Kutuk, Pengalaman Perdana Shandy Aulia Lakoni Tiga Peran
A
A
A
JAKARTA - Aktris Shandy Aulia mencatatkan debutnya menjalani tiga peran sekaligus dalam film terbarunya bertajuk Kutuk. Pada film produksi Scene Avenue Movies ini, Shandy Aulia melakoni tugas sebagai pemeran, penulis naskah dan produser.
Sejak terjun di dunia akting dengan membintangi Eiffel I'm in Love pada 2003, Shandy sudah mempelajari bagaimana menjadi produser. Setelah menunggu bertahun-tahun akhirnya dia berkesempatan untuk mengaplikasikan hal-hal yang telah diamatinya selama ini.
Selain mengumpulkan pengalamannya sebagai pemain film, dia pun melakukan riset untuk mengetahui kondisi perfilman Indonesia. "Persiapan menjadi produser sudah melewati proses bertahun-tahun dari film pertama saat usia saya 15 tahun," ujar Shandy Aulia kepada SINDO di Metropole XXI, Jakarta, baru-baru ini.
"Tapi buat saya pengalaman saja enggak cukup jadi saya harus mengerti benar-benar, karena berkarier as a producer enggak sekadar punya modal dan uang. Tapi ibarat makanan, saya juga pengin masak beneran. Akhirnya 2018 saya memutuskan produksi film pertama saya," tambah wanita berusia 32 tahun ini.
Menjalani tugas sebagai produser sekaligus pemeran merupakan hal yang tidak mudah bagi Shandy. Beruntung dia memiliki tim yang bisa membantu saat harus memposisikan diri sebagai pemain film sekaligus orang di belakang layar.
"Saat saya on cam as actress, saya fokus. Setelah saya pulang, saya mikirin yang lain, budget dan pengalaman saja enggak cukup harus didukung pemahaman mengenai detail lain seperti budget. Saya harus tahu what's going on dan akhirnya 2018 saya memutuskan untuk produce film pertama saya, Kutuk ini," terang Shandy.
Ide film Kutuk muncul dari Shandy Aulia, akan tetapi untuk menuliskan skenarionya, Shandy dibantu Fajar Umbara, yang memiliki segudang pengalaman dalam menulis skenario film horor.
"Saya mulai dari ide sebuah panti jompo, ide dari saya itu kemudian dibantu Fajar Umbara untuk menulis skenarionya. Lalu ada sutradara Rudi Aryanto yang biasanya drama komedi, tapi dengan saya dia ingin mencoba sesuatu yang baru," ucap Shandy.
Sejak terjun di dunia akting dengan membintangi Eiffel I'm in Love pada 2003, Shandy sudah mempelajari bagaimana menjadi produser. Setelah menunggu bertahun-tahun akhirnya dia berkesempatan untuk mengaplikasikan hal-hal yang telah diamatinya selama ini.
Selain mengumpulkan pengalamannya sebagai pemain film, dia pun melakukan riset untuk mengetahui kondisi perfilman Indonesia. "Persiapan menjadi produser sudah melewati proses bertahun-tahun dari film pertama saat usia saya 15 tahun," ujar Shandy Aulia kepada SINDO di Metropole XXI, Jakarta, baru-baru ini.
"Tapi buat saya pengalaman saja enggak cukup jadi saya harus mengerti benar-benar, karena berkarier as a producer enggak sekadar punya modal dan uang. Tapi ibarat makanan, saya juga pengin masak beneran. Akhirnya 2018 saya memutuskan produksi film pertama saya," tambah wanita berusia 32 tahun ini.
Menjalani tugas sebagai produser sekaligus pemeran merupakan hal yang tidak mudah bagi Shandy. Beruntung dia memiliki tim yang bisa membantu saat harus memposisikan diri sebagai pemain film sekaligus orang di belakang layar.
"Saat saya on cam as actress, saya fokus. Setelah saya pulang, saya mikirin yang lain, budget dan pengalaman saja enggak cukup harus didukung pemahaman mengenai detail lain seperti budget. Saya harus tahu what's going on dan akhirnya 2018 saya memutuskan untuk produce film pertama saya, Kutuk ini," terang Shandy.
Ide film Kutuk muncul dari Shandy Aulia, akan tetapi untuk menuliskan skenarionya, Shandy dibantu Fajar Umbara, yang memiliki segudang pengalaman dalam menulis skenario film horor.
"Saya mulai dari ide sebuah panti jompo, ide dari saya itu kemudian dibantu Fajar Umbara untuk menulis skenarionya. Lalu ada sutradara Rudi Aryanto yang biasanya drama komedi, tapi dengan saya dia ingin mencoba sesuatu yang baru," ucap Shandy.
(nug)