Generasi Muda Didorong Jadi Tokoh Utama Program KB
A
A
A
JAKARTA - Guru Besar Fakultas Kedokteran, Universitas Udayana, Prof. Dr. dr. I Nyoman Mangku Karmaya, M. Repro, memaparkan bahwa untuk mencapai visi membangun SDM yang berkualitas, yang selama ini digaungkan Presiden Joko Widodo, program Keluarga Berencana (KB) perlu untuk digalakkan. Hal tersebut dilakukan dengan menyelaraskan atau harmonisasi segala tantangan, baik dari aspek hukum, aspek sosial dan aspek budaya.
Prof I Nyoman mengingatkan beban produksi dari generasi muda yang banyak dalam masa produktif bisa menjadi bom waktu apabila dilihat dari pemuda hanya sebagai objek produksi dan reproduksi. Untuk itu, generasi muda harus dibekali keterampilan, dan ilmu pengetahuan yang berkaitan dengan kesehatan reproduksi yang berkualitas, sejalan dengan ICPD tahun 1994 di Kairo.
Pengurus PKBI Bali, Ida Putu Mudita, menambahkan bahwa untuk ke depannya generasi muda perlu menjadi tokoh utama program KB, terutama pemahaman informasi tentang hak dan kesehatan seksual dan reproduksi. Hal ini akan menghindarkan generasi muda dari risiko tindakan aborsi yang tidak aman dan infeksi menular seksual. PKBI sudah tidak bicara mengenai keluarga berencana, namun hak kesehatan seksual dan reproduksi yang dimulai dari hulu ke hilir.
Ahli kesehatan seksual dan reproduksi, dr. Made Oka Negara, FIAS, turut mengungkapkan, berdasarkan hasil penelitian Global Early Adolescent Study (GEAS) 2018 di Kota Denpasar, memperlihatkan bahwa hanya 5 dari 10 remaja yang nyaman berbicara dengan orangtua atau pengasuh mereka. Dan terdapat 43,6% remaja yang akhirnya berpacaran sembunyi-sembunyi dari orangtua mereka.
"Pendidikan seksualitas sebaiknya diberikan pada anak usia dini di mana anak berada pada tahap perkembangan seksual. Orang tua dan institusi pendidikan memiliki peranan penting untuk memberikan pendidikan seksualitas sejak dini. Pendidikan seksualitas ini penting karena KB bukan hanya sekadar penjelasan alat kontrasepsi. KB berupaya untuk mendapatkan sumber daya manusia yang berkualitas termasuk remaja yang sehat," ungkapnya.
Pada kesempatan yang sama, Ketua Pengurus Daerah Ikatan Bidan Indonesia (IBI) Provinsi Bali, Luh Putu Sekarini menggagas untuk diubahnya program KB menjadi program Keluarga Berkualitas. Hal ini bertujuan untuk mengubah pemahaman bahwa Keluarga Berencana hanyalah soal pembatasan jumlah anak.
Di sisi lain, Survei Demografi Kesehatan Indonesia 2017 menunjukkan adanya penurunan penggunaan kontrasepsi modern pada segmen usia muda (15-29 tahun) secara signifikan sebesar 4%. Diperkirakan, rendahnya pengetahuan generasi muda terhadap pentingnya KB menjadi penyebab utama hal tersebut.
"Salah satu kendala utama edukasi kesehatan reproduksi pada generasi muda adalah stigma bahwa hal ini masih dianggap tabu. Padahal, edukasi dan literasi tersebut harus terus dilakukan untuk mengurangi kejadian kehamilan yang tidak direncanakan serta infeksi menular seksual di kalangan generasi muda," papar Head of Strategic Planning DKT Indonesia, Aditya A. Putra.
Adapun generasi muda diharapkan mengerti bahwa program KB bukan sekedar membatasi jumlah anak, tapi lebih dari itu. KB adalah bagian penting dari perencanaan masa depan, yang nantinya akan menentukan kualitas kehidupan dan kesehatan mereka. "Harapannya, apabila mereka memiliki perencanaan masa depan yang kuat, mereka tahu dan bisa merencanakan di usia berapa akan menikah dan akan memiliki anak, serta menentukan berapa banyak anak," tutup Aditya.
Prof I Nyoman mengingatkan beban produksi dari generasi muda yang banyak dalam masa produktif bisa menjadi bom waktu apabila dilihat dari pemuda hanya sebagai objek produksi dan reproduksi. Untuk itu, generasi muda harus dibekali keterampilan, dan ilmu pengetahuan yang berkaitan dengan kesehatan reproduksi yang berkualitas, sejalan dengan ICPD tahun 1994 di Kairo.
Pengurus PKBI Bali, Ida Putu Mudita, menambahkan bahwa untuk ke depannya generasi muda perlu menjadi tokoh utama program KB, terutama pemahaman informasi tentang hak dan kesehatan seksual dan reproduksi. Hal ini akan menghindarkan generasi muda dari risiko tindakan aborsi yang tidak aman dan infeksi menular seksual. PKBI sudah tidak bicara mengenai keluarga berencana, namun hak kesehatan seksual dan reproduksi yang dimulai dari hulu ke hilir.
Ahli kesehatan seksual dan reproduksi, dr. Made Oka Negara, FIAS, turut mengungkapkan, berdasarkan hasil penelitian Global Early Adolescent Study (GEAS) 2018 di Kota Denpasar, memperlihatkan bahwa hanya 5 dari 10 remaja yang nyaman berbicara dengan orangtua atau pengasuh mereka. Dan terdapat 43,6% remaja yang akhirnya berpacaran sembunyi-sembunyi dari orangtua mereka.
"Pendidikan seksualitas sebaiknya diberikan pada anak usia dini di mana anak berada pada tahap perkembangan seksual. Orang tua dan institusi pendidikan memiliki peranan penting untuk memberikan pendidikan seksualitas sejak dini. Pendidikan seksualitas ini penting karena KB bukan hanya sekadar penjelasan alat kontrasepsi. KB berupaya untuk mendapatkan sumber daya manusia yang berkualitas termasuk remaja yang sehat," ungkapnya.
Pada kesempatan yang sama, Ketua Pengurus Daerah Ikatan Bidan Indonesia (IBI) Provinsi Bali, Luh Putu Sekarini menggagas untuk diubahnya program KB menjadi program Keluarga Berkualitas. Hal ini bertujuan untuk mengubah pemahaman bahwa Keluarga Berencana hanyalah soal pembatasan jumlah anak.
Di sisi lain, Survei Demografi Kesehatan Indonesia 2017 menunjukkan adanya penurunan penggunaan kontrasepsi modern pada segmen usia muda (15-29 tahun) secara signifikan sebesar 4%. Diperkirakan, rendahnya pengetahuan generasi muda terhadap pentingnya KB menjadi penyebab utama hal tersebut.
"Salah satu kendala utama edukasi kesehatan reproduksi pada generasi muda adalah stigma bahwa hal ini masih dianggap tabu. Padahal, edukasi dan literasi tersebut harus terus dilakukan untuk mengurangi kejadian kehamilan yang tidak direncanakan serta infeksi menular seksual di kalangan generasi muda," papar Head of Strategic Planning DKT Indonesia, Aditya A. Putra.
Adapun generasi muda diharapkan mengerti bahwa program KB bukan sekedar membatasi jumlah anak, tapi lebih dari itu. KB adalah bagian penting dari perencanaan masa depan, yang nantinya akan menentukan kualitas kehidupan dan kesehatan mereka. "Harapannya, apabila mereka memiliki perencanaan masa depan yang kuat, mereka tahu dan bisa merencanakan di usia berapa akan menikah dan akan memiliki anak, serta menentukan berapa banyak anak," tutup Aditya.
(nug)