Berkat Sampah, Mahasiswa ITS Raih Penghargaan di Singapura
A
A
A
JAKARTA - Permasalahan di bidang sosial serta lingkungan seperti menjadi momok bagi berbagai negara di belahan dunia, tak terkecuali Indonesia. Menurut data penelitian Sustainable Waste Indonesia pada 2018, sebanyak 15 juta ton dari 65 juta ton sampah yang dihasilkan di Tanah Air setiap tahunnya tidak dikelola dengan baik, sehingga mencemari ekosistem dan lingkungan.
Situasi tersebut memicu pergerakan dan mendorong lahirnya berbagai kelompok sosial di negara ini, salah satunya Nyampah Corporation, sebuah startup yang berinovasi dalam pengolahan limbah organik. Perusahaan sosial ini dibangun mahasiswa Institut Teknologi Sepuluh November (ITS) Surabaya sejak 2017, dan telah membantu orang-orang di Surabaya dan Malang menanggulangi persoalan sampah organik melalui pemanfaatan larva Black Soldier Fly (BSF).
Dalam pengolahan limbah organik, larva BSF berperan sebagai pengurai yang mengonsumsi sampah organik, sehingga dalam sepuluh hari, volume limbah akan berkurang hingga 80 persen. Dengan teknik Zero Waste, Nyampah Corp menggunakan 20 persen residu sampah tersebut sebagai pupuk organik, sedangkan larva BSF kemudian dipanen sebagai makanan kaya protein namun murah bagi pakan ternak.
Pendiri Nyampah Corporation, Abu Muslim Aljauhari atau yang dikenal Aal memulai perusahaan sosial ini dengan modal sekitar Rp1 juta. Dana yang diambil dari tabungan pribadinya itu dipergunakan untuk memulai pengembangbiakkan BSF-nya sendiri di Surabaya. Selanjutnya, dia menghasilkan lebih banyak dana dengan membawa inisiatif ini ke berbagai kompetisi kewirausahaan.
Kegigihan Aal itu mengantarkannya ke berbagai torehan prestasi, termasuk dari program YSE, Kompetisi Bisnis Mahasiswa Indonesia (KBMI) 2018, ITS Youth Technopreneur 2018, dan Inkubator ITS 2019. Dan sekarang, Nyampah Corporation telah memberikan kontribusi yang signifikan untuk melindungi lingkungan dengan mengurangi ratusan kilogram sampah organik setiap harinya di Surabaya dan Malang.
Aal pada Oktober lalu juga membawa Nyampah Corporation ke program tingkat internasional berdurasi delapan bulan yang diselenggarakan untuk kewirausahaan sosial, yakni Young Social Entrepreneurs (YSE) 2019. Di sini, dia berhasil menjadi salah satu pemenang pendanaan sebesar USD20.000 atau sekitar Rp200 juta.
Kemenangan tersebut diraih setelah tim bisnis sosial milik Aal mengikuti Pitching for Change, salah satu sesi penting di program YSE di Singapura. Sebelum ini, Nyampah Corporation, bersama dengan 14 tim dari negara lain, menjalani skema bimbingan (mentorship) untuk meningkatkan ide bisnis sosial mereka serta kunjungan studi ke Shanghai, China untuk pembelajaran lintas budaya.
Tidak mudah bagi Nyampah Corporation untuk sampai ke tahap finalis YSE 2019, karena harus bersaing dengan 14 perusahaan sosial yang menginspirasi lainnya dari Bangladesh, Kamboja, India, Malaysia, Selandia Baru, Pakistan, Singapura, dan Thailand.
"Kami berterima kasih dan merasa terhormat dapat membawa kemenangan bagi Indonesia dalam program kewirausahaan sosial tingkat internasional seperti YSE 2019. Program ini tidak hanya memungkinkan kami untuk membuat dampak yang lebih kuat dan lebih luas bagi lingkungan Indonesia, tetapi juga memberikan kesempatan untuk membangun hubungan yang baik dan menginspirasi anak muda pembawa perubahan di negara-negara lain," papar Aal dalam keterangan tertulisnya, Selasa (3/12).
Sejak diluncurkan pada 2010 hingga Oktober 2019, program YSE telah menyambut 525 tim dari 30 negara, memberikan pembekalan kepada lebih dari 1.100 pemuda pembawa perubahan. Saat ini hingga 15 Desember 2019, SIF membuka pendaftaran untuk YSE 2020. Kesempatan ini akan menjadi tempat bagi para generasi muda pembawa perubahan, seperti Aal dari Nyampah Corporation, untuk merebut kesempatan untuk secara inovatif memecahkan persoalan sosial dan lingkungan, serta memberikan dampak positif bagi dunia. Pendaftaran YSE bisa dilakukan melalui situs resmi sif.org.sg/yseapply.
Situasi tersebut memicu pergerakan dan mendorong lahirnya berbagai kelompok sosial di negara ini, salah satunya Nyampah Corporation, sebuah startup yang berinovasi dalam pengolahan limbah organik. Perusahaan sosial ini dibangun mahasiswa Institut Teknologi Sepuluh November (ITS) Surabaya sejak 2017, dan telah membantu orang-orang di Surabaya dan Malang menanggulangi persoalan sampah organik melalui pemanfaatan larva Black Soldier Fly (BSF).
Dalam pengolahan limbah organik, larva BSF berperan sebagai pengurai yang mengonsumsi sampah organik, sehingga dalam sepuluh hari, volume limbah akan berkurang hingga 80 persen. Dengan teknik Zero Waste, Nyampah Corp menggunakan 20 persen residu sampah tersebut sebagai pupuk organik, sedangkan larva BSF kemudian dipanen sebagai makanan kaya protein namun murah bagi pakan ternak.
Pendiri Nyampah Corporation, Abu Muslim Aljauhari atau yang dikenal Aal memulai perusahaan sosial ini dengan modal sekitar Rp1 juta. Dana yang diambil dari tabungan pribadinya itu dipergunakan untuk memulai pengembangbiakkan BSF-nya sendiri di Surabaya. Selanjutnya, dia menghasilkan lebih banyak dana dengan membawa inisiatif ini ke berbagai kompetisi kewirausahaan.
Kegigihan Aal itu mengantarkannya ke berbagai torehan prestasi, termasuk dari program YSE, Kompetisi Bisnis Mahasiswa Indonesia (KBMI) 2018, ITS Youth Technopreneur 2018, dan Inkubator ITS 2019. Dan sekarang, Nyampah Corporation telah memberikan kontribusi yang signifikan untuk melindungi lingkungan dengan mengurangi ratusan kilogram sampah organik setiap harinya di Surabaya dan Malang.
Aal pada Oktober lalu juga membawa Nyampah Corporation ke program tingkat internasional berdurasi delapan bulan yang diselenggarakan untuk kewirausahaan sosial, yakni Young Social Entrepreneurs (YSE) 2019. Di sini, dia berhasil menjadi salah satu pemenang pendanaan sebesar USD20.000 atau sekitar Rp200 juta.
Kemenangan tersebut diraih setelah tim bisnis sosial milik Aal mengikuti Pitching for Change, salah satu sesi penting di program YSE di Singapura. Sebelum ini, Nyampah Corporation, bersama dengan 14 tim dari negara lain, menjalani skema bimbingan (mentorship) untuk meningkatkan ide bisnis sosial mereka serta kunjungan studi ke Shanghai, China untuk pembelajaran lintas budaya.
Tidak mudah bagi Nyampah Corporation untuk sampai ke tahap finalis YSE 2019, karena harus bersaing dengan 14 perusahaan sosial yang menginspirasi lainnya dari Bangladesh, Kamboja, India, Malaysia, Selandia Baru, Pakistan, Singapura, dan Thailand.
"Kami berterima kasih dan merasa terhormat dapat membawa kemenangan bagi Indonesia dalam program kewirausahaan sosial tingkat internasional seperti YSE 2019. Program ini tidak hanya memungkinkan kami untuk membuat dampak yang lebih kuat dan lebih luas bagi lingkungan Indonesia, tetapi juga memberikan kesempatan untuk membangun hubungan yang baik dan menginspirasi anak muda pembawa perubahan di negara-negara lain," papar Aal dalam keterangan tertulisnya, Selasa (3/12).
Sejak diluncurkan pada 2010 hingga Oktober 2019, program YSE telah menyambut 525 tim dari 30 negara, memberikan pembekalan kepada lebih dari 1.100 pemuda pembawa perubahan. Saat ini hingga 15 Desember 2019, SIF membuka pendaftaran untuk YSE 2020. Kesempatan ini akan menjadi tempat bagi para generasi muda pembawa perubahan, seperti Aal dari Nyampah Corporation, untuk merebut kesempatan untuk secara inovatif memecahkan persoalan sosial dan lingkungan, serta memberikan dampak positif bagi dunia. Pendaftaran YSE bisa dilakukan melalui situs resmi sif.org.sg/yseapply.
(nug)