang merupakan Direktur Bisnis Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) dan Jaringan BNI 46.
Berkaca dari pengalaman yang hampir serupa yang pernah dilakukannya di Bali dan di Lombok, Catur optimistis jika rencananya tersebut bisa secepatnya direalisasikan. "Kita sementara enggak berbicara panjang lebar dulu. Nanti saja kalau benar-benar sudah diresmikan akan kami informasikan. Saya rasa sekitar tiga bulan bisa rampung," ungkapnya.
"Intinya di situ kita enggak membangun rumah, tapi masyarakat di situ yang punya tiga kamar, satu kamar dibebaskan maksud dibebaskan disediakan untuk tamu, tidak boleh dipakai oleh keluarga. Boarding satu kita setting satu cafe. Nah salah satu anggota Paguyuban Demak, Pak Edy, beliau sudah membangun cafe di situ, nanti rencana boarding di situ, terus para tamu datang ke situ," papar pria berusia 55 tahun itu.
Selain mengembangkan homestay di sekitaran Masjid Agung Demak, Paguyuban Demak juga tengah mencoba menggali potensi wisata pemancingan di salah satu kecamatan di Demak. Selanjutnya, mereka juga memikirkan menggerakkan UMKM atau khususnya para industri rumah tangga yang ada di Demak, termasuk mengolah lahan tidak produktif menjadi produktif dengan mengalihprofesikan petani menjadi nelayan.
"Saya sebagai salah satu pengurus di Paguyuban Demak, kita ada satu program, yakni program kemitraan kita kombinasikan dengan CSR. Intinya bagaimana mereka berdaya dulu dengan program kemitraan. Dan ini sudah berjalan setahun, hasilnya juga lumayan," terangnya.
Demak juga memiliki agrowisata belimbing yang sudah cukup terkenal, namun saat ini juga telah dikembangkan untuk agrowisata yang lain. "Kalau belimbing itu sudah dari dulu, sekarang ada jambu, kemudian pertanian bawang merah hingga cabe, ini produksi yang sangat potensial yang ada di Demak," ujar Catur.
Sedangkan untuk kuliner, Demak juga mempunyai mangut. "Itu memang sentranya ada di Demak, ada satu komplek pengasapan ikan, dan pasarnya ke seluruh Indonesia dikirimnya. Itu satu pusat pengasapan terbesar dan saya kebetulan beberapa kali ikut dalam pembinaan cluster itu," pungkas Catur.
Beranjak dari kondisi perekonomian masyarakat Demak yang masih berada di garis merah di Provinsi Jawa Tengah, Paguyuban Demak mencoba untuk memaksimalkan potensi wisata rohani dengan melibatkan peran masyarakat sekitar Masjid Agung Demak.
"Kita akan memanfaatkan bagaimana masyarakat ini tidak hanya jadi penonton, tetapi sebagai pelaku juga dalam ekonomi pariwisata berbasis rohani di Demak. Ya, kita benahi nanti beberapa tempat," kata Ketua Penasihat Paguyuban Demak, Catur Budi Harto di tengah acara buka bersama Paguyuban Demak di sebuah rumah makan di bilangan Pasar Minggu, Jakarta, Jumat (24/5).
Sebagai langkah awal untuk melakukan hal tersebut, Catur bersama rekan-rekannya di Paguyuban Demak telah melakukan survei potensi homestay di sekitaran Masjid Agung Demak. "Mudah-mudahan saja sehabis Lebaran bisa mulai kita garap," tukasnya.
"Ini kan masalah kultur ya, karena kalau berbicara homestay, kamar ini kita benahi, kasurnya kita standarisasi, toiletnya kita benahi lagi, sepreinya, bantalnya, piringnya, meja dan kursinya kita siapkan. Enggak boleh dipakai oleh keluarga kalau kosong, hanya untuk tamu. Nah, ini masalah budaya, jadi harus ada seperti perjanjian yang mengikat," jelas Catur, yang merupakan Direktur Bisnis Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) dan Jaringan BNI 46.
Berkaca dari pengalaman yang hampir serupa yang pernah dilakukannya di Bali dan di Lombok, Catur optimistis jika rencananya tersebut bisa secepatnya direalisasikan. "Kita sementara enggak berbicara panjang lebar dulu. Nanti saja kalau benar-benar sudah diresmikan akan kami informasikan. Saya rasa sekitar tiga bulan bisa rampung," ungkapnya.
"Intinya di situ kita enggak membangun rumah, tapi masyarakat di situ yang punya tiga kamar, satu kamar dibebaskan maksud dibebaskan disediakan untuk tamu, tidak boleh dipakai oleh keluarga. Boarding satu kita setting satu cafe. Nah salah satu anggota Paguyuban Demak, Pak Edy, beliau sudah membangun cafe di situ, nanti rencana boarding di situ, terus para tamu datang ke situ," papar pria berusia 55 tahun itu.
Selain mengembangkan homestay di sekitaran Masjid Agung Demak, Paguyuban Demak juga tengah mencoba menggali potensi wisata pemancingan di salah satu kecamatan di Demak. Selanjutnya, mereka juga memikirkan menggerakkan UMKM atau khususnya para industri rumah tangga yang ada di Demak, termasuk mengolah lahan tidak produktif menjadi produktif dengan mengalihprofesikan petani menjadi nelayan.
"Saya sebagai salah satu pengurus di Paguyuban Demak, kita ada satu program, yakni program kemitraan kita kombinasikan dengan CSR. Intinya bagaimana mereka berdaya dulu dengan program kemitraan. Dan ini sudah berjalan setahun, hasilnya juga lumayan," terangnya.
Demak juga memiliki agrowisata belimbing yang sudah cukup terkenal, namun saat ini juga telah dikembangkan untuk agrowisata yang lain. "Kalau belimbing itu sudah dari dulu, sekarang ada jambu, kemudian pertanian bawang merah hingga cabe, ini produksi yang sangat potensial yang ada di Demak," ujar Catur.
Sedangkan untuk kuliner, Demak juga mempunyai mangut. "Itu memang sentranya ada di Demak, ada satu komplek pengasapan ikan, dan pasarnya ke seluruh Indonesia dikirimnya. Itu satu pusat pengasapan terbesar dan saya kebetulan beberapa kali ikut dalam pembinaan cluster itu," pungkas Catur.
(nug)