Pasar Besar Budaya K-Pop di Indonesia
A
A
A
JAKARTA - Budaya K-Pop merambah deras ke kalangan muda Tanah Air. Hasilnya, Indonesia menjadi satu di antara pasar terbesar bagi perkembangan budaya asal Korea Selatan (Korsel) tersebut.
Berdasar laporan The Korean Times, dari total 73,12 juta penggemar K-Pop di seluruh dunia, Indonesia masuk penggemar terbanyak ketiga di dunia. Kondisi ini tentu beriringan dengan keuntung an finansial yang mengalir ke Negeri Ginseng tersebut. Lihat saja fans K-Pop rela mengeluarkan kocek Rp100.000 sampai Rp500.000 per bulan hanya untuk belanja merchandise artis favorit hingga memburu tiket konser.
Hampir semua jenis produk merchandise yang dipasarkan didatangkan langsung dari Korsel melalui manajemen artis—seperti CD album, poster, kartu foto, kartu pos, lighting stick,tas, gantungan tas, dan lainnya—juga menjadi buruan.
Survei yang dilakukan The Fandom for Idols menyebutkan, penggemar K-Pop di Indonesia didominasi usia 15-35 tahun dan mulai menjadi penggemar genre musik tersebut pada 2011-2015. Selama kurun waktu 1-6 tahun inilah, para K-Popers berlomba-lomba untuk mengoleksi apa pun yang terkait artis favorit mereka.
Tingginya animo masyarakat Indonesia terhadap musik K-Pop itu pun menjadi peluang bagi industri ecommerce untuk meraih keuntungan. Brand-brand besar seperti Shopee dan Tokopedia bahkan berani mensponsori artis K-Pop yang tampil beberapa waktu lalu di Jakarta dan Tangerang Selatan.
Choky Halomoan, selaku PR & Media Relations CK Star Entertainment, mengakui tren K-Pop memang semakin meluas. Bukan cuma satu boyband atau girlband yang menjadi idola, namun hampir semua musisi K-Pop memiliki penggemar masing-masing. Hal tersebut menjadi potensi pasar yang luar biasa karena tentu semakin banyak konser yang akan digelar.
CK Star Entertainment yang juga menjadi promotor konser artis mancanegara dapat membandingkan penonton KPop dengan artis negara lain. Menurut Choky, penonton KPop cenderung lebih antusias, bahkan K-Popers merupakan penggemar yang tergabung dalam komunitas dengan semangatnya sangat besar.
Tak hanya semangat, K-Popers juga aktif dan tidak segan-segan untuk mengumpulkan uang guna membuat poster dan atribut lain yang akan dibawa pada saat konser. Namun, Choky menandaskan, meskipun memiliki pasar cukup besar, tantangan yang dihadapi juga besar karena penonton yang segmented sehingga sudah dapat mengukur daya beli.
Penggemar K-Pop mayoritas mereka di usia sekolah atau belum masuk usia produktif. “Penuh strategi untuk memasarkan kadang kami yang jemput bola. Kami datangi komunitas, bahkan mereka kami percayakan untuk membayar cicilan. Kami menunjuk pemimpin komunitas untuk mengordinasi anggotanya. Dia yang bertanggung jawab untuk cicilan tiket konser yang kami berikan. Pernah 50 tiket saya sediakan untuk mereka,” cerita Choky.
Melalui komunitas juga, para promotor menentukan siapa musisi K-Pop yang akan mereka bawa. Promotor akan mengadakan survei tujuannya untuk mengetahui secara pasti apakah artis yang akan didatangkan masih memiliki penggemar di Tanah Air sehingga tiket konser dapat terjual sesuai target.
Pengamat musik Alexander Kusumapradja menyebut, kelebihan K-Pop dibanding musisi dunia lainnya walaupun memakai bahasa Korea, tapi KPop punya daya tarik yang universal dari segi konsep. Kiblat musik mereka awalnya adalah pop kultur Barat, secara penampilan pun mereka mengikuti tren dunia dengan memakai pakaian branded sehingga bisa diterima dengan mudah oleh orang di berbagai negara.
Dibandingkan Jepang (JPop) yang labelnya sangat membatasi konten mereka secara wilayah karena banyak lagu atau video Jepang yang tidak bisa diakses di luar Jepang, K-Pop dari awal lebih luwes menampilkan konten mereka di internet yakni di YouTube sehingga mudah diakses oleh negara lain dan budaya fansubs (fans menerjemahkan video artis favorit mereka).
Karena itu, wajar bila penggemar semakin banyak memiliki asupan konten yang banyak dari musisi K-Pop. “Idol K-Pop juga rajin berkomunikasi dengan fans via media sosial atau acara-acara variety show yang membuat orang enggak cuma suka musiknya, tapi juga kepribadian mereka.
Kalau sudah suka kepribadian seorang idol,rata-rata fans bakal jadi penggemar berat yang merasa punya keterikatan dengan idol tersebut dan akan mendukung mereka dengan sepenuh hati,” tutur Alex.
Tidak hanya itu, menurutnya, artis K-Pop juga memiliki paket lengkap. Mereka tidak hanya jago menari ataupun menyanyi, namun secara visual juga menarik. Artis K-Pop turut menjadi role model bagi fans dan memperkenalkan budaya Korea. “Generasi muda kita rasanya kekurangan sosok role model itu kalau dari artis lokal atau Barat,” tambahnya. Pihak Bea Cukai ternyata turut mengantisipasi agar sampai negara tidak mendapatkan apa-apa dari tren K-Pop ini.
Kasi Humas Dirjen Bea Cukai, Sudiro menegaskan, seluruh barang yang datang dari luar untuk dihabiskan dengan cara dijual wajib membayar biaya masuk dan pajak impor. “Mereka harus menyediakan dokumen lengkap, barang datang terpisah dari rombongan artis biasanya duluan. Ada perusahaan importir yang bekerja sama untuk diserahkan kepada promotor untuk dijual saat konser berlangsung,” tutur Sudiro. (Ananda Nararya)
Berdasar laporan The Korean Times, dari total 73,12 juta penggemar K-Pop di seluruh dunia, Indonesia masuk penggemar terbanyak ketiga di dunia. Kondisi ini tentu beriringan dengan keuntung an finansial yang mengalir ke Negeri Ginseng tersebut. Lihat saja fans K-Pop rela mengeluarkan kocek Rp100.000 sampai Rp500.000 per bulan hanya untuk belanja merchandise artis favorit hingga memburu tiket konser.
Hampir semua jenis produk merchandise yang dipasarkan didatangkan langsung dari Korsel melalui manajemen artis—seperti CD album, poster, kartu foto, kartu pos, lighting stick,tas, gantungan tas, dan lainnya—juga menjadi buruan.
Survei yang dilakukan The Fandom for Idols menyebutkan, penggemar K-Pop di Indonesia didominasi usia 15-35 tahun dan mulai menjadi penggemar genre musik tersebut pada 2011-2015. Selama kurun waktu 1-6 tahun inilah, para K-Popers berlomba-lomba untuk mengoleksi apa pun yang terkait artis favorit mereka.
Tingginya animo masyarakat Indonesia terhadap musik K-Pop itu pun menjadi peluang bagi industri ecommerce untuk meraih keuntungan. Brand-brand besar seperti Shopee dan Tokopedia bahkan berani mensponsori artis K-Pop yang tampil beberapa waktu lalu di Jakarta dan Tangerang Selatan.
Choky Halomoan, selaku PR & Media Relations CK Star Entertainment, mengakui tren K-Pop memang semakin meluas. Bukan cuma satu boyband atau girlband yang menjadi idola, namun hampir semua musisi K-Pop memiliki penggemar masing-masing. Hal tersebut menjadi potensi pasar yang luar biasa karena tentu semakin banyak konser yang akan digelar.
CK Star Entertainment yang juga menjadi promotor konser artis mancanegara dapat membandingkan penonton KPop dengan artis negara lain. Menurut Choky, penonton KPop cenderung lebih antusias, bahkan K-Popers merupakan penggemar yang tergabung dalam komunitas dengan semangatnya sangat besar.
Tak hanya semangat, K-Popers juga aktif dan tidak segan-segan untuk mengumpulkan uang guna membuat poster dan atribut lain yang akan dibawa pada saat konser. Namun, Choky menandaskan, meskipun memiliki pasar cukup besar, tantangan yang dihadapi juga besar karena penonton yang segmented sehingga sudah dapat mengukur daya beli.
Penggemar K-Pop mayoritas mereka di usia sekolah atau belum masuk usia produktif. “Penuh strategi untuk memasarkan kadang kami yang jemput bola. Kami datangi komunitas, bahkan mereka kami percayakan untuk membayar cicilan. Kami menunjuk pemimpin komunitas untuk mengordinasi anggotanya. Dia yang bertanggung jawab untuk cicilan tiket konser yang kami berikan. Pernah 50 tiket saya sediakan untuk mereka,” cerita Choky.
Melalui komunitas juga, para promotor menentukan siapa musisi K-Pop yang akan mereka bawa. Promotor akan mengadakan survei tujuannya untuk mengetahui secara pasti apakah artis yang akan didatangkan masih memiliki penggemar di Tanah Air sehingga tiket konser dapat terjual sesuai target.
Pengamat musik Alexander Kusumapradja menyebut, kelebihan K-Pop dibanding musisi dunia lainnya walaupun memakai bahasa Korea, tapi KPop punya daya tarik yang universal dari segi konsep. Kiblat musik mereka awalnya adalah pop kultur Barat, secara penampilan pun mereka mengikuti tren dunia dengan memakai pakaian branded sehingga bisa diterima dengan mudah oleh orang di berbagai negara.
Dibandingkan Jepang (JPop) yang labelnya sangat membatasi konten mereka secara wilayah karena banyak lagu atau video Jepang yang tidak bisa diakses di luar Jepang, K-Pop dari awal lebih luwes menampilkan konten mereka di internet yakni di YouTube sehingga mudah diakses oleh negara lain dan budaya fansubs (fans menerjemahkan video artis favorit mereka).
Karena itu, wajar bila penggemar semakin banyak memiliki asupan konten yang banyak dari musisi K-Pop. “Idol K-Pop juga rajin berkomunikasi dengan fans via media sosial atau acara-acara variety show yang membuat orang enggak cuma suka musiknya, tapi juga kepribadian mereka.
Kalau sudah suka kepribadian seorang idol,rata-rata fans bakal jadi penggemar berat yang merasa punya keterikatan dengan idol tersebut dan akan mendukung mereka dengan sepenuh hati,” tutur Alex.
Tidak hanya itu, menurutnya, artis K-Pop juga memiliki paket lengkap. Mereka tidak hanya jago menari ataupun menyanyi, namun secara visual juga menarik. Artis K-Pop turut menjadi role model bagi fans dan memperkenalkan budaya Korea. “Generasi muda kita rasanya kekurangan sosok role model itu kalau dari artis lokal atau Barat,” tambahnya. Pihak Bea Cukai ternyata turut mengantisipasi agar sampai negara tidak mendapatkan apa-apa dari tren K-Pop ini.
Kasi Humas Dirjen Bea Cukai, Sudiro menegaskan, seluruh barang yang datang dari luar untuk dihabiskan dengan cara dijual wajib membayar biaya masuk dan pajak impor. “Mereka harus menyediakan dokumen lengkap, barang datang terpisah dari rombongan artis biasanya duluan. Ada perusahaan importir yang bekerja sama untuk diserahkan kepada promotor untuk dijual saat konser berlangsung,” tutur Sudiro. (Ananda Nararya)
(nfl)