Usai Penelitian Panjang, Dokter Syarief Ciptakan Alas Kaki Khusus Kaki Datar
A
A
A
JAKARTA - Spesialis Ilmu Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi, Dr. dr. Syarief Hasan Lutfie, Sp. KFR dalam penelitiannya menemukan bahwa 20 persen kondisi kaki orang Indonesia mengalami kelainan yang dinamakan dengan kaki bebek atau datar (pes planus).
Secara ilmu, terdapat tiga jenis kaki manusia, yakni kaki datar, sangat lekuk, dan kaki normal. Ketiga jenis kaki ini merupakan standar yang digunakan di seluruh belahan dunia. "Kalau dari penelitian saya, itu ada riset prevalensi kaki yang datar pada kira-kira 9 kloter jemaah haji. Nah, kalau 9 kloter kali 500 orang, ini artinya 20 persen mengalami kaki datar," kata Syarief Hasan Lutfie di Jakarta, belum lama ini.
Kaki datar, menurut Syarief, mempengaruhi kemampuan kaki untuk berjalan. Saat melalukan toe off, gerakan mengungkit, dia akan menggeser berat badan ke jempol kakinya, sehingga kontraksi otot-otot tungkai akan bertambah. Tulang belakang, paha, hingga ke betis.
"Itu akan berpengaruh pada kemudahan sehingga cepat mengalami capek otot atau fatigue. Fatigue Muscle diakibatkan gesekan dan gerakan yang berlebih. Kalau tidak diadakan koreksi dengan lekukan dengan membuat insole di dalam lekuknya, maka proses jalannya akan sangat ketinggalan dan mudah capek," papar Syarief.
Berjalan dengan tidak benar karena bentuk kaki yang tidak normal akan mempengaruhi vaskularisasi jantung ke seluruh tubuh apalagi dalam kondisi stres atau stres emosional. "Ini juga akan membuat lelah, lelah umum yang bercampur pegal, capek, tekanan batin, panas suhu, sosial budaya itu semua satu manifestasi klinis, sehingga timbul jantung rematik triggernya lelah," terangnya.
Bukan tanpa alasan Syarief melakukan penelitian terhadap kaki, terutama kaki jemaah haji dari Indonesia. Ini berawal ketika lulusan dokter dari Fakultas Kedokteran YARSI itu memulai kariernya sebagai pegawai Kementerian Kesehatan di sub direktorat haji, dan melihat data terdapat angka kesakitan kaki.
Dokter Syarief pun melihat ini adalah suatu masalah, karena tidak dilakukan upaya preventif yang maksimal. "Ternyata banyak hal yang bisa dilakukan sebagai upaya preventif bukan hanya kondisi klinis penyakitnya, tetapi juga terkait dengan anatomi dan fisiologi calon jemaah tersebut. Anatomi itu termasuk anatomi kaki, anatomi tungkai," tuturnya.
Kondisi kaki manusia sangat beragam, Syarief menggambarkan ada orang yang tungkainya pendek sebelah, kakinya juga datar. Hal inilah yang kemudian menjadi fokusnya untuk meneliti kaki, terutama untuk telapak kakinya. Dia pun berhasil mengumpulkan data-data dan mengambil disertasi di Fakultas Kedokteran UI untuk melakukan penelitian kemampuan endurance pada jemaah haji yang mempunyai kaki datar itu tahun lalu.
"Saya kemudian juga ambil post-doctoral di Keio University Hospital di Tokyo, Jepang. Itu juga mengenai koreksi insole melalui sistem komputer, sehingga insole tidak dibuat per individu. Di sana digeneralisir berdasarkan arkusnya, di sana jika dianalisis, ini kelihatan kakinya kemampuannya sekian. 10 orang berjalan bisa langsung dimonitor dan itu diambil reratanya, kemudian dibuatlah insole-insole yang sesuai," papar Syarief.
Lebih lanjut, Syarief mengutarakan, meski sama-sama Asia dan memiliki kemiripan, kaki orang Jepang lebih kecil. Hal ini dilakukannya melalui penelitian dengan komputerisasi bekerjasama dengan universitas di Kanada. Tidak lama, sepulangnya ke Indonesia, tepatnya di Jakarta, dia pun mempublikasikan hasil penelitian itu.
"Saya juga membuat secara manual problematika kaki pada pasien-pasien saya di mana akhirnya saya lakukan quick print satu per satu, kemudian saya koreksi sendiri, saya buat insole-nya juga, saya pilih bahannya juga, ini saya buat secara manual, tentu saja ini sangat kasar, tapi secara fungsi betul," ujar Syarief.
"Kemudian saya bekerjasama dengan tukang saya dengan latar belakang orthotic prosthetic yang ada pendidikannya di Solo. Dibuatlah koreksi manual yang saya buat sampai sekarang sehingga saya menemukan produsen sepatu Andre Valentino di sini untuk bekerjasama mensosialisasikan insole yang saya buat untuk kasus-kasus kaki," sambungnya.
Jemaah haji asal Indonesia tidak pernah lepas dari perhatian Syarief. Terkait perilaku penduduk Indonesia yang berangkat menunaikan ibadah haji dengan hanya mementingkan motivasi dan kesanggupan fisik secara awam. Bagi Syarief, hal itu tidak cukup.
Terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan, termasuk kesiapan fisik yang berhubungan dengan kaki. Perhatian secara spesifik terhadap kaki masih jarang ada yang memperhatikan. "Padahal kaki itu bagian utama untuk tawaf, sa'i, berjalan, itu bagian dari ibadah. Jika diabaikan permasalahan kaki ini maka akan mengalami kelelahan hingga kehabisan energi atau yang kita kenal dengan fatigue," tukasnya.
Dokter Syarief menyarankan agar kelelahan ini diatasi sebelum menjadi kelelahan yang diderita tubuh lebih luas lagi dan menjadi kesakitan yang berisiko tinggi. "Maka persoalan kakinya harus diatasi dulu agar nanti tidak merembet kepada fatigue yang sifatnya lebih sistemik atau general," tambah Direktur Utama PT RS Haji Jakarta ini.
Dari semua pengalaman dan penelitian yang telah dilakukannya tersebut, Dokter Syarief pun menghadirkan alas kaki dengan merek yang diambil dari inisialnya SHL. Sepatu atau sepatu sandal SHL saat ini diproduksi sebanyak 2.000 pasang dengan varian yang beragam. Ke depan, produk-produk SHL akan diproduksi dengan beragam warna yang fashionable.
Secara ilmu, terdapat tiga jenis kaki manusia, yakni kaki datar, sangat lekuk, dan kaki normal. Ketiga jenis kaki ini merupakan standar yang digunakan di seluruh belahan dunia. "Kalau dari penelitian saya, itu ada riset prevalensi kaki yang datar pada kira-kira 9 kloter jemaah haji. Nah, kalau 9 kloter kali 500 orang, ini artinya 20 persen mengalami kaki datar," kata Syarief Hasan Lutfie di Jakarta, belum lama ini.
Kaki datar, menurut Syarief, mempengaruhi kemampuan kaki untuk berjalan. Saat melalukan toe off, gerakan mengungkit, dia akan menggeser berat badan ke jempol kakinya, sehingga kontraksi otot-otot tungkai akan bertambah. Tulang belakang, paha, hingga ke betis.
"Itu akan berpengaruh pada kemudahan sehingga cepat mengalami capek otot atau fatigue. Fatigue Muscle diakibatkan gesekan dan gerakan yang berlebih. Kalau tidak diadakan koreksi dengan lekukan dengan membuat insole di dalam lekuknya, maka proses jalannya akan sangat ketinggalan dan mudah capek," papar Syarief.
Berjalan dengan tidak benar karena bentuk kaki yang tidak normal akan mempengaruhi vaskularisasi jantung ke seluruh tubuh apalagi dalam kondisi stres atau stres emosional. "Ini juga akan membuat lelah, lelah umum yang bercampur pegal, capek, tekanan batin, panas suhu, sosial budaya itu semua satu manifestasi klinis, sehingga timbul jantung rematik triggernya lelah," terangnya.
Bukan tanpa alasan Syarief melakukan penelitian terhadap kaki, terutama kaki jemaah haji dari Indonesia. Ini berawal ketika lulusan dokter dari Fakultas Kedokteran YARSI itu memulai kariernya sebagai pegawai Kementerian Kesehatan di sub direktorat haji, dan melihat data terdapat angka kesakitan kaki.
Dokter Syarief pun melihat ini adalah suatu masalah, karena tidak dilakukan upaya preventif yang maksimal. "Ternyata banyak hal yang bisa dilakukan sebagai upaya preventif bukan hanya kondisi klinis penyakitnya, tetapi juga terkait dengan anatomi dan fisiologi calon jemaah tersebut. Anatomi itu termasuk anatomi kaki, anatomi tungkai," tuturnya.
Kondisi kaki manusia sangat beragam, Syarief menggambarkan ada orang yang tungkainya pendek sebelah, kakinya juga datar. Hal inilah yang kemudian menjadi fokusnya untuk meneliti kaki, terutama untuk telapak kakinya. Dia pun berhasil mengumpulkan data-data dan mengambil disertasi di Fakultas Kedokteran UI untuk melakukan penelitian kemampuan endurance pada jemaah haji yang mempunyai kaki datar itu tahun lalu.
"Saya kemudian juga ambil post-doctoral di Keio University Hospital di Tokyo, Jepang. Itu juga mengenai koreksi insole melalui sistem komputer, sehingga insole tidak dibuat per individu. Di sana digeneralisir berdasarkan arkusnya, di sana jika dianalisis, ini kelihatan kakinya kemampuannya sekian. 10 orang berjalan bisa langsung dimonitor dan itu diambil reratanya, kemudian dibuatlah insole-insole yang sesuai," papar Syarief.
Lebih lanjut, Syarief mengutarakan, meski sama-sama Asia dan memiliki kemiripan, kaki orang Jepang lebih kecil. Hal ini dilakukannya melalui penelitian dengan komputerisasi bekerjasama dengan universitas di Kanada. Tidak lama, sepulangnya ke Indonesia, tepatnya di Jakarta, dia pun mempublikasikan hasil penelitian itu.
"Saya juga membuat secara manual problematika kaki pada pasien-pasien saya di mana akhirnya saya lakukan quick print satu per satu, kemudian saya koreksi sendiri, saya buat insole-nya juga, saya pilih bahannya juga, ini saya buat secara manual, tentu saja ini sangat kasar, tapi secara fungsi betul," ujar Syarief.
"Kemudian saya bekerjasama dengan tukang saya dengan latar belakang orthotic prosthetic yang ada pendidikannya di Solo. Dibuatlah koreksi manual yang saya buat sampai sekarang sehingga saya menemukan produsen sepatu Andre Valentino di sini untuk bekerjasama mensosialisasikan insole yang saya buat untuk kasus-kasus kaki," sambungnya.
Jemaah haji asal Indonesia tidak pernah lepas dari perhatian Syarief. Terkait perilaku penduduk Indonesia yang berangkat menunaikan ibadah haji dengan hanya mementingkan motivasi dan kesanggupan fisik secara awam. Bagi Syarief, hal itu tidak cukup.
Terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan, termasuk kesiapan fisik yang berhubungan dengan kaki. Perhatian secara spesifik terhadap kaki masih jarang ada yang memperhatikan. "Padahal kaki itu bagian utama untuk tawaf, sa'i, berjalan, itu bagian dari ibadah. Jika diabaikan permasalahan kaki ini maka akan mengalami kelelahan hingga kehabisan energi atau yang kita kenal dengan fatigue," tukasnya.
Dokter Syarief menyarankan agar kelelahan ini diatasi sebelum menjadi kelelahan yang diderita tubuh lebih luas lagi dan menjadi kesakitan yang berisiko tinggi. "Maka persoalan kakinya harus diatasi dulu agar nanti tidak merembet kepada fatigue yang sifatnya lebih sistemik atau general," tambah Direktur Utama PT RS Haji Jakarta ini.
Dari semua pengalaman dan penelitian yang telah dilakukannya tersebut, Dokter Syarief pun menghadirkan alas kaki dengan merek yang diambil dari inisialnya SHL. Sepatu atau sepatu sandal SHL saat ini diproduksi sebanyak 2.000 pasang dengan varian yang beragam. Ke depan, produk-produk SHL akan diproduksi dengan beragam warna yang fashionable.
(nug)