Joker, Film Paling Mengganggu dan Meresahkan Sepanjang 2019

Selasa, 15 Oktober 2019 - 19:30 WIB
Joker, Film Paling Mengganggu...
Joker, Film Paling Mengganggu dan Meresahkan Sepanjang 2019
A A A
Film Joker ditahbiskan sebagai film yang paling menganggu dan meresahkan yang pernah tayang di bioskop sepanjang tahun ini. Film ini mengisahkan tentang Arthur Fleck, seorang penderita gangguan mental yang berubah menjadi penjahat paling ikonik di dunia DC. Film ini penuh adegan kekerasan dan juga adegan yang membuat pikiran terguncang.

Joker yang diputar perdana di Venice Film Festival tahun ini mendapatkan pujian dari banyak kritikus. Namun, di tengah puja puji atas film itu dan penampilan Joaquin Phoenix sebagai Arthur Fleck alias Joker, film ini juga menimbulkan kontroversi. Penampakan dan simpati yang tercipta untuk Arthur Fleck bisa menginspirasi peniru di dunia nyata. Isu ini sudah mendominasi bahasan terkait film itu. Isu ini terbukti cukup kontensius hingga membuat Joaquin walk out dari wawancara ketika ditanyai kontroversi itu. Ketakutan atas Joker bisa menjadi pemicu kerusuhan membuat Warner Bros. akhirnya mengeluarkan pernyataan terkait hal tersebut.

Karena hal tersebut, Screen Rant kemudian menahbiskan Joker sebagai film paling kontroversial tahun ini. Namun, itu tidak membuat film ini jatuh di box office. Dan, sampai saat ini, belum ada film yang dirilis terbukti segelap dan semengganggu Joker.

Perhatian: Ada spoiler film Joker di artikel ini. Anda sudah diperingatkan.


1. Yang membuat Joker sebegitu mengganggu

Joker sudah beberapa kali tampil di layar lebar. Namun, sejauh ini, belum ada yang memposisikan karakter itu dengan jalan yang sama seperti film Joker. Batman karya Tim Burton menawarkan titik terdekat komparasi ketimbang yang lainnya dengna fakta bahwa mobster yang terlalu percaya diri, Jack Napier (Jack Nicholson), adalah satu-satunya versi sinematik karakter ini dengan cerita latar yang jelas. Namun, Arthur Fleck di Joker adalah Jokernya sendiri, seorang pria yang mengalami penurunan mental sepanjang hidupnya. Khususnya, tawa Arthur yang sering membuatnya menjadi subjek apa pun dari pandangan aneh orang-orang hingga dipukuli. Kondisinya ini membuat Arthur terisolasi dan tidak bisa terkait pada hampir semua orang di sekitarnya. Tawa Arthur ini juga disebut sebagai elemen yang sangat diperjuangkan Joaquin untuk menyempurnakan penampilannya. Bukti betapa bermasalahnya Arthur terwakilkan di awal film, dengan Arthur berfantasi memperkenalkan dirinya di studio talk show yang dipandu Murray Franklin (Robert De Niro).

Murray tampil dalam imajinasi Arthur. Dia mengundang Arthur ke panggung dan memberinya kata-kata motivasi yang ramah, sangat berbeda dengan olok-olokan yang dia lontarkan kepada video Arthur yang mencoba ber-stand up comedy.

Ini hanya satu dari banyak penolakan dan kemalangan yang dialami Arthur di Joker. Selain itu, dia ditolak Thomas Wayne—orang yang dia yakini sebagai ayahnya, menemukan detil menyedihkan tentang masa kanak-kanaknya dan pemangkasan dana di Gotham City membuatnya tidak bisa mengakses pekerja sosial atau obat-obatan.

Berbeda dengan kekhawatiran terkait kekerasan yang timbul sebelum film itu dirilis, Joker tidak mengundang kekaguman penonton pada Arthur, tapi mengundang rasa iba. Perubahannya menjadi pembunuh terasa mengerikan karena jelas dia kehilangan kendali atas pikirannya. Terlebih lagi, Arthur benar-benar mulai menemukan kalau dirinya lebih bebas ketika dia menjadi lebih tidak terpasung.

“Bagian terburuk dari menderita penyakit mental adalah orang berharap kalian bersikap seperti kalau kalian tidak menderita penyakit itu,” tulis Arthur di jurnalnya. Dia juga terlihat lebih bahagia ketika cengkaramannya atas realitas terus melemah.

2. Joker dimaksudkan untuk merasa tidak bahagia

Joker tentu bukan film pertama yang mengangkat nada gelap atau memperlihatkan seseorang akan jadi gila. Namun, jelas bahwa Todd memang berniat menyusun film ini untuk membuat para penontonnya merasa sangat terguncang. Khususnya penampilan Arthur di klub komedi adalah sebuah bencana meskipun tanpa olok-olokan Murray, dengan tawa spontannya yang membunuh kemampuannya untuk membuat kesan pertama bagi para penontonnya. Dalam adegan ini dan lainnya, kekuatan Phillips memberikan realitas suram Arthur kepada penonton, bahwa dia adalah orang yang patut dikasihani atas kondisi yang di luar kendalinya dan dihambat di tiap sudut untuk mendapatkan kebahagiaan sejati.

Bagian ketiga Joker juga menarik tirai romansanya dengan Sophie (Zazie Beetz), yang terbukti hanya terjadi di pikiran Arthur. Bagian endingnya memberikan arti baru dalam antiklimaks. Diundang untuk tampil di acara Murray Franklin, Arthur tampil dengan dandanan muka badut dan minta diperkenalkan sebagai Joker. Begitu berada di atas panggung, Athur langsung memuntahkan semua perlakuan buruk yang dia terima dan penyakit mental yang dia derita.

“Apa yang kalian dapatkan ketika kalian melintasi seorang penderita penyakit mental dengan masyarakat yang meninggalkan dia dan memperlakukannya seperti sampah? Akan aku katakan apa yang akan kalian dapatkan. Kalian dapatkan apa yang layak kalian dapatkan!” seru Arthur sebelum menembak kepala Murray di siaran langsung televisi.

Arthur adalah orang yang jatuh di titik terendah dalam hidupnya, dia tiba di panggung sebagai sesuatu yang dia rasa dianggap dunia, seorang badut, dan secara efektif membuat komentar ironik atas hidupnya. Bahkan sambutan para perusuh dengan topeng badut di Gotham City agak sedikit terasa seperti sebuah kemenangan ketimbang keruntuhan masyarakat.

3. Membandingkan Joker dengan film mengganggu lain pada 2019

Joker bukanlah satu-satunya film mengganggu yang dirilis pada 2019. Selain Joker, ada Midsommar karya Ari Aster. Film ini mengisahkan tentang Dani yang berkabung atas meninggalnya orang tuanya dan adiknya. Dia juga berusaha mempertahankan hubungan asmaranya dengan Christian. Mereka kemudian pergi mengunjungi sebuah sekte Skandinavia sebagai bagian dari program antropologi Christian. Di akhir film ini, Dani akhirnya memeluk ritual barbar sekte itu sepenuhnya. Christian akhirnya terbakar di akhir film itu. Sementara, film Us juga salah satu film menganggu tahun ini dengan musik aneh dan adegan tidak menyenangkan dengan kelinci putih dipakai sebagai penopang tema perjuangan kelas Amerika.

Namun, Joker punya kelas tersendiri dengan betapa langsungnya penggambarannya atas jalan hidup Arthur. Untuk film tentang komedian, hanya ada sedikit komedi aktual di film ini. Terlebih lagi, adegan lucu yang ada memiliki nada yang gelap dan kadang menyeramkan. Ini terutama terlihat ketika mitra kerja Arthur yang bertubuh pendek tidak bisa mencapai daun pintu apartemen Arthur atau yang terjadi setelah siaran langsung Murray Franklin dihentikan setelah dia dibunuh. Tertawa di Joker menimbulkan rasa tidak nyaman dan tidak bersih dalam film yang tidak punya batasan. Terlebih lagi, akhir Joker hanya meningkatkan rasa ketidakbahagiaan yang ingin dibangkitkan Todd di diri para penonton dengan intepretasi yang kembali pada fakta bahwa film ini adalah tentang seorang pria delusional yang benar-benar kehilangan pikirannya.

Dengan seluruh kontroversi dan dekonstruksi film sebelum dans setelah perilisanya, film ini ditujukan agar dibahas selama bertahun-tahun ked pan. Terutama, dengan betapa terbukanya intepretasi pengalaman Arthur dalam film itu. Namun, semua itu hanya akan lebih menyolidkan fakta bahwa Joker adalah film paling suram dan menggaggu tahun ini.
(alv)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.2823 seconds (0.1#10.140)